<p>Kantor Pusat PT Bank Jago Tbk yang sahamnya dibeli Gojek Indonesia / Dok. Bank Jago</p>
Bursa Saham

Gojek Borong Saham Bank Jago Rp2,25 T, Pengamat: Langkah Tepat!

  • Pengamat pasar modal dari Finvesol Consulting, Fendy Susiyanto menilai strategi Gojek melebarkan sayap ke perbankan digital merupakan langkah yang tepat.

Bursa Saham

Drean Muhyil Ihsan

JAKARTA – PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek Indonesia) menambah kepemilikan saham sebanyak 1,96 miliar lembar di PT Bank Jago Tbk (ARTO). Transaksi itu dilakukan melalui PT Dompet Karya Anak Bangsa (GoPay) dengan nilai Rp1.150 per lembar atau total Rp2,25 triliun.

Kini Gojek telah memiliki total 2,4 miliar saham Bank Jago dengan persentase sebesar 22,16% dari seluruh saham beredar. Sebelumnya, porsi kepemilikan saham Gojek di ARTO hanya 449,14 juta lembar atau 4,14%.

Pengamat pasar modal dari Finvesol Consulting, Fendy Susiyanto menilai strategi Gojek melebarkan sayap ke perbankan digital merupakan langkah yang tepat. Pasalnya, dapat menumbuhkan bisnisnya dengan menjadi solusi bagi jutaan pelaku usaha yang ada di dalam ekosistemnya.

Menurutnya, dengan ratusan ribu pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta jutaan mitra driver, Gojek membutuhkan peran perbankan untuk mendorong pelaku usaha tersebut memperbesar kapasitas bisnisnya dengan suntikan modal usaha.

“Sinergi Gojek dengan Bank Jago akan semakin memantapkan kehadiran sistem keuangan dan perbankan digital di Indonesia. Masuknya Gojek ke industri keuangan juga membuktikan bahwa bank masih memiliki posisi strategis dalam perekonomian,” jelas Fendi di Jakarta, Jumat 18 Desember 2020.

Fendi menjelaskan, kehadiran bank digital akan semakin penting mengingat infrastruktur di masyarakat sudah tersedia. Contohnya pengguna ponsel pintar dan jaringan infrastruktur telekomunikasi yang telah menjangkau hampir 80% populasi di berbagai wilayah di Indonesia.

Potensi Pasar Ekonomi Digital

Ia menilai, dengan penetrasi pengguna smartphone di Indonesia mencapai lebih dari 200 juta, maka pasar ekonomi digital sangat besar. Sedangkan, katanya, investasi Gojek juga terjadi pada waktu yang tepat, yakni memanfaatkan terjadinya akselerasi digitalisasi selama masa pandemi.

Peran strategis bank sebagai lembaga intermediasi, sambung Fendi, akan menemukan momentumnya melalui digitalisasi produk dan layanan. Jutaan UMKM dan masyarakat yang selama ini belum mendapatkan akses bank, dapat dengan mudah dijangkau hanya dengan smartphone.

“Gojek sudah punya ekosistem bisnis yang matang dengan jutaan pengguna, jutaan driver dan ratusan ribu UMKM. Sebagai pemimpin pasar, masuknya Gojek tentunya akan mendorong percepatan bisnis Bank Jago, mengingat infrastruktur dan pasarnya sudah siap. Biaya untuk mendapatkan nasabah baru juga lebih efisien,” ungkap Fendi.

Potensi perbankan digital di Indonesia memang sangat cerah. Selain populasi yang sangat besar, Indonesia juga memiliki fundamental ekonomi yang kuat.

Pada tahun 2030, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia diproyeksikan mencapai US$10,1 triliun dan menjadi negara ke-empat dengan ekonomi terbesar di dunia versi Standard Chartered.

Dengan potensi pasar inilah banyak lembaga keuangan dunia berambisi untuk masuk ke Indonesia. Bahkan sejumlah lembaga yang mendapatkan lisensi bank digital di Singapura belum lama ini diyakini menjadikan Indonesia sebagai target utama.

Menurut Fendi persaingan perbankan akan semakin ketat dengan hadirnya layanan dan produk berbasis digital. Oleh sebab itu, Indonesia memiliki kepentingan untuk melahirkan bank-bank digital yang kuat dan kompetitif.

“Dengan sumber daya dan pengalaman yang ada, SDM lokal punya kapasitas untuk melahirkan bank digital lokal yang besar. Bank Jago salah satu yang didukung SDM yang sudah terbukti karyanya di industri perbankan nasional,” imbuh pengelola podcast OmFin Channel ini. (SKO)