Gojek-Tokopedia Mau IPO, Lo Kheng Hong Ngaku Ogah Beli Saham Teknologi
Lo Kheng Hong menyebut dirinya sebagai seorang investor yang sangat konservatif.
Pasar Modal
JAKARTA – GoTo, entitas hasil penggabungan bisnis (merger) dua perusahaan raksasa digital lokal, Gojek dan Tokopedia berencana melantai di bursa saham. Hal ini pun ditanggapi oleh investor ritel kawakan Tanah Air, Lo Kheng Hong.
Melalui video pendek yang diunggah akun Instagram @lukas_setiaatmaja, Lo mengaku bahwa dirinya tidak tertarik membeli saham-saham dari sektor teknologi. Terlebih kepada perusahaan teknologi yang akan melangsungkan penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO).
“Yang pertama saya sudah tidak pernah membeli saham IPO 20 tahun lebih, karena tidak mungkin pemilik perusahaan dan penjamin emisi mau menjual di harga undervalue. Pasti mereka mau menjual harga IPO semahal-mahalnya,” ujarnya, dikutip Rabu 19 Mei 2021.
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
- Pemberdayaan Perempuan di Perusahaan Jepang Masih Alami Krisis Pada Tahun 2021
Lo menyebut dirinya sebagai seorang investor yang sangat konservatif. Oleh sebab itu, penting baginya untuk melihat fundamental suatu perusahaan sebelum memutuskan berinvestasi di emiten tersebut.
Menurutnya, hal ini berbanding terbalik dengan yang ditunjukkan oleh emiten-emiten teknologi unggulan saat ini cenderung memiliki valuasi yang tinggi. Di sisi lain, kinerja perusahaannya jauh dari kata memuaskan.
“Mana mungkin saya beli (saham) perusahaan teknologi yang valuasinya bisa 10 kali nilai buku, perusahaan masih rugi, untungnya masih negatif. Seperti Bank Jago mungkin PBV-nya (price to book value) 90 kali,” tambah dia.
Ia berpendapat bahwa perusahaan teknologi bervaluasi jumbo hanya membuat waktu break even point (BEP) semakin lambat jika tak sejalan dengan pertumbuhan laba yang signifikan.
Bahkan ia mencontohkan saham Tesla dengan PE (price to earning) ratio 1.000 kali, maka periode BEP baru akan terjadi selama 10 abad.
“Labanya dulu tunjukkan, kalau labanya besar, harganya murah, baru saya beli. Saya tidak mungkin beli saham Tesla dengan PE 1.000 kali,” imbuhnya.
Lo bilang, saham-saham teknologi seperti itu lebih cocok untuk fund manager. Pasalnya, sebagai pengelola dana masyarakat, fund manager tidak akan dirugikan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di kemudian hari.
“Saham teknologi itu buat para fund manager karena mereka kelola uang orang lain, bukan uang mereka sendiri, kalau rugi pun enggak apa-apa, mereka tetap untung,” pungkasnya. (SKO)