Garuda Indonesia Rugi Rp10,4 Triliun Dihantam Corona, Bangkrut?
Maskapai penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. harus menelan pil pahit akibat merugi US$712,72 juta setara Rp10,4 triliun (kurs Rp14.600 per dolar Amerika Serikat) hanya dalam kurun waktu enam bulan.
Industri
JAKARTA – Maskapai penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. harus menelan pil pahit akibat merugi US$712,72 juta setara Rp10,4 triliun (kurs Rp14.600 per dolar Amerika Serikat) hanya dalam kurun waktu enam bulan.
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan di PT Bursa Efek Indonesia, Kamis, 30 Juli 2020, kinerja Garuda berbanding terbalik dengan perolehan laba pada periode semester I-2019.
Tahun lalu, Garuda masih mampu membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk senilai US$24,11 juta. Namun, pada semester I-2020, Garuda harus menderita rugi bersih tahun berjalan US$723,26 juta.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Memang, Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra baru-baru ini mengungkapkan sinyalemen kebangkrutan maskapai nasional akibat pandemi COVID-19. Sinyal kebangkrutan bahkan sudah dialami lebih dulu oleh maskapai penerbangan seluruh dunia.
“Bapak Ibu mengetahui juga banyak maskapai yang menyatakan kebangkrutan. Di dekat kita ada Thai Airways. Jadi, enggak usah terlalu kaget kalau dalam waktu dekat ada maskapai di Indonesia yang tidak tahan lagi,” kata Irfan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi X DPR awal Juli lalu.
Pendapatan Ambruk
Buktinya, pendapatan usaha emiten bersandi saham GIAA tersebut ambrol 58,1% pada semester I-2020. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini hanya meraup pendapatan US$917,28 juta setara Rp13,38 triliun pada periode Januari-Juni 2020. Padahal, tahun sebelumnya pendapatan Garuda mencapai US$2,19 miliar setara Rp32 triliun.
Terjungkalnya pendapatan Garuda terjadi pada penerbangan berjadwal yang amblas 59,5% dari US$1,85 miliar menjadi US$750,2 juta. Lonjakan pendapatan dari penerbangan tidak berjadwal hingga 392% menjadi US$21,54 juta tak mampu menolong kinerja keuangan Garuda.
Manajemen Garuda berupaya menekan beban hingga berhasil turun 21,9% year-on-year. Beban usaha Garuda menjadi US$1,64 miliar dari sebelumnya US$2,1 miliar.
Sedikit bisa bernafas, manajemen Garuda mengantongi keuntungan kurs US$20,27 juta dari sebelumnya rugi US$16,16 juta. Namun tetap saja, Garuda mencatatkan rugi usaha US$707,22 juta dari sebelumnya laba US$81,98 juta.
Per 30 Juni 2020, total aset Garuda mencapai US$10,28 miliar setara Rp150 triliun dari sebelumnya US$4,45 miliar. Liabilitas juga US$10,36 miliar dari sebelumnya US$3,7 miliar dan ekuitas negatif US$80,7 juta.
Pada perdagangan Kamis, 30 Juli 2020, saham GIAA ditutup merosot 1,61% sebesar 4 poin ke level Rp244 per lembar. Kapitalisasi pasar saham GIAA mencapai Rp6,31 triliun dan setahun terakhir saham GIAA merosot 37,44%. (SKO)