<p>Ilustrasi cukai rokok dan cukai hasil tembakau (CHT) / Shutterstock</p>
Industri

GAPPRI: Kenaikan CHT Berpotensi Memperluas Peredaran Rokok Ilegal

  • Struktur tarif saat ini dianggap sangat tinggi di tengah kesulitan industri hasil tembakau (IHT) meningkatkan produktivitas dan penjualan akibat terhantam pandemi COVID-19 dan pembatasan.
Industri
Daniel Deha

Daniel Deha

Author

JAKARTA -- Wacana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) tahun depan masih problematik. Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menduga bahwa apabila ditetapkan maka bisa berpotensi memperluas peredaran rokok ilegal di Indonesia.

Menurut data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), ada 384,51 juta batang rokok ilegal alias Barang Hasil Penindakan (BHP) yang ditindak tahun lalu. Sejak 2013, jumlah BHP ini terus meningkat.

Ketua Umum GAPPRI Henry Najoan mengatakan bahwa pihaknya mendesak pemerintah agar tidak menaikkan lagi struktur tarif CHT dari yang berlaku saat ini.

Pasalnya, kata dia, struktur tarif saat ini pun dianggap sangat tinggi di tengah kesulitan industri hasil tembakau (IHT) meningkatkan produktivitas dan penjualan akibat terhantam pandemi COVID-19 dan pembatasan.

"Tapi ternyata kenaikan yang sangat tinggi dan eksersif menyebabkan rokok ilegal yang sangat besar di pasar.Perkiraan kami, rokok ilegal akan mengisi pangsa pasar rokok di Indonesia," ujar Henry dalam acara "Pre-Diskusi Panel Nasional: Prospek dan Tantangan pada Masa Pandemi COVID-19 terhadap Produk Industri Hasil Tembakau" yang digelar pada Kamis, 9 September 2021.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menetapkan kebijakan tarif cukai hasil tembakau tahun 2021 naik 12,5% mulai Februari 2021. Rencananya, pemerintah akan menaikkan lagi tarif CHT tahun depan untuk mengerek penerimaan negara dan mengendalikan konsumsi rokok.

Henry mengatakan bahwa pihaknya menolak usulan kenaikan tarif CHT, menyebut bahwa dengan struktur tarif saat ini saja semua IHT terbebani. Lagipula, dengan penurunan produktivitas pbarik rokok, butuh waktu lebih dari tiga tahun untuk melakukan pemulihan.

"Kami minta tidak ada kenaikan tarif cukai. Tarif cukai tahun 2022 sama dengan tarif cukai tahun 2021. Karena kami butuh waktu tiga tahun untuk recovery. Kami sangat menolak usulan dilakukannya simplifikasi. Kami menganggap bahwa struktur tarif yang ada sudah sangat sesuai dengan kondisi pasar di Indonesia," katanya.

Menurut data GAPPRI, selama kurun waktu sembilan tahun sejak 2013-2021, terjadi tren penurunan produksi rokok, dimana terjadi penurunan sebanyak 3,56 miliar batang setiap tahunnya.

Pada 2020, produksi sigaret putih mesin (SKM) turun sebanyak 47,6 miliar batang (17%), sedangkan penyerapannya turun 47.600 ton tembakau pada pabrik SKM.

Sampai Mei2021, penurunan produksi SKM masih terjadi di kisaran negatif 7,5% dibandingkan tahun 2020.

Diperkirakan, pada tahun ini produksi IHT turun 10% menjadi 297,53 miliar batang dari tahun lalu sebanyak 330,59 miliar batang.

4 Rekomendasi GAPPRI

Dalam pernyataannya, Henry menyampaikan empat rekomendasi GAPPRI kepada pemerintah terkait kenaikan tarif CHT.

Pertama, GAPPRI meminta pemerintah agar tetap menggunakan struktur cukai IHT 10 layer. Lapisan tersebut antara lain sigaret kretek tangan (SKT) 4 lapis, sigaret kretek mesin (SKM) 3 lapis, dan sigaret putih mesin (SPM) 3 lapis.

Kedua, penindakan rokok ilegal secara extra ordinary. Pasalnya, dengan adanya kebijakan kenaikan tarif, mendorong ekstensifikasi peredaran rokok ilegal di tanah air.

Ketiga, pemerintah tidak perlu melakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012. Revisi PP tersebut bisa berpotensi membebankan petani tembakau.

Keempat, pemerintah perlu ada peta jalan IHT yang berkeadilan dan komprehensif bagi para pemangku kepentingan sebagai peta jalan yang legal dan pasti.

Sebelumnya, GAPPRI telah melayangkan surat permohonan kepada Presiden Joko Widodo agar tarif CHT pada tahun 2022 tidak naik.

Daya beli masyarakat yang turun sepanjang tahun 2020 dan 2021 sebagai dampak pandemi sangat memukul IHT karena terjadi banyak penurunan, baik dari sisi bahan baku, produksi hingga omzet.*