Hadapi Tantangan Varian Omicron, OJK Tegaskan Lima Kebijakan Prioritas di tahun 2022
- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyadari bahwa pemulihan ekonomi nasional (PEN) masih dibayangi oleh berbagai tantangan ke depan, salah satunya penyebaran varian baru Omicron yang per 26 Januari 2022 telah menembus angka 7.010 kasus positif harian.
Nasional
JAKARTA -Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyadari bahwa pemulihan ekonomi nasional (PEN) masih dibayangi oleh berbagai tantangan ke depan, salah satunya penyebaran varian baru Omicron yang per 26 Januari 2022 telah menembus angka 7.010 kasus positif harian.
Untuk itu OJK menyiapkan lima kebijakan prioritas agar industri jasa keuangan bisa menjadi pendorong pemulihan ekonomi nasional.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso menyatakan Prioritas Kebijakan Pertama OJK adalah meningkatkan peran sektor jasa keuangan dalam mendukung percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional.
Dalam hal ini, kami mendorong adanya insentif bersama untuk: mendorong pembiayaan kepada sektor komoditas sesuai prioritas Pemerintah termasuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBL BB) dari hulu sampai hilir; dan stimulus lanjutan untuk mendorong kredit kepada sektor properti. 20.
“Prioritas Kebijakan Kedua, mempersiapkan sektor keuangan dalam menghadapi normalisasi kebijakan di negara maju dan domestik,” kata dia dalam keterangan resmi seperti dikutip Kamis, 27 Januari 2022.
- PLTSa Kapasitas 10 Mega Watt Putri Cempo Siap Beroperasi April 2022
- Bank Nobu Rights Issue, Star Pacific Hingga Konglomerat James Riady Jadi Pembeli Siaga
- Tertekan Pandemi, Rasio Modal BI Turun Jadi 8,13% di 2021
Ditambahkan, Prioritas Kebijakan Ketiga OJK adalah menyusun skema pembiayaan yang berkelanjutan di industri jasa keuangan untuk mendukung pengembangan ekonomi baru, antara lain dengan penerbitan Taksonomi Hijau 1.0 (One Point O) dan pendirian bursa karbon.
Taksonomi Hijau Indonesia yang telah di-launching langsung oleh Bapak Presiden pada 20 Januari 2022 lalu diharapkan menjadi dasar penyusunan kebijakan (insentif dan disinsentif) dari berbagai pemangku kepentingan, diantaranya Kementerian dan Lembaga, termasuk OJK.
Selain itu, Taksonomi Hijau juga menjadi pedoman untuk keterbukaan informasi, manajemen risiko, serta panduan dalam pengembangan produk dan jasa keuangan berkelanjutan yang inovatif bagi lembaga jasa keuangan dan emiten.
Kehadiran Taksonomi Hijau ini menjadikan Indonesia salah satu dari sedikit negara di dunia yang telah memiliki standar nasional terkait sektor ekonomi hijau, seperti Tiongkok, Uni Eropa, dan ASEAN.
“Terkait bursa karbon, saat ini kami bersama Pemerintah dan SRO (Bursa Efek Indonesia, Kustodian Sentral Efek Indonesia, dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia) sedang mengakselerasi kerangka pengaturan bursa karbon di Indonesia,” tambah Wimboh.
Pengembangan bursa karbon tentu sangat krusial mengingat potensi nilai transaksi perdagangan karbon yang cukup besar dimana perdagangan karbon ini membuka peluang bagi Indonesia untuk menerima pendanaan/investasi yang lebih luas, termasuk dari investor global terkait proyek-proyek hijau di Tanah Air.
Selain itu, adanya perdagangan karbon juga mendukung pencapaian target penurunan emisi karbon sebesar 41% dengan dukungan internasional dan 29% atas upaya sendiri yang telah dituangkan dalam Nationally Determined Contributions (NDC).
Adapun Prioritas Kebijakan Keempat yakni memperluas akses keuangan kepada masyarakat, khususnya UMKM untuk mencapai target penyaluran kredit UMKM dengan porsi sebesar 30% secara agregat pada tahun 2024 dan meningkatkan literasi keuangan serta perlindungan konsumen sektor jasa keuangan.
“Prioritas Kebijakan Kelima memperkuat kebijakan transformasi digital di sektor jasa keuangan agar sejalan dengan pengembangan ekosistem ekonomi digital,” kata Wimboh