Ilustrasi gaya hidup minim sampah.
Gaya Hidup

Gaya Hidup Minim Sampah Perlu Ditanamkan Sejak Bangku Sekolah

  • Anak muda perlu mulai membiasakan diri mencari produk alternatif dari plastik sekali pakai.

Gaya Hidup

Chrisna Chanis Cara

SOLO—Edukasi mengurangi plastik sekali pakai perlu dilakukan sejak dini, salah satunya melalui sekolah. Gaya hidup minim sampah bakal lebih mudah terbentuk jika ditanamkan sejak kecil. Hal itu disampaikan Staf Program Kota Minim Sampah Gita Pertiwi, Oktaviani Ikasari, dalam Forum Ban the Big Five di Hotel Dana Solo, belum lama ini. 

Dia mengatakan anak muda memiliki peran penting dalam membentuk kebiasaan baru konsumen yang peka terhadap lingkungan. “Saat ini rata-rata konsumen bergantung pada produk kemasan sekali pakai, yang pada akhirnya membentuk gaya hidup ‘asal buang’,” ujar Fanny, sapaan akrabnya.

Fanny membeberkan 79% sampah plastik menumpuk di TPA dan lepas ke lingkungan. Hanya 7-9% yang didaur ulang. Sisanya dibakar. Dia mengatakan plastik sekali pakai jarang atau sulit didaur ulang karena produksi yang terlalu banyak, berbiaya mahal, proses panjang hingga risiko toksisitas. “Sampah yang ada di TPA atau lingkungan akhirnya mencemari sungai dan lautan,” ujar dia.

Pihaknya mengatakan anak muda perlu membiasakan diri mencari produk alternatif dari plastik sekali pakai. Fanny mencontohkan kantung plastik kini dapat diganti dengan tas kain, keranjang bambu atau kantung ramah lingkungan lain. Sedangkan sedotan plastik dapat digantikan dengan sedotan berbahan bambu atau logam. “Penggunaan styrofoam juga dapat ditekan dengan membawa wadah guna ulang seperti rantang atau boks makanan,” urainya. 

Lalu bagaimana mengurangi konsumsi produk bersachet? Diketahui, ada 855 miliar sachet terjual di pasaran. Sebagian terbuang dan sulit diurai sehingga merusak ekosistem darat dan laut. Fanny menyarankan anak muda mulai membiasakan diri belanja dalam kemasan besar. “Bisa juga mencari kemasan atau produk yang dapat diisi ulang,” pesannya