Gugatan Indonesia Soal Sawit di WTO Sukses Bikin KO Eropa
- Kebijakan yang membatasi akses pasar untuk produk biofuel berbahan dasar kelapa sawit dari Indonesia tersebut, dianggap tidak berdasar pada analisis yang objektif terhadap dampak lingkungan, melainkan lebih pada kepentingan ekonomi Eropa
Nasional
JAKARTA - Panel Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) telah mengeluarkan putusan yang mendukung Indonesia dalam sengketa dengan Uni Eropa (UE) terkait diskriminasi terhadap biofuel berbahan kelapa sawit. Panel WTO menyatakan bahwa UE telah melakukan diskriminasi terhadap biofuel dari Indonesia dibandingkan dengan produk serupa seperti rapeseed dan bunga matahari dari UE, serta kedelai dari negara lain.
Menteri Perdagangan Indonesia, Budi Santoso, mengkritik kebijakan UE terkait kelestarian lingkungan yang dianggapnya sebagai bentuk proteksionisme. Menurutnya, kebijakan ini lebih banyak dipengaruhi oleh upaya UE untuk melindungi industri dalam negeri mereka daripada keinginan yang tulus untuk menjaga lingkungan.
"Kami harap, di masa depan, negara mitra dagang lainnya tidak memberlakukan kebijakan serupa yang berpotensi menghambat arus perdagangan global,” tegas Budi kala memberikan keterangan pers dikutip Jumat, 17 Januari 2024.
Kebijakan yang membatasi akses pasar untuk produk biofuel berbahan dasar kelapa sawit dari Indonesia tersebut, dianggap tidak berdasar pada analisis yang objektif terhadap dampak lingkungan, melainkan lebih pada kepentingan ekonomi domestik.
- Jepang Punya Green Newspaper, Koran yang Bisa Ditanam dan Tumbuh Jadi Tanaman
- Starship Milik Elon Musk Meledak, Simak Perbandingan Ukurannya dengan Roket Lain
- Tertinggi Sepanjang Masa, Simak Harga Emas Antam Terbaru
Setelah keputusan panel WTO, UE diwajibkan untuk menyesuaikan kebijakannya dalam rentang waktu 20 hingga 60 hari, kecuali terdapat keberatan dari pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa. Budi berharap, lewat putusan ini UE akan membuka kembali akses pasar bagi biofuel berbahan kelapa sawit Indonesia yang sempat terhambat oleh kebijakan proteksionis tersebut.
“Indonesia melihat kebijakan tersebut sebagai bentuk tindakan proteksionisme dengan dalih menggunakan isu kelestarian lingkungan yang sering didengungkan oleh Uni Eropa,” tambah Budi.
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk terus mengawasi perkembangan kebijakan UE dan memastikan peraturan baru yang dihasilkan sesuai dengan rekomendasi yang diberikan oleh WTO. Jika perubahan kebijakan yang diusulkan tidak memenuhi standar kepatuhan yang ditetapkan, Indonesia tidak akan ragu untuk mengajukan evaluasi melalui mekanisme compliance panel.
- Jepang Punya Green Newspaper, Koran yang Bisa Ditanam dan Tumbuh Jadi Tanaman
- Starship Milik Elon Musk Meledak, Simak Perbandingan Ukurannya dengan Roket Lain
- Tertinggi Sepanjang Masa, Simak Harga Emas Antam Terbaru
WTO Soroti Kelicikan UE
Selain itu, temuan panel WTO juga menyoroti ketidakpatuhan UE dalam meninjau data dan menerapkan kriteria kategori alih fungsi lahan berisiko tinggi (high ILUC-risk) serta kriteria sertifikasi low ILUC-risk dalam Renewable Energy Directive (RED) II. Delegated Regulation yang mengatur hal ini dinyatakan melanggar aturan WTO, mengingat bahwa penerapan kebijakan tersebut tidak didasarkan pada bukti ilmiah yang cukup, dan lebih cenderung untuk membatasi perdagangan biofuel Indonesia tanpa alasan yang jelas.
Budi juga menegaskan Indonesia akan terus memperjuangkan akses pasar sawit melalui berbagai forum internasional, dengan harapan bahwa kebijakan UE dapat diperbaiki dan menciptakan kondisi yang lebih adil untuk negara-negara produsen sawit, seperti Indonesia.
Sengketa ini bermula ketika Indonesia menggugat UE di WTO pada Desember 2019 dengan kasus yang dikenal sebagai DS593. Gugatan ini mencakup kebijakan RED II, Delegated Regulation UE, dan pembatasan akses pasar sawit di Prancis, termasuk pembatasan konsumsi biofuel berbahan sawit sebesar 7% dan penghentian penggunaannya secara bertahap.
Keberhasilan Indonesia dalam memenangkan sengketa ini di WTO merupakan hasil dari koordinasi intensif antara pemerintah, industri, asosiasi kelapa sawit, tim ahli, dan tim kuasa hukum.