Garuda Indonesia Raih Restu Tunda Bayar Utang Sukuk Rp7 Triliun
JAKARTA – Maskapai penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) mendapatkan restu untuk memperpanjang pembayaran utang dari pemegang Sukuk senilai US$500 juta setara Rp7,04 triliun (kurs Rp14.083 per dolar Amerika Serikat). Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan perseroan mendapatkan keputusan concent solicitation perpanjangan masa pelunasan global sukuk limited selama tiga tahun dari […]
Industri
JAKARTA – Maskapai penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) mendapatkan restu untuk memperpanjang pembayaran utang dari pemegang Sukuk senilai US$500 juta setara Rp7,04 triliun (kurs Rp14.083 per dolar Amerika Serikat).
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan perseroan mendapatkan keputusan concent solicitation perpanjangan masa pelunasan global sukuk limited selama tiga tahun dari waktu jatuh tempo yang semula pada 3 Juni 2020.
Keputusan itu diperoleh dari hasil pemungutan suara pada rapat umum pemegang sukuk hari ini, Rabu, 10 Juni 2020. Persetujuan suara yang diberikan adalah 90,88% setara US$454,39 juta dari seluruh pokok sukuk.
“Dengan diperolehnya persetujuan atas consent solicitation perpanjangan masa pelunasan global sukuk ini, kami tentunya optimistis hal ini bisa menjadi langkah awal yang signifikan dalam upaya pemulihan kinerja Garuda Indonesia yang terdampak atas pandemi COVID-19,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu, 10 Juni 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Tak lupa, Irfan mengucapkan terima kasih atas dukungan para pemegang sukuk terhadap keberlangsungan dan masa depan bisnis Garuda di masa yang penuh tantangan ini. Garuda memang mengajukan proposal baru kepada pemegang sukuk untuk pembayaran yang jatuh tempo pada 3 Juni 2020 agar dilonggarkan hingga 3 tahun ke depan.
Pengajuan penundaan pelunasan sukuk ini merupakan salah satu upaya memperbaiki kinerja keuangan di tengah pandemi. Sebab, pendapatan maskapai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu anjlok 90% akibat 70 pesawat tidak beroperasi atau dikandangkan.
Dalam laporan keuangan 2019, Garuda Indonesia memiliki utang obligasi dari penerbitan Trust Certificates yang tidak dijamin sebesar US$500 juta. Surat utang Garuda ini tercatat di Bursa Efek Singapura.
Sukuk tersebut dirilis pada 3 Juni 2015 dengan jangka waktu 5 tahun. Artinya pada 3 Juni 2020, surat utang ini jatuh tempo dan harus dibayarkan.
Sukuk ini memiliki tingkat suku bunga tetap tahunan sebesar 5,95% dibayar setiap 6 bulanan yang dimulai 3 Desember 2015 sampai dengan 3 Juni 2020.
Kala itu, The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Limited (HSBC) bertindak sebagai Penerima Delegasi, Agen Pembayar Utama. Per 31 Desember 2019, saldo utang obligasi syariah ini mencapai US$498,99 juta.
Tidak hanya itu, maskapai pelat merah bersandi saham GIAA ini mendapatkan dana talangan dari Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN sebesar Rp8,5 triliun untuk mengantisipasi krisis di tengah pandemi. Selain untuk modal kerja, dana talangan itu akan digunakan bagi rencana efisiensi perseroan.
Sementara itu, pada Jumat, 5 Juni 2020, Garuda juga menggelar rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST). Pemegang saham memutuskan untuk tidak membagikan dividen dari laba bersih Garuda.
Pada tahun buku 2019, Garuda Indonesia berhasil membukukan laba bersih sebesar US$6,98 juta. Capaian laba bersih tersebut sejalan dengan kenaikan pendapatan usaha sebesar 5,59% dari pencapaian tahun 2018, yaitu menjadi sebesar US$4,57 miliar.
Perseroan juga berhasil mencatatkan perolehan positif pada laba usaha dengan nilai sebesar US$147,01 juta. “Efisiensi menjadi hal penting yang harus diperhatikan dalam menghadapi era new normal ini. Mindset bisnis penerbangan juga harus terus berevolusi menyelaraskan dengan realitas kondisi yang ada. Langkah tersebut yang secara bertahap terus kami lakukan mulai dari aspek operasional hingga optimalisasi lini bisnis,” kata Irfan. (SKO)