Hampir Setujui Gencatan Senjata, Hassan Nasrallah Justru Meninggal
- Lebanon menyetujui gencatan senjata dengan berkonsultasi dengan Hizbullah. Ketua Parlemen Nabih Berri berkonsultasi dengan Hizbullah dan kami memberi tahu pihak Amerika dan Prancis tentang apa yang terjadi.
Dunia
BEIRUT - Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, menyetujui gencatan senjata sementara dengan Israel sebelum akhirnya gugur dalam serangan udara Israel di Beirut. Gencatan senjata ini merupakan hasil dari tekanan internasional setelah bentrokan sengit antara Hizbullah dan Israel yang semakin memanas di wilayah perbatasan Lebanon-Israel.
Gencatan senjata tersebut disetujui oleh kedua belah pihak setelah Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Presiden Prancis Emmanuel Macron mengeluarkan pernyataan bersama pada tanggal 25 September 2024 yang mendesak penghentian kekerasan.
Pemerintah Lebanon, setelah berkonsultasi dengan Hizbullah dan Ketua Parlemen Nabih Berri, menyetujui usulan tersebut dan menyampaikannya kepada AS dan Prancis. Di sisi lain, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, juga menyetujui langkah gencatan senjata ini.
- Ekonom Apresiasi Dampak Positif Cukai Rokok 0 Persen ke Industri
- Alasan Kenapa Aplikasi TEMU Mengancam Ekonomi Indonesia
- IHSG Hari Ini 03 Oktober 2024 Kembali Turun ke 7.543,83 Poin
“Dia (Nasrallah) setuju, dia setuju, Kami sepenuhnya sepakat. Lebanon menyetujui gencatan senjata dengan berkonsultasi dengan Hizbullah,” ungkap Menteri Luar Negeri Lebanon Abdallah Bou Habib, di Beirut Kamis, 3 Oktober 2024.
Dia menamabhakn . Ketua Parlemen (Lebanon) Nabih Berri berkonsultasi dengan Hizbullah dan kami memberi tahu pihak Amerika dan Prancis tentang apa yang terjadi. "Mereka mengatakan kepada kami bahwa Netanyahu juga menyetujui pernyataan yang dikeluarkan kedua presiden (Biden dan Macron),"
Lebanon Andalkan Amerika
Sebenarnya Lebanon mengandalkan bantuan AS untuk mengupayakan penyelesaian yang lebih luas. Namun, situasi berubah dramatis setelah Nasrallah wafat dalam serangan udara Israel di Beirut pada tanggal 27 September.
Kondisi ini menyulut amarah Hizbullah dan memicu amarah Iran hingga menimbulkan ketegangan baru di kawasan.
“Republik Islam Iran, dengan tegas, mengutuk tindakan agresif dan kriminal rezim Zionis dalam menyerang Lebanon selatan dan pembunuhan Sekretaris Jenderal Hizbullah,” tegas Kedubes Iran di Jakarta melalui pernyataan resmi.
Sebelum gencatan senjata, serangan roket dan serangan udara terjadi secara intensif antara Israel dan Hizbullah, yang kemudian disusul bentrokan darat pada tanggal 2 Oktober. Ketidakamanan ini memaksa banyak negara untuk mengevakuasi warganya dari Lebanon.
“Kami juga menegaskan tanggung jawab penuh dari pemerintah Amerika Serikat sebagai pendukung dan mitra dalam kejahatan internasional dan tindakan teroris rezim Zionis,” tambah pernyataan Kedubes Iran.
Situasi juga memburuk ketika Iran meluncurkan serangan rudal balistik presisi terhadap Israel tanggal 1 oktober. Hingga saat ini, pihak internasional terus mendesak agar gencatan senjata dapat bertahan guna menghindari eskalasi lebih lanjut di Timur Tengah.