Ilustrasi beras asli (Foto: unsplash.com/@bamin)
Nasional

Harga Beras Melonjak, Warga Diminta Tak Panic Buying

  • Kementerian Perdagangan meminta agar masyarakat tetap tenang dan tidak panic buying menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).
Nasional
Distika Safara Setianda

Distika Safara Setianda

Author

JAKARTA - Kementerian Perdagangan meminta agar masyarakat tetap tenang dan tidak panic buying menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).

Pihaknya menegaskan pasokan komoditas pangan pokok dijamin aman. “Kementerian Perdagangan berharap masyarakat tidak perlu khawatir terhadap kebutuhan beras masyarakat untuk dikonsumsi,” ujar Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Isy Karim dalam acara Persiapan Ramadan, Kondisi Harga Bahan Pokok secara online, pada Senin, 4 Maret 2024.

Isy menyatakan alasan di balik panic buying yang dilakukan oleh masyarakat bukanlah karena kekurangan stok beras, melainkan karena dorongan untuk mendapatkan harga yang lebih rendah. Menurutnya, perilaku ini justru dapat memperburuk situasi harga.

Panic buying bisa memengaruhi harga menjadi lebih buruk lagi,” kata Karim.

Panic buying sendiri adalah perilaku membeli barang konsumsi dalam kuantitas yang banyak sampai pada tahap penimbunan. Isu kenaikan harga dan kelangkaan barang di pasar dapat mendorong masyarakat untuk membeli kebutuhan dalam jumlah besar demi mengantisipasi potensi kenaikan harga di masa mendatang.

Ia berharap agar masyarakat dapat berbelanja dengan bijak, hanya membeli sesuai dengan kebutuhan yang sebenarnya. Dia juga mengatakan, pemerintah telah menyiapkan alternatif beras melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dari Perum BULOG.

Imbauan ini disampaikan Isy mengingat adanya lonjakan harga kebutuhan pangan pokok belakangan ini, yang bahkan membuat harga beras mencapai jutaan rupiah per karung.

Harga pangan terpantau naik, hari ini pada Selasa, 5 Maret 2024, terutama untuk komoditas beras, gula, dan minyak goreng. Berdasarkan pemantauan di panel harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga beras premium dan medium naik sebesar Rp170 menjadi Rp16.640 per kg dan Rp14.530 per kg.

Kisaran harga tersebut sudah melampaui ambang harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan oleh pemerintah. HET tersebut diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 7 Tahun 2023, dengan kisaran antara Rp10.900 hingga Rp11.800 per kg untuk beras medium dan Rp13.900 hingga Rp14.800 per kg untuk beras premium.

Menurut data dari panel harga Bapanas, harga beras tertinggi di Provinsi Papua Pegunungan mencapai Rp26.000 per kg atau setara dengan Rp1,3 juta per karung, sedangkan harga terendah di Provinsi Aceh adalah Rp14.850 per kg atau setara dengan Rp742.500 per karung.

Sementara itu, harga gula konsumsi mengalami kenaikan sebesar Rp30 menjadi Rp17.730 per kg. Untuk minyak goreng kemasan sederhana, harganya naik sebesar Rp160 menjadi Rp17.810 per liter, sementara minyak goreng curah mengalami kenaikan sebesar Rp100 menjadi Rp15.630 per liter.

Alasan Beras RI Lebih Mahal Dibanding Singapura

Pengamat pertanian mengungkapkan alasan di balik harga beras yang lebih tinggi di Indonesia daripada di Singapura, meskipun Indonesia adalah produsen beras, sementara Singapura sepenuhnya mengimpor.

Pengamat pertanian yang juga anggota Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, menjelaskan tingginya harga beras di Indonesia disebabkan oleh biaya produksi yang tinggi. Menurutnya, biaya produksi terbesar berasal dari biaya sewa lahan dan upah tenaga kerja.

“Dua komponen itu lebih dari 75% dari seluruh ongkos produksi,” ungkap Khudori, pada Senin, 4 Maret 2024.

Di sisi lain, Khudori melihat harga beras di Singapura saat ini lebih rendah dibandingkan di Indonesia, namun harga tersebut berpotensi melonjak tajam jika harga beras di pasar global naik secara signifikan. Hal ini dikarenakan Singapura sangat bergantung pada impor.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian telah membandingkan harga beras di Indonesia dengan Singapura. Meskipun Indonesia memproduksi beras, namun harga beras di Indonesia jauh lebih tinggi daripada di Singapura.

“Beda mungkin sebagai bandingan seperti Singapura. Singapura adalah negara yang bukan produsen tapi negara konsumsi. Dia nggak punya pangan, nggak menghasilkan pangan apapun, semuanya impor, jadi strateginya beda,” kata Tito dalam Rapat Koordinasi Pengamanan Pasokan dan Harga Pangan Jelang Puasa dan Idulfitri, pada Senin kemarin.

Tito menjelaskan, pemerintah Singapura berusaha untuk menjaga agar harga pangan di negaranya tetap terjangkau bagi masyarakat. Hal ini menjadi alasan mengapa harga pangan di Singapura lebih rendah daripada di Indonesia.

Namun, menurutnya, strategi tersebut tidak dapat diterapkan di Indonesia karena dapat merugikan petani dan produsen pangan lainnya. Sebaliknya, jika harga pangan dibiarkan terlalu tinggi, hal itu dapat menimbulkan kesulitan bagi masyarakat.

“Oleh karena itu, kita harus mem-balance angka inflasi kita terkendali, menyenangkan kedua-duanya, tersenyum kedua-duanya,” ujarnya.