Nampak aktifitas penjualan beras sebuah agen di kawasan Graha Raya Bintaro Tangerang Selatan, Selasa 15 Maret 2022. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Nasional

Harga Beras Indonesia Termahal di ASEAN, Bapanas Klaim Untungkan Petani

  • Laporan terbaru dari Bank Dunia (World Bank) menunjukkan harga beras di Indonesia secara konsisten 20% lebih tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA – Harga beras di Indonesia diklaim terus mengalami peningkatan seiring dengan tingginya biaya produksi yang membebani petani. Menurut Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan, Badan Pangan Nasional (Bapanas), Rachmi Widiriani, petani berhak mendapatkan keuntungan yang layak dari hasil panen mereka.

Saat ini, harga gabah yang dibeli dari petani berada di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP), yang digadang memberikan sedikit kelonggaran bagi para petani. Hal ini didukung oleh Nilai Tukar Petani (NTP) tanaman pangan yang berada dalam kondisi stabil di pasaran.

"Memang betul harga beras di dalam negeri saat ini tinggi, tapi memang biaya produksinya juga sudah tinggi, sehingga kalau kita runtut dari cost factor produksi beras di dalam negeri, kalau kita perhatikan memang tinggi, jadi petani juga berhak mendapatkan keuntungan," ujar Rachmi dalam pernyataan resminya, di Bali, Jumat, 20 September 2024.

Harga Beras Indonesia Paling Mahal se ASEAN

Berdasarkan data Bapanas pada (17/09) harga beras medium turun 1,47%, menjadi Rp13.380 per kilogram. 

Selain itu, harga beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) juga mengalami penurunan sebesar 0,48%, menjadi Rp12.530 per kilogram. Namun, harga beras premium justru naik sedikit sebesar 0,06% dibandingkan hari sebelumnya, menjadi Rp15.540 per kilogram.

Laporan terbaru dari Bank Dunia (World Bank) menunjukkan harga beras di Indonesia secara konsisten 20% lebih tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Kondisi ini kembali menyibak berbagai tantangan struktural di sektor pertanian Indonesia, seperti tingginya biaya produksi, distribusi yang tidak efisien, serta keterbatasan akses terhadap teknologi pertanian modern.

 Faktor lain yang memperburuk situasi ini diantaranya keterbatasan lahan pertanian, tingginya biaya tenaga kerja, serta ketergantungan pada pupuk dan pestisida impor. 

Sebagai perbandingan, negara-negara seperti Thailand dan Vietnam mampu menghasilkan beras dengan biaya yang lebih rendah karena skala ekonomi dan efisiensi teknologi mereka, sementara Indonesia terus menghadapi kesulitan dalam meningkatkan produktivitas. Hal ini membebani konsumen lokal, terutama kelompok berpenghasilan rendah, sekaligus mengurangi daya saing Indonesia di pasar regional.

"Kami memperkirakan bahwa konsumen Indonesia membayar hingga 20 persen lebih mahal untuk makanan mereka daripada yang seharusnya mereka bayar di pasar bebas," papar Country Director untuk Indonesia dan Timor-Leste, East Asia and Pacific World Bank, Carolyn Turk, dalam acara Indonesia International Rice Conference 2024, di Bali Kamis, 19 September 2024.

Kesejahteraan Petani Masih Miris

Menurut data Survei Terpadu Pertanian yang dirilis tahun 2021, kesejahteraan petani di Indonesia masih tergolong rendah, pendapatan harian rata rata petani kurang dari US$1 atau masih dibawah Rp15.350, sementara itu pendapatan tahunan petani masih di bawah US$341 atau sekitar Rp5 juta. 

Penghasilan tersebut dianggap tidak sebanding dengan biaya produksi yang harus ditanggung petani, belum lagi harga jual beras dari petani yang kadang kali dipermainkan oleh tengkulak beras, berbagai faktor tersebut  pada akhirnya menyebabkan harga beras yang dibayar masyarakat menjadi lebih tinggi.