Garuda Indonesia Siap Hadapi Sidang Perdana PKPU Selasa Pekan Depan
- PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) bakal menghadapi sidang perdana gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dari maskapai kargo PT My Indo Airlines pada Selasa, 27 Juli 2021.
Korporasi
JAKARTA – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) bakal menghadapi sidang perdana gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dari maskapai kargo PT My Indo Airlines pada Selasa, 27 Juli 2021.
Manajemen GIAA melaporkan telah mendapat surat panggilan dari Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Adapun surat permohonan PKPU itu bernomor 289/Pdt.Sus/PKPI/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst.
“Surat Panggilan terkait pemanggilan sidang telah diterima perusahaan,” tulis manajemen Garuda Indonesia dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin, 19 Juli 2021.
GIAA telah menunjuk konsultan hukum Assegaf Hamzah & Partners untuk mewakili perseroan dalam menghadapi gugatan tersebut. Manajemen GIAA menyatakan belum ada dampak kasus gugatan PKPU terhadap operasional perusahaan.
- Update Terbaru, Twitter Luncurkan Caption Secara Otomatis untuk Tweet Suara
- Dihantam Ledakan Kasus COVID-19, Total anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional naik 6,4 Persen Jadi Rp744,75 Triliun
- Garuda Indonesia Tekor Rp34,83 Triliun Sepanjang 2020, Ekuitas Kian Memburuk
PKPU menjadi opsi penyelamatan Garuda Indonesia yang disodorkan oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebelumnya, perseroan turut menunda pembayaran kupon global sukuk dari periode masa tenggang selama 14 hari yang berakhir pada 17 Juni 2021. Nilai sukuk global yang seharusnya dibayarkan Garuda Indonesia pada 3 Juni 2021 itu mencapai US$500 juta atau Rp7,23 triliun (asumsi kurs Rp14.465 per dolar AS).
Suspensi Saham
Hal itu kemudian mendorong BEI untuk menghentikan sementara (suspensi) perdagangan saham GIAA mulai dari sesi pertama Jumat, 18 Juni 2021. Otoritas Bursa mengindikasikan keuangan perseroan GIAA sedang tidak sehat lantaran tidak mampu membayar sukuk global tersebut.
Masalah keuangan kini tengah membeli emiten pelat merah tersebut. GIAA tercatat membukukan rugi bersih hingga US$2,4 miliar atau setara Rp34,83 triliun (asumsi kurs Rp14.514 per dolar Amerika Serikat) pada 2020.
Garuda Indonesia mengalami masalah akut pada pos liabilitas. Total liabilitas GIAA pada tahun lalu menembus US$12,73 miliar atau lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya US$3,87 miliar.
Lebih rinci, pos itu terdiri dari liabilitas jangka pendek US$4,29 miliar dan liabilitas jangka panjang US$8,44 miliar. Jumlah liabilitas jangka pendek yang lebih tinggi dibandingkan kerugian membuat GIAA mengalami defisiensi ekuitas sebesar US$1,9 miliar pada 2020.