Karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau biasa dikenal Sritex.
Nasional

Gelombang PHK di Industri Tekstil Bayangi Program 19 Juta Lapangan Kerja Prabowo-Gibran

  • Industri tekstil, yang merupakan salah satu pilar penting dalam ekonomi Indonesia, kini berada dalam situasi krisis. Beberapa perusahaan besar telah mengalami kebangkrutan, berimbas pada ratusan ribu karyawan yang terancam kehilangan pekerjaan.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di industri tekstil nasional. Hal ini bisa  mengancam keberhasilan program pemerintahan Prabowo Subianto dalam menciptakan lapangan pekerjaan. 

Banjir produk tekstil impor, termasuk barang-barang yang masuk secara ilegal dan sulit untuk dikendalikan, membuat produk dalam negeri kalah bersaing dan memperberat beban industri tekstil yang sudah tertekan secara finansial.

Industri tekstil, yang merupakan salah satu pilar penting dalam ekonomi Indonesia, kini berada dalam situasi krisis. Beberapa perusahaan besar telah mengalami kebangkrutan, berimbas pada ratusan ribu karyawan yang terancam kehilangan pekerjaan. 

Banyak Pabrik Bankrut

Kasus yang mencolok adalah kebangkrutan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu produsen tekstil terbesar di Indonesia. Dengan utang yang melampaui aset, Sritex dinyatakan pailit dan berpotensi merumahkan sekitar 50 ribu karyawan.

Kondisi serupa juga dialami oleh PT Primissima (Persero), perusahaan tekstil milik negara, yang baru-baru ini mengumumkan pemecatan 402 karyawan. PT Pandanarum Kenangan Textil (Panamtex) juga mengalami status pailit, dimana sekitar 510 karyawan kehilangan pekerjaan meski perusahaan tersebut masih beroperasi secara terbatas.

Gelombang PHK ini tidak hanya menghantui sektor tekstil. Data dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa hingga September 2024, lebih dari 52.993 pekerja dari berbagai sektor telah terkena PHK. 

Sektor manufaktur mencatatkan angka tertinggi dengan 24.014 kasus, disusul sektor jasa dengan 12.853 kasus, dan sektor pertanian-kehutanan-perikanan dengan 3.997 kasus. 

"Saya ingin beri informasi juga bahwa ada beberapa tekstil tutup di Jawa Tengah di Karanganyar estimasi 1.500 orang sudah kena PHK, di Semarang 8.000 orang di-PHK, terakhir di Pekalongan satu pabrik tekstil sudah 700 di-PHK," ujar Anggota DPD RI, Casytha Arriwi Kathmandu, saat rapat kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Gedung DPD, Jakarta, dikutip Senin, 28 Oktober 2024.

Tantangan bagi Pemerintah Prabowo-Gibran

Kondisi ini menghadirkan tantangan signifikan bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yang berkomitmen untuk menciptakan 19 juta lapangan kerja baru hingga tahun 2045. 

Gelombang PHK yang terus berlangsung di sektor tekstil dapat menghambat pencapaian target ambisius ini, terutama jika sektor lain turut mengalami tekanan dan mulai melakukan pengurangan tenaga kerja.

Pemerintah saat ini tengah mempertimbangkan berbagai langkah untuk menyelamatkan industri tekstil, termasuk memperkuat pengawasan terhadap impor tekstil ilegal. Namun, di tengah ancaman PHK yang semakin besar, pengawasan dan kebijakan dukungan untuk industri dalam negeri harus ditingkatkan guna menghindari kerugian lebih lanjut.

Upaya Menjaga Stabilitas Lapangan Kerja di Industri Tekstil

Untuk menjaga stabilitas lapangan kerja di industri tekstil, langkah konkret dalam mengatasi banjir produk impor dan memberdayakan industri tekstil dalam negeri sangat dibutuhkan. 

Selain memperketat regulasi impor ilegal, industri tekstil nasional juga memerlukan bantuan investasi dan stimulus agar dapat menguatkan daya saingnya di tengah tekanan pasar global.

Sinergi dari berbagai kementerian menjadi kunci untuk mengatasi masalah ini. Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Ketenagakerjaan harus bekerja sama untuk mendukung kebijakan yang pro-industri lokal. 

"Kita akan minta pencegahan illegal import ke Kepolisian dan Bea Cukai,"

Melalui peningkatan investasi, pelatihan keterampilan bagi pekerja, dan dukungan keuangan bagi perusahaan, pemerintah dapat membantu mengurangi dampak negatif dari PHK massal.

Jika pemerintah dapat menjaga stabilitas lapangan kerja dan mengatasi tantangan ini, harapan untuk menciptakan 19 juta lapangan pekerjaan baru dapat lebih realistis dan berkelanjutan. 

Pemerintah juga perlu membangun kesadaran akan pentingnya produk lokal agar masyarakat lebih memilih untuk menggunakan produk dalam negeri, sehingga dapat mendukung keberlangsungan industri tekstil nasional.

Dengan langkah-langkah strategis dan kolaborasi yang efektif, diharapkan industri tekstil Indonesia dapat bangkit kembali, mengurangi angka PHK, dan berkontribusi secara signifikan terhadap perekonomian nasional. 

Situasi ini menjadi momen krusial bagi pemerintah untuk menunjukkan komitmennya dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan industri dan penciptaan lapangan kerja.