Gudang Garam Milik Orang Paling Tajir di Jatim Belum Minat Produksi Rokok Elektronik dan Vape
Salah satu pertimbangannya adalah belum adanya kepastian regulasi dari pemerintah terkait hasil produk tembakau lainnya (HPTL). Ketidakpastian dari pemerintah disinyalir karena masih pro dan kontranya rokok elektrik di seluruh dunia.
Industri
JAKARTA – PT Gudang Garam Tbk (GGRM) milik konglomerat paling tajir di Jawa Timur Susilo Wonowidjojo mengaku belum berniat berekspansi bisnisnya ke segmen rokok elektronik (e-cigarette) dan vape saat ini.
Susilo Wonowidjojo dinobatkan oleh majalah Forbes sebagai orang terkaya keempat di Indonesia. Dia ditaksir memiliki total nilai kekayaan mencapai US$6,6 miliar atau setara Rp96,88 triliun.
Meski begitu, emiten rokok berkode saham GGRM ini tidak menutup peluang ikut meramaikan pasar rokok elektronik yang saat ini mulai tumbuh di Indonesia.
“Kami tidak menutup mata terhadap e-cigarette namun untuk saat ini, kami belum memutuskan untuk masuk ke sektor e-cigarette dan akan terus memantau perkembangannya,” kata Direktur & Corporate Secretary Gudang Garam Heru Budiman dalam laporan paparan publik di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis, 27 Agustus 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Heru mengakui salah satu pertimbangannya adalah belum adanya kepastian regulasi dari pemerintah terkait hasil produk tembakau lainnya (HPTL). Ketidakpastian dari pemerintah disinyalir karena masih pro dan kontranya rokok elektrik di seluruh dunia.
“Opini pakar berbeda-beda, di satu sisi dikatakan e-cigarette merupakan alternatif berhenti merokok. Di sisi lain dikatakan e-cigarette dapat menjadi ‘jembatan’ bagi orang yang sebelumnya tidak merokok menjadi perokok.”
Di samping itu, pasar rokok elektronik juga masih terbilang kecil dibandingkan dengan rokok kovensional. Dalam postur penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) 2019, rokok elektronik baru menyumbang kurang dari 1% dari total penerimaan CHT senilai Rp164,9 triliun pada 2019.
Kontribusi Cukai
Walaupun kecil, kontribusi cukai rokok elektronik sejak dikenakan pada 2018 terus memperlihatkan tren positif. Pada 2018, cukai rokok elektronik telah berkontribusi sebesar Rp154 miliar dan pada 2019 berlipat menjadi Rp426,6 miliar.
Dengan demikian, Gudang Garam masih fokus pada lini bisnis yang sudah ada. Apalagi, kenaikan cukai tahun lalu serta pandemi COVID-19 masih belum memberikan ruang maupun cuan bagi perseroan saat ini.
Pada paruh pertama 2020, Gudang Garam mencatat kenaikan penjualan sebesar 1,7% meski volume penjualan turun. Hal ini timbul dari penurunan volume dan kenaikan harga jual yang terdorong oleh kenaikan cukai.
Kenaikan terbesar dalam biaya pokok penjualan adalah beban cukai, di mana untuk sigaret kretek mesin (SKM) naik 26% dan sigaret kretek tangan (SKT) naik 12% tahun ini.
“Kenaikan beban cukai tersebut belum kami teruskan seluruhnya dalam kenaikan harga jual, sehingga marjin laba bruto Gudang Garam menurun.”
Adapun produk andalan penyumbang penjualan perseroan adalah kategori SKM full flavoured (FF) seperti Surya dan Gudang Garam. Secara keseluruhan, keduanya mengalami penurunan volume namun tetap menempati porsi yang dominan.
Volume SKT perseroan mengalami peningkatan sebesar 7,5% dari 4,2 miliar batang menjadi 4,5 miliar batang di paruh pertama 2020 dibandingkan 2019. Segmen SKM FF mengalami penurunan dari 38,3 miliar batang menjadi 35,8 miliar batang.
Segmen SKM low tar & low nicotine (LTLN) turun paling dalam yaitu dari 4,2 miliar batang turun menjadi 2,3 miliar batang. Secara keseluruhan, volume penjualan paruh pertama 2020 turun sebesar 8,8% dari 46,6 miliar batang menjadi 42,5 miliar batang. (SKO)