Garuda Indonesia Angkat Bicara Soal Rencana Dipailitkan oleh Erick Thohir
- Kementerian BUMN membuka opsi pailit maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia.
Industri
JAKARTA – Maskapai penerbangan nasional PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) dikabarkan akan pailit. Kabar ini dicetuskan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di tengah proses restrukturisasi utang perseroan.
Menanggapi hal tesebut, VP Corporate Secretary & Investor Relations Garuda Indonesia Mitra Piranti mengatakan sampai dengan saat ini, belum ada informasi resmi yang diterima perseroan berkenaan dengan opsi tindak lanjut pemulihan kinerja keuangan.
Mitra mengatakan Garuda terus malakukan berbagai upaya untuk memperbaiki kinerja khususnya dari aspek operasional penerbangan.
- Apple Rilis MacBook Pro Baru dengan Chipset M1 Pro dan M1 Max, Cek Harganya!
- 5 Cara Mengelola Stres di Masa Pandemi Agar Hidup Lebih Sehat
- Apple Luncurkan Kain Lap Seharga Rp267.000, Tertarik Beli?
“Dapat kami pastikan sampai dengan saat ini, Garuda Indonesia terus melakukan langkah strategis akselerasi pemulihan kinerja dengan fokus utama perbaikan fundamental kinerja perseroan yakni penguatan basis performa finansial maupun fokus model bisnis dalam jangka panjang melalui program restrukturisasi menyeluruh,” kata Mitra, dalam keterbukaan informasi, Selasa, 19 Oktober 2021.
Di samping itu, kata Mitra, Garuda juga optimistis dengan sinyal positif outlook industri penerbangan nasional di tengah situasi pandemi yang mulai terkendali. Apalagi, sektor pariwisata unggulan Indonesia sudah dibuka sehingga menjadi titik terang untuk perusahaan memperbaiki fundamental kinerja operasional.
Terkait opsi dari Kementerian BUMN di bawah Erick Thohir sebagai pemegang saham pengendali, manajemen masih melakukan diskusi mengenai rencana restrukturisasi utang. Hal ini juga selaras dengan proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang masih berjalan.
Sampai saat ini, kata Mitra, Garuda Indonesia masih melanjutkan restrukturisasi keuangan termasuk utang, yang prosesnya dibantu oleh beberapa konsultan pendamping.
Di samping itu, perseroan juga terus melakukan negosiasi dan komunikasi dengan para kreditur secara berkesinambungan untuk mencapai penyelesaian terbaik dan restrukturisasi yang optimal.
“Atas kejadian ini, tidak terdapat Informasi / fakta / kejadian penting lainnya yang material dan dapat mempengaruhi harga efek Perseroan serta kelangsungan hidup Perseroan. Selanjutnya Perseroan akan senantiasa mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Mitra.
Sebelumnya, Wakil Menteri II BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyatakan pemerintah terpaksa membuka opsi membubarkan (pailit) Garuda Indonesia jika proses restrukturisasi utang perusahaan gagal.
"Kalau mentok, ya kita tutup. Tidak mungkin kita berikan penyertaan modal negara (PMN) karena nilai utangnya terlalu besar," kata Kartika, dikutip Selasa, 19 Oktober 2021.
Untuk diketahui, utang maskapai berkode saham GIAA ini terus membengkak karena kondisi gagal bayar utang jatuh tempo kepada kreditur sejak tahun lalu. Kondisi gagal bayar utang disebabkan dampak pandemi COVID-19.
Akibat pandemi, per 30 Juni 2021, GIAA mengalami kerugian US$901,7 juta dan liabilitas jangka pendek melebihi aset lancarnya sejumlah US$4,66 miliar sehingga mengalami defisiensi ekuitas US$2,84 miliar.
Beberapa pihak menyebut, utang Garuda Indonesia yang menggunung diduga merupakan puncak dari permasalahan praktik rente di dalam tubuh perseroan yang mengakar sejak lama, terutama dalam negosiasi dengan lessor yang diketahui berjumlah 30 badan usaha.
Praktik rente di balik perjanjian Garuda Indonesia dan lessor itulah yang membuat maskapai pemerintah ini terlilit masalah keuangan yang baru tertungkap belakangan.