<p>Sari Roti adalah produk yang dibuat PT Nippon Indosari Corporindo Tbk. (ROTI). / Sariroti.com</p>
Industri

Grup Salim: Sari Roti Klaim Kinerja Q3 2020 Positif, Tapi Kok di Laporan Keuangan Beda

  • Emiten Grup Salim, PT Nippon Indosari Corporindo Tbk (ROTI) mengklaim bahwa perseroan telah menunjukkan kinerja positif pada kuartal III-2020. Namun, hal tersebut terlihat berbeda jika berkaca pada laporan keuangan produsen Sari Roti ini di laman Bursa Efek Indonesia (BEI).

Industri
Fajar Yusuf Rasdianto

Fajar Yusuf Rasdianto

Author

JAKARTA – Emiten Grup Salim, PT Nippon Indosari Corporindo Tbk (ROTI) mengklaim bahwa perseroan telah menunjukkan kinerja positif pada kuartal III-2020. Namun, hal tersebut terlihat berbeda jika berkaca pada laporan keuangan produsen Sari Roti ini di laman Bursa Efek Indonesia (BEI).

Mengacu laporan keuangan itu, laba bersih produsen Sari Roti justru terjungkal 66,44% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Nilainya Rp127,9 berbanding Rp211,7 pada kuartal III-2019.

Penurunan laba ini tidak hanya disebabkan oleh menurunnya penjualan neto perseroan menjadi Rp2,44 triliun dari sebelumnya Rp2,46 triliun. Tekanan juga ditambah beban usaha perseroan yang turut meningkat dari Rp1,15 trilun pada kuartal III-2019 menjadi Rp1,23 triliun.

Segmen roti tawar menyumbang penjualan terbesar senilai Rp1,91 triliun atau 78,27% dari total penjualan. Segmen ini juga menjadi penyumbang kenaikan penjualan terbesar dengan 6,7% dari sebelumnya Rp1,78 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Klaim Bos Nippon Indosari

Sementara itu, melalui keterangan resmi, Direktur Nippon Indosari Arlina Sofia rupanya enggan terlalu banyak menyoroti kinerja laba bersih perseroan. Berdasarkan penelusuran TrenAsia.com, tercatat hanya satu kali kata ‘laba’ tertulis dalam rilis resmi tersebut.

Frasa ‘laba bersih’ ditulis pada paragraf ketiga bersamaan dengan penyebutan nilai earning before interest, depreciation, and amortazition (EBITDA).

“Perseroan pun berhasil mempertahankan kinerja keuangan konsolidasi dengan EBITDA dan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk berturut-turut tercatat sebesar Rp308,6 miliar dan Rp127,2 miliar,” begitu bunyi kalimat kedua pada paragraf ketiga rilis Nippon Indosari, Jumat 23 Oktober 2020.

Sebaliknya, Arlina lebih banyak menyoroti kinerja perseroan dari sisi EBITDA yang diklaimnya sudah membaik. Menurut Arlina, EBITDA perseroan untuk wilayah Indonesia pada kuartal III-2020 telah tumbuh 20,9% secara triwulanan ke angka Rp96,7 miliar.

Sedangkan penjualan dari wilayah Indonesia, sambung dia, telah menyentuh Rp749,8 miliar atau tumbuh 1,9% dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.

“Dengan senantiasa melakukan analisa komprehensif terhadap daya beli, pola konsumsi, pola belanja dan pola aktivitas masyarakat Indonesia maka kami dapat menentukan strategi yang tepat dalam menghadapi tantangan usaha dan ketidakpastian pandemi COVID-19,” ungkap Arlina.

Strategi Perseroan

Masih dalam rilisnya, Arlina menyebut bahwa selama 9 bulan pertama 2020, penjualan dari kanal tradisional telah tumbuh 22% secara tahunan dengan nilai Rp701 miliar. Hal tersebut, kata dia, merupakan hasil dari penerapan strategi perusahaan yang fokus pada pasar potensial dengan cara pemesanan melalui WhatsApp dan ChatBot.

Namun demikian, kanal modern rupanya masih menjadi kontributor penjualan terbesar dengan capaian Rp1,67 triliun.

“Pada masa pandemi COVID-19, kanal modern dapat mempertahankan penjualan khususnya periode Juli-September tahun 2020 sebesar Rp505 miliar yang relatif stabil dibandingkan periode April-Juni 2020 didukung inisiatif promo dan marketing yang efektif,” papar Arlina.

Sedangkan untuk realisasi belanja modal atau capital expenditure (Capex), perseroan telah membelanjakan sedikitnya Rp361,6 miliar atau sekitar 90,4% serapan dari rencana tahun 2020.

Dana ini dianggarkan untuk pengembangan usaha, termasuk peningkatan kapasitas, penguatan jaringan distribusi, serta pembangunan pabrik baru. Pabrik baru tersebut berlokasi di Banjarmasin dan Pekanbaru yang ditargetkan bakal beroperasi pada kuartal I-2021.

Sejauh ini, aset Nippon Indosari terbilang masih cukup besar, yakni Rp4 triliun. Angka ini turun tipis dibandingkan aset perseroan pada periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu Rp4,68 triliun.

Namun begitu, likuiditas keuangan Nippon Indosari terbilang masih sehat mengingat total ekuitas perusahaan saat ini masih cukup tinggi yakni Rp2,69 triliun. Sedangkan liabilitasnya hanya Rp1,31 triliun.

Per 30 September 2020, saham ROTI digenggam oleh PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET) milik Anthoni Salim sebesar 25,77%. Disusul oleh Bonlight Investments Ltd 20,78%, Dementer Indo Investment Pte Ltd 19,64%, Pasco Shikishima Corporation 8,5%, dan publik 19,23%.

Anthoni Salim merupakan orang terkaya ke-6 di Indonesia versi Forbes 2019. Pria berusia 71 tahun ini ditaksir memiliki kekayaan senilai US$5,5 miliar atau setara Rp88 triliun.

Pada perdagangan Jumat 23 Oktober 2020, saham ROTI tercatat berada di harga Rp1.235 per lembar. Kapitalisasi pasar perseroan senilai Rp7,64 triliun. (SKO)