Golkar Usul Pemilihan Kepala Daerah Lewat Konsep Konvensi
- Partai Golkar mengusulkan mekanisme baru pemilihan kepala daerah melalui DPRD dengan pendekatan semi-konvensi. Usulan ini nantinya melibatkan survei masyarakat untuk menjaring calon potensial, yang kemudian dipilih oleh DPRD sebagai perwakilan rakyat.
Nasional
JAKARTA - Partai Golkar mengusulkan perubahan mekanisme pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan pendekatan baru.
Ketua DPP Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, mengungkap usulan tersebut akan melibatkan proses konvensi untuk menjaring calon kepala daerah, dengan mempertimbangkan hasil survei masyarakat sebagai indikator utama kelayakan.
"Jadi semacam ada proses ya setengah konvensi lah, semacam begitu. Ini contoh ya, contoh," terang Bahlil kala memberikan pidato refleksi kinerja Partai Golkar 2024 di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, dikutip Rabu, 1 Januari 2024.
Menurut Bahlil, hasil survei masyarakat akan digunakan untuk menyaring tokoh-tokoh potensial yang layak mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Nama-nama tersebut kemudian diserahkan kepada DPRD untuk dipilih secara langsung. Dengan demikian, DPRD akan berfungsi sebagai perpanjangan tangan rakyat dalam menentukan pemimpin daerah.
- Pukulan Terakhir Joe Biden Untuk Putin
- PIK 2 Banyak Masalah, Pihak Aguan Belum Ajukan KKPR
- Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 8% Tahun 2029, Prabowo Siapkan 8 Strategi Ini
"Golkar kan partai yang berpengalaman kalau disuruh buat konvensi dan dieksekusi hasilnya. Kalau partai yang lain belum tentu kan, kira-kira begitu," tambah Bahlil.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyambut baik wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Tito menyoroti tingginya biaya dan potensi konflik dalam pilkada langsung sebagai alasan utama mendukung perubahan ini. Namun, Tito juga menekankan pentingnya kajian mendalam dari berbagai pihak, termasuk DPR dan kalangan akademikus, sebelum mengimplementasikan mekanisme baru tersebut.
Plus Minus Pilkada Dipilih DPRD
Wacana ini memunculkan berbagai tanggapan. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, menilai pemilihan gubernur oleh DPRD memiliki sisi positif dan negatif. Di satu sisi, mekanisme ini dianggap lebih efektif dan dapat mengurangi dampak negatif seperti politik uang dan politisasi bantuan sosial. Di sisi lain, ada kekhawatiran mengenai legitimasi kepala daerah yang dipilih tanpa melibatkan langsung suara rakyat.
Sistem pilkada langsung selama ini dianggap mendukung desentralisasi dan otonomi daerah, sehinggga memungkinkan masyarakat berperan aktif dalam memilih pemimpin yang mampu memajukan daerah. Namun, berbagai dampak negatif dari pilkada langsung, seperti politik transaksional, dinilai bertentangan dengan tujuan desentralisasi tersebut.
- Pukulan Terakhir Joe Biden Untuk Putin
- PIK 2 Banyak Masalah, Pihak Aguan Belum Ajukan KKPR
- Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 8% Tahun 2029, Prabowo Siapkan 8 Strategi Ini
"Ada plus minusnya. Secara efektif efisien memang lebih simpel, tetapi (soal, red) legitimasi ini loh," ungkap Aria Bima kala mengisi kegiatan Parlemen Kampus 2024 di Universitas Diponegoro Semarang, 4 Desember 2024 yang lalu.
Sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah, peran gubernur dianggap strategis. Oleh karena itu, mekanisme pemilihan mereka perlu mempertimbangkan keseimbangan antara efektivitas administratif dan partisipasi publik.
Wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD dengan pendekatan konvensi ini memerlukan kajian mendalam. Pihak-pihak terkait perlu menggali lebih banyak masukan sebelum memutuskan perubahan besar ini, demi menjamin keberlanjutan demokrasi dan otonomi daerah yang sehat di Indonesia.