Hadapi Tekanan, Bank Diminta Hati-Hati Jaga Kualitas Kredit
JAKARTA – Industri perbankan didorong untuk tetap berhati-hati dalam menjaga kualitas aset pada 2021. Tim riset PT Bank Mandiri (Persero) Tbk mengungkapkan, pemulihan ekonomi ke depan belum akan kembali normal. Pihaknya memprediksi, pertumbuhan kredit tahun ini berada di kisaran level 1-1,5%. Sementara itu, pada 2021 angkanya berkemungkinan untuk naik menjadi 5%. Adapun rasio kredit bermasalah […]
Industri
JAKARTA – Industri perbankan didorong untuk tetap berhati-hati dalam menjaga kualitas aset pada 2021.
Tim riset PT Bank Mandiri (Persero) Tbk mengungkapkan, pemulihan ekonomi ke depan belum akan kembali normal. Pihaknya memprediksi, pertumbuhan kredit tahun ini berada di kisaran level 1-1,5%. Sementara itu, pada 2021 angkanya berkemungkinan untuk naik menjadi 5%.
Adapun rasio kredit bermasalah atau Non-performing loan (NPL) diperkirakan tetap stabil, yakni 3-3,5% hingga akhir tahun.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
“NPL kemungkinan masih stabil sekitar 3 sampai 3,5 persen, disebabkan oleh berlanjurnya restrukturisasi kredit,” tulis manajemen dalam keterangan tertulis yang dikutip TrenAsia.com, Kamis, 26 November 2020. Di sisi lain, bank juga dinilai tetap selektif dalam menyalurkan kredit untuk menjaga kualitas aset.
Manajemen mengungkapkan, industri perbankan mengalami tekanan cukup besar akibat dampak pandemi. Bahkan, tantangan yang dihadapi kali ini lebih sulit ketimbang krisis moneter 1998-1999.
Pertumbuhan Kredit Melemah
Seperti diketahui, pertumbuhan kredit hingga September 2020 hanya tumbuh 0,12% year-on-year (yoy). Angka tersebut merupakan yang terendah sejak Mei 2002.
Pada saat yang sama, NPL juga cenderung menurun. Hingga Agustus 2020, NPL tercatat sebesar 3,22%, tertinggi selama empat tahun terakhir.
Meskipun demikian, NPL memang sempat turun pada September menjadi 3,15%. Hal ini disebabkan oleh restrukturisasi kredit yang terus berlanjut.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga 28 September 2020 total kredit yang direstrukturisasi mencapai Rp904,3 triliun. Kelonggaran tersebut diberikan kepada 7,5 juta debitur.
Untuk mendukung proses pemulihan ekonomi, OJK pun memperpanjang kebijakan ini hingga 2022. Meskipun demikian, perbankan tetap harus mempertimbangkan beberapa hal terkait pemberian restrukturisasi.
“Bank harus memperhatikan kriteria debitur yang layak mendapatkan perpanjangan,” ujarnya.
Selain itu, bank diminta untuk membentuk pencadangan terhadap debitur yang terdampak pandemi. Ini mesti sebelum menetapkan pembagian dividen.
Terakhir, OJK meminta bank untuk melaporkan stress testing terkait potensi penurunan kualitas kredit secara berkala.
Regulasi perpanjangan restrukturisasi tersebut ditargetkan bakal terbit pada akhir November 2020. Sementara itu, implementasinya akan dimulai saat ketentuan POJK 11/2020 berakhir pada Maret 2021.