Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo saat mengikuti rapat kerja dengan Bandan Anggaran DPR RI di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 31 Mei 2022. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Makroekonomi

Genjot Ekonomi, BI Guyur Insentif Likuiditas Rp268 T untuk Perbankan

  • Potensi pertumbuhan sektor perbankan yang didukung oleh kredit dapat mencapai dua digit, berkisar antara 11 hingga 13%.

Makroekonomi

Distika Safara Setianda

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memberikan insentif likuiditas sebesar Rp268 triliun kepada perbankan dengan tujuan memperluas pemberian pinjaman. 

Kebijakan ini sebagai bagian dari kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM). Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyampaikan dari total insentif tersebut, perbankan baru menggunakan Rp150 triliun.

“Jadi masih ada sekitar insentif Rp100-an triliun yang tersedia bagi pihak perbankan yang bisa digunakan untuk memperluas pinjaman. Semakin banyak pinjaman yang diberikan maka akan semakin besar knsentif likuiditas kami berikan,” ujar Perry dalam Mandiri Investment Forum, pada Selasa, 6 Maret 2024.

Perry meyakinkan, kebijakan makroprudensial tersebut akan terus diterapkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Potensi pertumbuhan sektor perbankan yang didukung oleh kredit dapat mencapai dua digit, berkisar antara 11 hingga 13%.

“Kami akan memastikan insentif likuiditas akan dilanjutkan. Insentif atau KLM diberikan supaya perbankan bersedia memberikan pinjaman,” ujarnya.

Sebelumnya dilaporkan, Kebijakan KLM mulai berlaku sejak 1 Oktober 2023. Deputi Gubernur BI Juda Agung, menjelaskan Kebijakan KLM Tahap 4, terdapat peningkatan besaran pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) dari sebelumnya 2,8% dari dana pihak ketiga (DPK) bank menjadi 4%.

“Sehingga total insentif likuiditas yang diberikan diperkirakan akan mencapai Rp156 triliun yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan kredit pembiayaan,” kata Juda dalam Seminar Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM), di Jakarta, pada Rabu, 13 November 2023.

Nilai tersebut adalah hasil gabungan dari insentif pembiayaan perbankan kepada sektor tertentu sebesar 2%, insentif bagi bank yang menyalurkan pembiayaan inklusif sebesar 1,5%, dan insentif terhadap penyaluran kredit yang merupakan bagian terbesar, yaitu 0,5%.

Pertumbuhan Ekonomi

Sementara itu, Perry memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,1% pada tahun 2024. Prediksi ini dipengaruhi oleh efek dari pemilihan umum presiden (Pilpres) yang hanya berlangsung dalam satu putaran.

“Untuk tahun mendatang (ekonomi) akan mencapai sekitar 4,8% sampai 5,6%,” ujarnya.

Perry optimis terhadap prospek ekonomi Indonesia pada tahun 2024 dan 2025. Pertumbuhan ini akan didukung oleh ekspor, konsumsi domestik, dan investasi. Oleh karena itu, dia mendorong para investor untuk mulai berinvestasi di Indonesia tanpa perlu menunggu atau mengamati kondisi di dalam negeri secara berlebihan.

“Jangan menunggu, kita sudah melihat semuanya, jadi jangan menunggu lagi. Karena kalau kita investasi saat ini, maka peluang untuk dapatkan keuntungan akan lebih tinggi dibandingkan hanya sekedar menunggu dan menunggu saja,” ujarnya.