Pedagang melayani calon pembeli di kiosnya pusat grosir tekstil Pasar Tanah Abang, Jakarta, Jum'at, 20 Mei 2022. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Nasional

Gonjang-ganjing Tekstil dan Kegelisahan Soekarno

  • Ratusan, ribuan, laksaan blok saban tahun diangkut kapal menudju ke Indonesia. Laksaan blok saban tahun habis terjual di pasar-pasarnya Marhaen di kota dan di desa, disebabkan kwaliteitnja jang bagus, harganja jang rendah,
Nasional
Amirudin Zuhri

Amirudin Zuhri

Author

JAKARTA-Dalam beberapa hari terakhir pemberitaan tentang gonjang-ganjing industri tekstil dan dan produk tekstil (TPT) mencuat. 

Puluhan ribu pekerja sektor ini telah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Bahkan sektor ini terancam gulung tikar.

Penyebab utamanya adalah membanjirnya produk impor terutama dari China. Negara ini memberlakukan dumping ke produknya hingga bisa dijual murah di Indonesia. Sementara pemerintah dinilai tidak melindungi produk dalam negeri. Yang lebih mengejutkan, ketika industri tekstil dalam sekarat, China dilaporkan akan membuka pabrik tekstilnya di Indonesia. Ini jelas akan mendorong industri dalam negeri semakin mendekati bibir jurang kematian.

Apa yang terjadi sekarang ini mengingatkan kekhawatiran seorang Soekarno. Proklamator Indonesia. Bahkan sebelum Indonesia merdeka, Soekarno sudah gelisah dan marah dengan membanjirnya produk tekstil asing yang akhirnya mematikan usaha pribumi.

Kegelisahan Soekarno itu bisa dibaca dalam tulisannya berjudul ‘Impor dari Japan, suatu Rachmat bagi Marhaen?”. Tulisan tersebut menjadi bagian dari kumpulan tulisan Soekarno dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi. Sebelumnya tulisan tersebut dimuat di Surat Kabar Fikiran Rakyat tahun 1933.

Dalam tulisan tersebut Soekarno menyoroti membanjirnya produk tekstil dari Jepang yang sangat murah. “Kemeja 15 sen, handuk lima sen, saputangan dua sen, piring empat sen-dan begitu seterusnja!” tulis Soekarno dalam gaya ejaan lama.

Hal itu menurut Soekarno belum pernah terjadi sebelumnya. Jika dilihat sekilas, masuknya barang-barang dari Jepang ini sebagai seuatu deus ex machine. Layaknya dewa penolong dari kayangan.

“Memang seolah-olah Marhaen (rakyat jelata) pantas ikut bertampik sorak Dai Nippon Banzai. Japan yang paling djempol!” lanjut Soekarno. Padahal menurut Soekarno ada masalah besar menunggu dari kedatangan barang-barang murah tersebut.

Soekarno kemudian menggambarkan apa yang terjadi sebelumnya. “Pada masa lalu, kita memiliki perusahaan pertenunan yang jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia,” tulisnya. Barang-barang itu bahkan di bawa ke luar jawa dan  Belanda. 

Seiring waktu Belanda  mendapatkan keuntungan besar dari kerja paksa di Indonesia. Ini menjadikan mereka mampu membangun pabrik-pabrik besar. Termasuk pabrik tekstil Twente. Selanjutnya produk mereka dibawa ke Indonesia. Harganya lebih murah dan kualitasnya lebih baik karena buatan pabrik. Tidak tenun tradisional. 

“Ratusan, ribuan, laksaan blok saban tahun diangkut kapal menudju ke Indonesia. Laksaan blok saban tahun habis terjual di pasar-pasarnya Marhaen di kota dan di desa, disebabkan kwaliteitnja jang bagus, harganja jang rendah,” katanya. 

Gulung Tikar

Kondisi ini menjadikan produksi tekstil lokal gulung tikar. Bukan itu saja, secara pelan namun pasti kemampuan rakyat untuk membuat kain menjadi hilang. Tidak ada lagi yang mau membuat tekstil karena pasti tidak akan laku.

Situasi ini dinilai Soekarno sama dengan barang murah dari Jepang. Dalam pandangannya, Soekarno menyebut keduanya adalah bentuk dari imperialisme. Hal ini tidak boleh dipuja-puja dan dianggap sebagi dewa penolong. 

 

“Awaslah awas, sekarang barang Japan murah. Sekarang barang Japan itu seakan-akan meringankan nasibmu, tetapi nanti kalau imperialism Japan itu sudah menang persaingannya dengan imperialism barat, nanti kalau dia sudah menggahahi sendiri seluruh pasar di benua Timur ini, nanti kalau ada konkurensi lagi dari barat, nanti dia akan naikan harga barangnya itu. Memahalkan barang-barangnya itu, memberatkan nasibmu sampai kepada dasar-dasarnya kamu punya kantong dan dasar-dasarnya kamu punya bakul nasi,” tutup Seokarno.

Sekarang mari terapkan kegelisanan Soekarno di Cara Memindahkan m-Banking BCA ke HP Baru Tanpa Perlu ke Bank