<p>Fitur Zero-click Checkout  Kredivo di Bukalapak/ Kredivo</p>
Gaya Hidup

Gen Z dan Y Jangan Terjerat BNPL, Simak Bahayanya!

  • Dalam studi bertajuk “BNPL: Generation Z's Dilemma on Impulsive Buying and Over Consumption Intention oleh Salsabilla Luay Natswa dan Della Ayu Zonna Lia” ditemukan fakta bahwa BNPL memicu perilaku impulsive buying dan overconsumption.
Gaya Hidup
Yosi Winosa

Yosi Winosa

Author

JAKARTA - Generasi Z (kelahiran 1997-2012) dan Y (kelahiran 1981-1996) mendominasi penggunaan metoda pembayaraan buy now pay later atau BNPL, berdasarkan studi PYMNTS. Diperkirakan, 44% generasi Z (usia 11-26 tahun) memilih metode pembayaran BNPL sepanjang 2022 lalu. Sementara 37% generasi milenial (usia 27-42) memilih metode pembayaran BNPL.

BNPL sendiri sudah menjadi pilihan utama (56%) metode pembayaran di kalangan konsumen dibanding kartu kredit misalnya. Hal ini lantaran berbagai kemudahan yang ditawarkan seperti kepraktisan, proses approval yang sederhana dan minimnya bunga pinjaman.

Dalam studi bertajuk “BNPL: Generation Z's Dilemma on Impulsive Buying and Over Consumption Intention oleh Salsabilla Luay Natswa dan Della Ayu Zonna Lia” ditemukan fakta bahwa BNPL memicu perilaku impulsive buying dan overconsumption.

“BNPL juga mendukung stereotipe Gen Z yang cenderung ingin mendapatkan segala sesuatu secara instant (instant gratification), yang mana mereka bisa menikmati suatu barang tanpa harus mengeluarkan effort seperti menabung terlebih dahulu misalnya,” tulis Salsabilla dikutip Kamis, 19 Januari 2023.

Tercatat, saat ini ada belasan penyedia paylater di Indonesia di antaranya Traveloka, Tokopedia, Shopee, Bukalapak, Gojek, OVO, LinkAja, Dana, Kredivo, Akulaku, Taralite dan sebagainya, membuat pilihan bagi masyarakat kian beragam.

Gen Z berusia 17 hingga 26 tahun yang sudah memiliki KTP kerap menjadi target konsumen peer-to-peer secara umum untuk penetrasi paylater.

Yang lebih berbahaya, menurut Salsabilla, mayoritas gen Z adalah pelajar yan belum berpenghasilan tetap. Mereka perlu memiliki literasi keuangan lebih baik. 

“Lebih baik diedukasi agar menabung sedikit demi sedikit dan menunda pembelian, dari pada memaksakan dengan BNPL akan menjadi bumerang nantinya saat harus membayar beserta dengan bunga tagihannya,” tambah Salsabilla.

Belum banyak dipahami juga oleh Gen Z adalah risiko ketika terjadi gagal bayar. Saat konsumen gagal bayar, pihak penyedia paylater akan menurunkan tim collection yang biasanya diprovide pihak eksternal, untuk menghubungi (menagih) ke kontak darurat yang didaftarkan konsumen untuk menanyakan lokasi konsumen, menagih ke rumah ataupun ke kantor konsumen.

Tak berhenti di situ, collection juga akan menghubungi dan mengunjungi relasi konsumen jika dirasa perlu. Collection juga bisa menyebar data pribadi konsumen jika konsumen mengizinkan platform untuk mengakses lokasi dan kontak.

Buntut Panjang

Senada dengan Salsabilla, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengutarakan, untuk paylater sebaiknya diberi batasan umur karena rendahnya literasi peminjam bisa berdampak jangka panjang.

"Misalnya, ada anak muda usia baru 17 tahun karena sudah punya KTP coba-coba apply paylater," kata Bhima.

Bhima menjelaskan, ketika kredit macet karena memang belum berpenghasilan dan mungkin tidak komunikasi dengan orang tua, imbasnya pelajar tadi akan masuk blacklist BI checking atau yang kini menjadi SLIK OJK. Saat masuk blacklist nanti mau pinjam KPR dan kendaraan bermotor atau kredit usaha akan otomatis ditolak bank.

Menurut Bhima, praktik paylater tanpa edukasi keuangan yang memadai juga berisiko tinggi sebabkan anak muda makin konsumtif.

"Jadi, OJK sebaiknya setting saja batasan umur atau syarat paylater sudah memiliki pekerjaan jadi tidak sembarangan coba coba dengan kemampuan bayar yang rendah," kata Bhima.