Garuda Indonesia (GIAA) Raup Kenaikan Pendapatan 18 Persen di Semester I-2024, Cek Rekomendasi Sahamnya
- PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sukses mengukir kenaikan pendapatan pada semester I-2024. Sayangnya, rugi bersih emiten penerbangan plat merah mengalami kenaikan tipis dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Bursa Saham
JAKARTA – PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sukses mengukir kenaikan pendapatan pada semester I-2024. Sayangnya, rugi bersih emiten penerbangan plat merah mengalami kenaikan tipis dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia, emiten dengan kode GIAA ini meraih pendapatan sebesar US$1,62 miliar pada paruh pertama tahun ini, melonjak 18,27% secara tahunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencatatkan pendapatan US$1,37 miliar.
Kenaikan pendapatan Garuda Indonesia ini didorong oleh kenaikan penerbangangan berjadwal dari pos penumpang yang mencapai US$1,20 miliar, melesat dibandingkan periode semester I-2023, yaitu sebesar US$1,01 miliar.
- Harga Sembako di DKI Jakarta: Cabe Merah Besar (TW) Naik, Beras IR. II (IR 64) Ramos Turun
- Harga Emas Hari Ini Jeblok Rp12.000 per Gram
- Pembukaan LQ45 Hari Ini Dipimpin MBMA dan GOTO
Selain itu, penerbangan tidak berjadwal dan pendapatan lain-lain maskapai plat merah ini juga mengalami kenaikan moderat pada semester I-2024, menjadi masing-masing di level US$177 juta dan US$167 juta.
Namun, seiring dengan peningkatan pendapatan, total beban usaha Garuda Indonesia juga naik, dari US$1,24 miliar menjadi US$1,53 miliar. Beban keuangan perseroan turut meningkat dari US$222,77 juta menjadi US$246,45 juta.
Hal tersebut yang menyebabkan rugi sebelum pajak naik dari US$109,56 juta menjadi US$112,95 juta. Dengan demikian, rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk turut meningkat dari US$76,50 juta menjadi US$101,65 juta.
Dari sisi neraca keuangan, total aset Garuda Indonesia pada paruh pertama tahun ini mengalami penyusutan sebesar 2,71% dari US$6,72 miliar pada akhir 31 Desember 2023 menjadi US$6,55 miliar per 30 Juni 2024.
Kendati begitu, liabilitas GIAA juga tercatat menurun sebesar 0,96% menjadi US$7,93 miliar, dibandingkan dengan US$8,01 miliar pada akhir 2023. Alhasil, jumlah ekuitas perseroan makin membengkak tipis ke level minus US$1,38 miliar dari posisi akhir tahun sebesar US$1,28 miliar.
Sementara itu, dari lantai bursa, pada perdagangan Senin, 30 September 2024, kemarin, saham GIAA terpantau ditutup menguat 6,06% ke level Rp70 per saham. Tren penguatan tersebut membuat saham yang bergerak di bidang aviasi ini telah melambung 11,11% sepanjang satu bulan terakhir.
Sebelumnya, Sinarmas Sekuritas mengungkapkan bahwa saham maskapai penerbangan dunia rata-rata diperdagangkan dengan rasio EV/EBITDA di atas 3,5 kali. Beberapa di antaranya adalah Japan Airlines (JAL) sebesar 3,8 kali, Air New Zealand (ANZ) 3,6 kali, Korean Air 3,5 kali, Qantas dan Eva Air masing-masing 3,2 kali. Sementara itu, GIAA masih di level 1,7 kali.
Secara valuasi, prospek kinerja keuangan dan saham GIAA juga didukung oleh berbagai sentimen positif. Salah satunya adalah rencana anak usaha GIAA, PT GMF Aero Asia Tbk (GMFI), untuk menerbitkan 12 miliar saham baru. Aksi korporasi ini merupakan bagian dari kebijakan pemerintah memasukkan GMFI ke dalam holding BUMN pariwisata, InJourney.
Dari aksi tersebut, GIAA diperkirakan akan memperoleh pendapatan luar biasa sebesar Rp200 miliar dari penjualan aset, yang diharapkan mampu mendorong perusahaan mencatatkan laba pada tahun ini.
Sinarmas Sekuritas memproyeksikan laba bersih Garuda Indonesia tahun ini mencapai US$123 juta, lebih rendah dibandingkan realisasi tahun sebelumnya sebesar US$252 juta, di mana laba tersebut terdorong oleh pemulihan aset non-keuangan dan keuntungan dari pembelian obligasi.