<p>Pekerja beraktifitas dengan latar belakang layar monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat 5 Juni 2020. IHSG ditutup menguat 0,63% atau 31,08 poin ke level 4.947,78 pada akhir perdagangan. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Gelombang Kedua COVID-19 Bayangi Pelemahan Rupiah

  • JAKARTA – Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menyebut bahwa keputusan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan menjadi 4% bukan faktor penyebab pelemahan nilai tukar rupiah. Data Bloomberg memperlihatkan nilai tukar rupiah melemah 105 poin atau 0,72% ke level Rp14.730 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan siang ini, Jumat, […]

Industri

Aprilia Ciptaning

JAKARTA – Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menyebut bahwa keputusan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan menjadi 4% bukan faktor penyebab pelemahan nilai tukar rupiah.

Data Bloomberg memperlihatkan nilai tukar rupiah melemah 105 poin atau 0,72% ke level Rp14.730 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan siang ini, Jumat, 17 Juli 2020.

Sementara itu, pada kurs tengah BI atau Jisdor, rupiah ditutup melemah 0,11% ke level Rp14.632 per dolar AS pada Kamis, 16 Juli 2020, dan kembali dibuka melemah Rp14.780 per dolar AS pada hari ini.

“Rupiah bergerak melemah bukan karena penurunan suku bunga acuan BI, melainkan disebabkan oleh tren yang memang melemah akibat semakin besarnya potensi terjadinya second wave pandemi COVID-19,” ujarnya pada TrenAsia.com hari ini.

Menurutnya, gelombang kedua pandemi ini akan berdampak negatif kepada perekonomian global, tak terkecuali perekonomian di domestik.

Meskipun demikian, Piter memprediksi nilai rupiah akan bergerak melemah, tetapi tetap dalam kisaran yang sempit. “Masih ada peluang rupiah akan kembali menguat setelah kekhawatiran masyarakat terhadap second wave tidak lagi tinggi,” ujarnya.

Dana Moneter Internasional atau IMF pun mengatakan bahwa pemulihan ekonomi akan terganggu apabila muncul gelombang kedua COVID-19.

“Kita belum keluar dari bahaya,” ungkap Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dikutip Reuters, Kamis, 16 Juli 2020.

Menurutnya, meskipun anggota G20 dan negara-negara lain telah menempuh langkah fiskal serta suntikan likuiditas dengan mengalokasikan dana sebesar US$11 triliun, pijakan tersebut tidak akan cukup jika gelombang baru pandemi COVID-19 yang lebih besar terjadi.

Untuk memastikan stabilitas, kata Georgieva, dibutuhkan koordinasi yang berkelanjutan antarbank sentral, serta dukungan dari lembaga keuangan internasional.

“Regulasi juga harus mendukung penggunaan modal yang fleksibel untuk menjaga jalur kredit tetap terbuka untuk bisnis,” ungkapnya.

Terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi titik kontraksi perekonomian Indonesia pada kuartal II tahun ini akan berada di level 3,8% atau dalam kisaran negatif 3,5% hingga negatif 5,1% akibat COVID-19.

“Di kuartal II kami menggunakan titik di minus 3,8 persen atau dalam range antara minus 3,5% hingga minus 5,1%,” kata Sri Mulyani.

Untuk ekonomi Indonesia pada kuartal I-2020, kata Menkeu, hanya mampu mencapai 2,97% sudah termasuk penurunan cukup drastis karena rerata mampu tumbuh hingga 5%. “Ini penurunan cukup tajam dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan kita yang berada di atas 5 persen,” tegasnya.

Sri Mulyani memastikan pemerintah akan mendorong perekonomian sehingga terjadi pemulihan pada kuartal III yang diproyeksi bakal membaik sekitar minus 1% hingga tumbuh positif 1,2%. Untuk kuartal IV, Sri Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di zona positif 1,6% hingga 3,2%.