<p>Digital Transformation/ Opus Solution</p>
Ekonomi, Fintech & UMKM

Hadapi New Normal, Indonesia Perlu Tingkatkan Literasi Digital

  • Berlangsungnya masa pandemi COVID-19 membuat pola konsumsi masyarakat Indonesia mengalami perubahan. Adjunct Researcher Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gajah Mada Tony Seno Hartono menyebut, selain pola konsumsi, pola pikir masyarakat mengalami hal serupa. Survei yang dilakukan McKinsey terhadap pelaku konsumen di Indonesia selama masa pandemi menunjukkan, terdapat sebanyak 34% konsumen melakukan pembelian makanan secara online, […]

Ekonomi, Fintech & UMKM
Khoirul Anam

Khoirul Anam

Author

Berlangsungnya masa pandemi COVID-19 membuat pola konsumsi masyarakat Indonesia mengalami perubahan. Adjunct Researcher Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gajah Mada Tony Seno Hartono menyebut, selain pola konsumsi, pola pikir masyarakat mengalami hal serupa.

Survei yang dilakukan McKinsey terhadap pelaku konsumen di Indonesia selama masa pandemi menunjukkan, terdapat sebanyak 34% konsumen melakukan pembelian makanan secara online, sedangkan sebanyak 30% konsumen membeli kebutuhan dasar secara online.

Menurut Tony, pemanfaat teknologi digital yang semakin masif memaksa masyarakat, yang tadinya tidak pernah menggunakan teknologi, lalu menggunakan teknologi.

“Jadi, terjadi suatu era gagap teknologi bagi sebagian besar orang,” kata dia melalui telekonferensi Kamis, 28 Mei 2020.

Selain gagap teknologi, National Technology Officer di Microsoft Indonesia ini menegaskan, pemanfaatan teknologi digital harus diimbangi dengan perlindungan bagi para penggunanya terhadap adanya kemungkinan penipuan. Dia memaparkan, dalam kebiasaan berbelanja secara online, konsumen tidak mendapatkan perlindungan yang sama dengan saat berbelanja secara offline.

“Kalau misalnya dibilang barangnya ini kaus warna biru, kita bisa lihat di tokonya benar enggak warnanya biru, bahannya enak enggak. Hal-hal seperti itu secara natural sudah terlindung,” ujar dia.

Lebih lanjut, Tony mewaspadai terhadap maraknya kejahatan siber di tengah penggunaan teknologi yang kian masif. Menurut dia, pelaku kejahatan semakin banyak di tengah momentum COVID-19 lantaran orang-orang terpaksa melakukan belanja secara online.

“Kita lihat bahwa modusnya sama, modus penipuan itu sama, tetapi dengan momentum yang baru. Jadi, frekuensinya lebih banyak,” kata dia.

Tony memaparkan kejahatan-kejahatan siber yang terjadi sepanjang Februari hingga Mei atau selama masa pandemi COVID-19. Kejahatan siber tersebut meliputi, penipuan layanan pesan antar makanan, penipuan berkedok penjual di e-commerce, hingga penipuan lewat sosial media. Tony menyimpulkan, kejahatan siber bekerja dengan memanfaatkan kelemahan para pengguna layanan digital.

“Misalnya, kalau lihat harga, ini kok harga murah sekali, kaget, menjadi lemah, ambil barang itu,” terang Tony.

Peningkatan literasi menjadi sangat penting untuk menghindari kejahatan semacam itu. Magister Universitas Pelita Harapan ini mengungkapkan, saat ini pemahaman masyarakat terhadap dunia digital masih dalam tingkat rendah, yakni belum mengerti risiko yang dihadapi ketika memberlakukan fitur keamanan digital.

“Peningkatan literasi ada tingkat dasar, menengah, dan tingkat lanjutan. Pada intinya adalah kalau di masyarakat, ada di tingkat sangat bawah. Ini merupakan PR yang sangat besar, apalagi orang Indonesia sangat senang berbagi. Ini merupakan salah satu bahan bakar untuk serangan siber,” ujarnya.