Garuda Indonesia Siap Tambah 15 hingga 20 Pesawat
- Saat ini, jumlah pesawat di Indonesia hanya berkisar 390 unit. Padahal, sebelum pandemi COVID-19 jumlah pesawat berkisar 700 unit.
Transportasi dan Logistik
JAKARTA - PT Garuda Indonesia (Persero) berencana menambah 15-20 pesawat di 2025. Untuk tahap awal Garuda Indonesia menambah 4 pesawat hingga Januari 2025.
Direktur Utama Garuda Indonesia Wamildan Tsani Panjaitan mengatakan, saat ini satu pesawat sudah datang dan dalam proses pengecatan serta persiapan interior pesawat.
"Target kami nanti di tahun 2025 kita akan menambah 15-20 pesawat lagi. Tentunya ini membutuhkan kerja sama, komunikasi, dan koordinasi dengan kementerian-kementerian terkait," ungkapnya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian BUMN Jakarta Jumat 6 Desember 2024.
- Dorong Penguatan Ekonomi dan Bisnis di Jakarta Timur, Bukit Podomoro Jakarta Tandatangani Kerjasama Dengan Tenant Komersial
- Sembari Menangis, Miftah Mundur dari Jabatan Utusan Khusus Presiden
- Hore! Ojol Dipastikan Bisa Beli BBM Subsidi
Satu pesawat lagi direncanakan akan datang di akhir Desember tahun ini, sedangkan dua pesawat lainnya akan datang di Januari 2025.
Terkait penambahan armada, Staf Khusus III Menteri BUMN Arya Sinulingga mengungkap saat ini Kementerian BUMN masih menunggu proposal dari Garuda Indonesia. Nantinya Kementerian BUMN juga akan berusaha untuk mencari cara agar armada Garuda Indonesia bisa bertambah.
Keputusan Garuda Indonesia untuk menambah armada baru ini merespons tingginya permintaan jasa transportasi pesawat. Saat ini, jumlah pesawat di Indonesia hanya berkisar 390 unit. Padahal, sebelum pandemi COVID-19 jumlah pesawat berkisar 700 unit.
Terkait sumber dana, salah satunya bisa diperoleh dari kas perusahaan. Wamildan menyatakan, Garuda Indonesia memiliki alokasi khusus untuk penambahan jumlah armada.
Untuk potensi dari penambahan dana dari penyertaan modal negara (PMN). Kementerian BUMN tengah menunggu proposal dari pihak Garuda Indonesia.
Sebelumnya, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) saat ini tengah giat merestrukturisasi skema penyewaan pesawat dari model konvensional menjadi ijarah. Langkah ini telah sukses menekan biaya penyewaan pesawat, di mana setidaknya 10% dari total pesawat yang disewa perseroan kini menggunakan skema baru ijarah tersebut.
Perubahan skema penyewaan dari standar akuntansi IFRS (International Financial Reporting Standards) menjadi ijarah diperkirakan akan memberikan dampak positif yang signifikan pada neraca keuangan GIAA, khususnya pada kuartal akhir tahun ini dan beberapa tahun mendatang.
Menurut Sinarmas Sekuritas, implementasi skema ijarah dapat memberikan tambahan pendapatan senilai US$150 juta dari satu lessor tertentu. Selain itu, manajemen mengungkapkan bahwa transisi skema ijarah dengan beberapa lessor lainnya berjalan lancar dan memiliki potensi untuk menghasilkan tambahan pendapatan yang luar biasa selama dua bulan terakhir tahun 2024.
"Perseroan menargetkan hingga 50% dari pesawat yang disewa untuk dialihkan ke skema ijarah, yang akan memberikan keuntungan besar bagi GIAA ke depannya," kata Isfhan Helmy, analis Sinarmas Sekuritas, dalam riset yang dirilis di Jakarta baru-baru ini.
Dengan penerapan skema ini, perseroan diharapkan dapat mencatatkan pendapatan luar biasa dalam jumlah yang besar dan membuka peluang untuk mempercepat pembayaran obligasi. Saat ini, perseroan memiliki obligasi global senilai US$675 juta yang jatuh tempo pada tahun 2031.
Kas perusahaan diproyeksikan mencapai US$725 juta pada tahun 2025, yang memungkinkan pelunasan obligasi lebih awal pada 2026, dengan sisa kas sekitar US$100 juta.