Nampak sejumlah penumpang KRL Commuter Line di Jakarta, Selasa 20 Juni 2023. Pengguna KRL Commuter Line Jabodetabek kini tidak wajib mengenakan masker. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran (SE) Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Nomor 17 Tahun 2023 tentang Protokol Kesehatan Pelaku Perjalanan Orang Dengan Transportasi Kereta Api Pada Masa Transisi Endemi Covid-19. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Makroekonomi

Habis PPN Naik, Terbitlah Ide Bansos untuk Kelas Menengah

  • Sejumlah gagasan diapungkan pemerintah untuk mengantisipasi dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun depan. Terkini, pemerintah mewacanakan pemberian bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat kelas menengah dan rentan miskin.

Makroekonomi

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA—Sejumlah gagasan diapungkan pemerintah untuk mengantisipasi dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun depan. Terkini, pemerintah mewacanakan pemberian bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat kelas menengah dan rentan miskin.

Bantuan itu diklaim untuk mengantisipasi penambahan jumlah warga miskin usai kenaikan PPN. Wacana tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 26 November 2024. 

“Kategori kelas menengah dan rentan miskin itu harus diwaspadai. Ada berbagai keringanan-keringanan yang harus diberikan,” kata Cak Imin, sapaan akrabnya, dikutip dari Antara. Dia mendorong adanya berbagai jenis bantuan untuk membantu perekonomian masyarakat usai kenaikan PPN.

Cak Imin tak menampik intervensi itu salah satunya dengan pemberian bansos. Dia menyebut wacana perluasan bansos untuk kelas menengah sedang dibahas di internal pemerintah. “Sedang berproses,” tuturnya. 

Tak hanya bantuan langsung, Cak Imin mengatakan pemerintah turut mengupayakan program pemberdayaan sebagai “kail” agar warga dapat meningkatkan ekonomi secara mendiri. “Kami dorong menjadi berdaya. Jadi program-program pemberdayaan juga diperlukan.”

Meningkat jadi Rp100 Triliun

Muhaimin mengungkapkan saat ini warga miskin ekstrem di Indonesia berjumlah 2,3 juta penduduk atau 0,8% dari populasi Indonesia. Sedangkan jumlah waga miskin masih sejumlah 23-24 juta penduduk atau 8,3% dari populasi. 

Dalam kesempatan sebelumnya, Muhaimin mengapungkan harapan agar dana bansos dapat meningkat menjadi Rp100 triliun tahun depan. 

Pihaknya optimistis anggaran bansos bakal naik menyusul janji Prabowo Subianto yang akan melakukan efisiensi anggaran dari seluruh kementerian dan lembaga. “Presiden amat tegas ingin menutup segala jenis kebocoran anggaran. Kami harap tahun 2025 ada tambahan bantuan sosial, semoga bisa sampai Rp100 triliun,” ujarnya. 

Sementara itu, lembaga riset dan advokasi kebijakan, The PRAKARSA, menilai kenaikan tarif PPN menjadi 12% bakal semakin memberatkan kelas menengah ke bawah. Sebab, daya beli masyarakat Indonesia saat ini sedang menurun. 

“Deflasi yang tidak terkendali dapat menciptakan lingkaran deflasi di mana konsumsi menurun, pertumbuhan melemah, dan tekanan harga semakin besar. Kenaikan PPN hanya akan memperparah kondisi ini,” tutur peneliti The PRAKARSA, Samira Hanim dalam keterangan resminya. 

Samira menilai pemerintah mestinya belajar dari kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada 2022. Dia menyebut upaya itu terbukti gagal meningkatkan kinerja penerimaan pajak secara signifikan. “Rasio perpajakan terhadap PDB Indonesia di tahun 2023 justru menurun dari 10,39% di tahun 2022 menjadi 10,21% di tahun 2023,” tuturnya. 

Baca Juga: Daftar Barang dan Jasa Terdampak dan Tidak Terdampak PPN 12 Persen pada 2025

Rendahnya penerimaan pajak di Indonesia dinilainya tak hanya karena rendahnya tarif, tapi karena rendahnya kepatuhan dan penegakan hukum. Samira menambahkan tax ratio Indonesia masih di level 10,02% hingga Oktober 2024. 

Padahal pada 2022, rata-rata rasio pajak di kawasan Asia Tenggara sebesar 14,8% dan di kawasan Asia Pasifik sebesar 19,3%. Kajian World Bank juga menunjukkan bahwa kenaikan PPN tidak berdampak signifikan pada kenaikan penerimaan negara. 

Peneliti The PRAKARSA lain, Farhan Medio, mengatakan orang superkaya di RI justru membayar pajak dengan persentase yang lebih kecil dibandingkan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah yang mengandalkan pendapatan aktif.

Menurut dia, kebijakan kenaikan tarif PPN bersifat regresif di mana kelompok termiskin harus menanggung dampak yang lebih signifikan dibandingkan kelompok kaya. “Kebijakan ini justru berpotensi memperlebar kesenjangan ekonomi,” tuturnya.

Dia memandang penerapan pajak kekayaan (wealth tax) menjadi hal penting untuk menyeimbangkan beban pajak saat ini. Riset The PRAKARSA mengestimasi adanya potensi tambahan penerimaan negara sebesar Rp78,5 triliun hingga Rp155,3 triliun bila individu dengan kekayaan bersih lebih dari US$10 juta (Rp155 miliar) dikenai pajak kekayaan dengan tarif progresif 1 hingga 4%.