Ilustrasi perusahaan penguasa tambang batu bara di Indonesia / Ilustrasi: Azka Yusra
Industri

Harga Batu Bara Diprediksi Tembus US$190 pada Kuartal IV-2021, Emiten Makin Cuan?

  • Goldman Sachs Group Inc. melipatgandakan proyeksi harga batu bara Asia dari awalnya US$100 per ton menjadi US$190 per ton pada kuartal IV-2021.

Industri

Reza Pahlevi

JAKARTA – Goldman Sachs Group Inc. melipatgandakan proyeksi harga batu bara Asia dari awalnya US$100 per ton menjadi US$190 per ton pada kuartal IV-2021.

Mengutip Bloomberg, alasan kenaikan prediksi ini adalah pemulihan ekonomi global yang meningkatkan permintaan energi, serta masalah produksi batu bara di negara-negara penghasil yang membuat suplai menipis.

Analis Goldman Sachs Paul Young dan Hugo Nicolaci mengatakan harga batu bara Newcastle akan menyentuh US$190 per ton pada kuartal IV-2021. Selain itu, Goldman Sachs juga meningkatkan prediksi harga 2022 ke angka US$120 per ton dari sebelumnya US$85 per ton.

“Hal ini untuk memenuhi permintaan negara-negara di utara yang mengalami musim dingin dan juga mempertimbangkan rally global untuk gas alam,” tulis Paul dan Hugo dalam risetnya, dikutip Jumat, 17 September 2021.

Ekspor batu bara global dari negara-negara penghasil tercatat meningkat 8% pada Mei dan Juni, dengan meningkatnya suplai di Indonesia ditutupi oleh produksi lebih rendah di Australia, Afrika Selatan, dan Kolombia.

Sementara itu, nilai impor di negara-negara pengimpor termasuk Jepang, Korea Selatan, dan China tercatat meningkat 16% pada Juni. Batu bara Newcastle juga meningkat ke nilai rekor US$177,5 per ton pada 6 September 2021, menurut catatan China Coal Resource.

Goldman Sachs juga meningkatkan prediksi harga untuk batu bara kokas, yang digunakan untuk pembuatan baja, sebesar 48% ke angka US$230 per ton. Untuk 2022, prediksi harga batu bara kokas meningkat 13% menjadi US$175 per ton.

Cuan Perusahaan Batu Bara Indonesia

Hingga semester I-2021, perusahaan batu bara di Indonesia umumnya mencatatkan peningkatan pendapatan.

PT Bumi Resources Tbk (BUMI) mencatatkan pendapatan sebesar US$2,29 miliar atau setara Rp33,26 triliun (asumsi kurs Rp14.492 per dolar AS) pada semester I-2021. Jumlah ini meningkat 16% dibandingkan capaian semester I-2020 sebesar US$1,97 miliar.

Catatan pendapatan yang meningkat itu pun membuat BUMI berhasil mencetak laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$1,9 juta atau setara Rp27,53 miliar. Posisi ini berbanding terbalik dengan kinerja BUMI pada semester I-2020 yang mencatatkan rugi bersih sebesar US$86,1 juta. 

Lalu, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) milik Garibaldi “Boy” Thohir juga mencatatkan peningkatan pendapatan sebesar 15% menjadi US$1,56 miliar atau setara Rp22,64 triliun (asumsi kurs Rp14.492 per dolar AS). Pada semester I-2020, pendapatan ADRO tercatat sebesar US$1,36 milair.

Pada bottom line, ADRO mencatat laba bersih atau laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$169,96 juta (Rp2,46 triliun) pada semester I-2021. Jumlah ini meningkat 9,6% dari catatan periode yang sama tahun lalu sebesar US$155,09 juta.

PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) yang mayoritas penjualannya ekspor juga mencatatkan peningkatan pendapatan sebesar 4% menjadi US$676 juta pada semester I-2021. Pada semester I-2020, pendapatan tercatat sebesar US$653 juta.

Di sisi laba bersih, ITMG berhasil mencatatkan nilai yang meningkat tiga kali lipat lebih atau 312% menjadi US$118 juta. Pada periode yang sama tahun lalu, laba bersih tercatat hanya US$29 juta.

Selanjutnya, anggota holding tambang MIND ID sekaligus BUMN PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mencatatkan peningkatan pendapatan menjadi Rp10,29 triliun pada semester I-2021. Peningkatan ini pun laba bersih meningkat 38,04% menjadi Rp1,77 triliun dari sebelumnya Rp1,28 triliun.

Harga batu bara yang meningkat pada semester I-2021, dan bakal berlanjut hingga kuartal IV-2021 ini tentu akan berdampak positif terhadap perusahaan batu bara di Indonesia.