Gelar Rights Issue, Bank INA Milik Anthoni Salim Bakal Raup Rp1,23 Triliun
- PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA) akan melepas 282,71 juta lembar saham baru dalam rights issue pada November 2021.
Korporasi
JAKARTA – PT Bank Ina Perdana Tbk melakukan aksi penambahan modal dalam Penawaran Umum Terbatas (PUT) III melalui skema rights issue pada November 2021. Emiten bersandi BINA ini akan melepas 282,71 juta lembar saham baru dengan nilai nominal Rp100.
Harga pelaksanaan rights issue BINA berada di kisaran Rp4.200-Rp4.380 per lembar. Mengacu pada perkiraan harga tersebut, BINA bisa meraup dana paling banyak sebesar Rp1,23 triliun.
Adapun nilai rights issue ini setara 4,76% dari modal ditempatkan dan disetor perseroan. Anthoni Salim melalui PT Indolife Pensiontama sebagai pemegang saham pengendali (PSP) bakal turut berpartisipasi dalam aksi korporasi ini.
- IHSG Bakal Bergerak Netral Lagi, UOB Kay Hian Lirik Saham LSIP dan NIKL
- Ini Sentimen yang Pengaruhi IHSG dan Saham Akhir Pekan
- Kurs Dollar Hari Ini: Jelang Tappering Off, Rupiah Diprediksi Melemah ke Level Rp14.300
Nantinya, BINA bakal mengalokasikan dana segar ini untuk memenuhi syarat modal inti minimum Rp2 triliun pada 2021 dan Rp3 triliun pada 2022.
“Dana yang diperoleh perseroan dari hasil PUT III ini setelah dikurangi dengan seluruh biaya yang terkait dengan PUT III, akan digunakan Perseroan seluruhnya untuk modal kerja dalam hal pelaksanaan kegiatan operasional serta pengembangan usaha Perseroan,” kata manajemen BINA dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat, 17 September 2021.
Selain itu, dana ini juga bakal digunakan perseroan untuk ekspansi. “Strategi perseroan untuk menerapkan digitalisasi dalam proses bisnis perseroan,” papar manajemen.
Selain memperkokoh aspek permodalan, Bank INA juga dikejar target untuk memenuhi aturan Bank Indonesia (BI) mengenai rasio kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Direktur Utama Bank Ina Daniel Budirahayu mengatakan perseroan menargetkan rasio kredit UMKM bisa meningkat ke angka 18% pada tahun ini.
Dirinya optimistis bisa mencapai target rasio UMKM yang ditetapkan BI, yakni minimal 20% pada 2022.
“Tentunya kami akan berusaha untuk dapat memenuhi ketentuan dari BI agar porsi UMKM sampai akhir tahun ini bisa 17-18% dan tahun depan dapat ditingkatkan menjadi 20% sesuai ketentuan,” ucap Daniel saat dihubungi TrenAsia.com, belum lama ini.
Untuk diketahui, BI telah mengeluarkan PBI Nomor 23/13/PBI/2021 tentang Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah.
Dalam beleid anyar itu, otoritas moneter mengharuskan perbankan meningkatkan rasio kredit UMKM menjadi 20% pada 2022. Lalu, ditingkatkan menjadi 25% pada 2023, dan mencapai puncaknya 30% pada 2024.
Meski begitu, perseroan tampaknya harus mengejar target penyaluran kredit lebih keras di sisa tahun ini. Pasalnya, pertumbuhan kredit Bank INA baru mencapai 5% year to date (ytd) hingga semester I-2021.
Adapun nilai dari penyaluran kredit tersebut menyentuh Rp3,1 triliun. Kendati demikian, secara akumulatif, total aset perseroan mampu melesat 36% ytd menjadi Rp11,4 triliun per semester I-2021.
Hal ini disebabkan oleh peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Ina yang tumbuh dari Rp7,1 triliun pada Desember 2020 menjadi Rp9,7 triliun pada semester I-2021.
Dalam mendongkrak penyaluran kredit, perseroan telah menyiapkan strategi anyar. Daniel mengungkapkan perseroan tengah menempuh pengajuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk menambah kemampuan penyaluran kredit segmen UMKM.
“Dan tentunya bank INA akan berupaya memenuhi ketentuan yg berlaku. Saat ini kami juga sedang apply KUR agar kami dapat memberikan pricing yang competitive bagi nasabah UMKM,” jelas Daniel.
Daniel mengatakan capital adequacy ratio (CAR) Bank Ina yang bertengger di posisi lebih dari 30% bakal memuluskan rencana penambahan modal tersebut.