(Kiri ke Kanan): Chief Executive Officer KlikA2C Djoemingin Budiono, Chief Operation Officer KlikA2C Bong Elysabet, dan Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah saat peresmian rebranding KlikACC menjadi KlikA2C di Jakarta, Selasa, 23 November 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Fintech

Gencar Bidik UMKM, Jumlah Peminjam Fintech Lending Tembus 71 Juta Akun

  • Tergolong sebagai industri baru, fintech peer to peer (P2P) lending sudah memiliki 71 juta peminjam (borrower) dan 789.000 pemberi pinjaman (lender)

Fintech

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Tergolong sebagai industri baru, fintech peer to peer (P2P) lending sudah memiliki 71 juta peminjam (borrower) dan 789.000 pemberi pinjaman (lender) hingga saat ini.

Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Financial Technology Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tris Yulianta mengatakan, capaian ini membuktikan fintech P2P lending makin dipercaya masyarakat. Terutama, bagi usaha mikro kecil menengah (UMKM) sebagai sumber pendanaan.  

Tris mengatakan hal ini karena masih banyak UMKM yang belum mendapatkan akses ke fasilitas kredit perbankan.

“UMKM kita yang mencapai 64,2 juta pelaku UMKM berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) hingga 61 persen atau senilai Rp8.573,8 triliun. Sayangnya, 69,5 persen di antaranya belum pernah mendapatkan fasilitas kredit perbankan,” kata Tris dalam Investree Conference (i-Con) 2021, Kamis 9 Desember 2021.

Saat ini, kebutuhan pendanaan UMKM ditaksir mencapai Rp1.605 triliun. Rinciannya, usaha mikro Rp331 triliun, usaha kecil Rp534 triliun, dan usaha menengah Rp740 triliun atau 46% dari total kebutuhan pendanaan UMKM. 

Sementara, saat ini, fintech P2P lending telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp272,4 triliun sejak 2016. Adapun, sektor produktif menyedot porsi pinjaman sebesar Rp67 triliun atau 53,63% dari total penyaluran. 

Makin meningkatnya penyaluran ke sektor produktif, lanjut Tris, menggambarkan minat dan kepercayaan UMKM terhadap P2P lending. Bagi P2P lending, portofolio pinjaman ke sektor produktif juga dinilai baik untuk kelangsungan bisnis perusahaan. 

Empat Kendala

Kendati sudah menjangkau cukup banyak UMKM, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengungkapkan, ada empat kendala pelaku UMKM dalam mengakses pembiayaan secara formal. 

Pertama, kurangnya informasi karena UMKM tidak masuk audit lembaga perbankan, minim teknologi dan aset tidak dijamin. Kedua, adanya asimetris informasi yang berujung terjadinya credit rationing dari bank. 

Ketiga, adanya kondisi granularity atau karakter pembiayaan UMKM yang selama ini jumlahnya banyak, namun tersebar dengan jumlah pembiayaan yang kecil-kecil. Keempat, meningkatnya monitoring cost perbankan, sehingga mengurangi efisiensi lembaga keuangan.

Atas dasar itu, pemerintah memiliki strategi dan kebijakan untuk meningkatkan inklusi keuangan 2022-2024. Di antaranya meningkatkan rasio kredit perbankan untuk UMKM menjadi 30%, meningkatkan pembiayaan LPDB (lembaga pengelola dana bergulir) kepada koperasi.

Lalu, mendorong pembiayaan umkm non bankable oleh LKBB (lembaga keuangan bukan bank), membentuk SMI development fund untuk wirausaha pemula atau start up. Hingga skema pembiayaan koperasi dan UMKM credit scoring dengan memanfaatkan SPK (surat perintah kerja) sebagai agunan.