Ilustrasi aset kripto Bitcoin.
Fintech

Harga Bitcoin Anjlok Akibat Kebijakan AS, Berikut Saran Untuk Investor

  • Pernyataan Powell diikuti oleh reaksi pasar yang cukup tajam, harga Bitcoin mengalami penurunan signifikan lebih dari 6,5%, jatuh ke bawah ambang US$100 ribu atau sekitar Rp1,62 milyar (kurs Rp16.200). Penurunan harga ini juga diikuti oleh mata uang kripto utama lainnya, seperti Solana (SOL), Ethereum (ETH), dan XRP, yang mengalami koreksi serupa.

Fintech

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Ketua Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell, baru-baru ini memberikan pernyataan yang berdampak besar pada pasar kripto global. Dalam pernyataannya, Powell menegaskan bahwa The Fed tidak memiliki rencana untuk mendukung atau memiliki Bitcoin dalam jumlah besar sebagai bagian dari kebijakan moneternya. 

Ia juga menekankan bahwa pengaturan dan regulasi terhadap industri kripto adalah kewenangan Kongres, bukan The Fed. Hal ini melemahkan narasi yang selama ini berkembang bahwa Bitcoin dapat bertransformasi menjadi aset cadangan strategis, layaknya emas, di masa depan. 

Sikap netral hingga skeptis The Fed terhadap Bitcoin menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor, terutama mereka yang melihat Bitcoin sebagai instrumen lindung nilai terhadap kebijakan moneter.

“Powell menyatakan bahwa bank sentral AS (Amerika Serikat) tidak mendukung kepemilikan Bitcoin dalam jumlah besar dan menekankan bahwa perubahan hukum terkait aset kripto merupakan keputusan Kongres, bukan Federal Reserve,” terang Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, dikutip keterangan resmi, di Jakarta, Jumat, 20 Desember 2024.

Reaksi Pasar Tehadap Bitcoin

Pernyataan Powell diikuti oleh reaksi pasar yang cukup tajam, harga Bitcoin mengalami penurunan signifikan lebih dari 6,5%, jatuh ke bawah ambang US$100 ribu atau sekitar Rp1,62 milyar (kurs Rp16.200). Penurunan harga ini juga diikuti oleh mata uang kripto utama lainnya, seperti Solana (SOL), Ethereum (ETH), dan XRP, yang mengalami koreksi serupa. 

Aksi jual besar-besaran di pasar kripto mencerminkan melemahnya sentimen investor terhadap aset digital sebagai akibat langsung dari pernyataan Powell. Selain itu, ketidakpastian regulasi yang terus menyelimuti industri kripto menambah tekanan terhadap nilai aset-aset ini, membuat pasar berada dalam kondisi volatilitas tinggi.

Sentimen negatif ini juga diperburuk oleh kebijakan moneter The Fed yang baru-baru ini diumumkan dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC). The Fed memutuskan untuk menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin ke kisaran 4,25–4,50%. 

“Penurunan ini mencerminkan kekhawatiran investor terhadap kebijakan Fed dan potensi penjualan Bitcoin oleh pemerintah AS di tengah rendahnya permintaan untuk ETF (Exchange-Traded Fund) BTC-spot,”  tambah Fyqieh.

Meskipun langkah ini dilakukan untuk menjaga stabilitas ekonomi, dampaknya pada pasar kripto cukup signifikan. Penurunan suku bunga cenderung meningkatkan daya tarik aset tradisional yang lebih stabil, seperti obligasi, dibandingkan aset berisiko tinggi seperti mata uang kripto. Akibatnya, investor mulai menarik dana dari pasar kripto dan mengalihkannya ke aset yang dianggap lebih aman.

Selain itu, langkah The Fed ini menegaskan bahwa likuiditas global yang ketat akan terus menjadi tantangan bagi pasar kripto. Dalam konteks ini, daya tarik Bitcoin dan aset kripto lainnya yang biasanya meningkat di tengah ketidakpastian ekonomi menjadi kurang kompetitif. 

Penurunan minat terhadap aset digital mencerminkan kekhawatiran lebih luas akan kondisi makroekonomi, termasuk ancaman inflasi yang persisten, ketidakpastian kebijakan, dan prospek pertumbuhan ekonomi global yang melambat.

Aktor Penggerak Harga Bitcoin Jangka Pendek

Harga Bitcoin dalam jangka pendek dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan. Salah satunya adalah aksi ambil untung yang dilakukan oleh banyak investor setelah Bitcoin mengalami reli sebelumnya. 

Aktivitas ini sering kali menyebabkan tekanan jual di pasar, yang berkontribusi pada fluktuasi harga. Selain itu, arus keluar dari produk investasi berbasis Bitcoin, seperti ETF BTC-Spot, juga mencerminkan penurunan minat terhadap aset digital ini, menambah tekanan pada harga. 

Tidak kalah penting, efek musiman seperti libur Natal turut memengaruhi aktivitas pasar. Menjelang akhir tahun, aktivitas perdagangan cenderung melambat seiring dengan berkurangnya volume transaksi karena banyak pelaku pasar yang mengambil libur.

Reli Sinterklas Bitcoin

Fenomena "Reli Sinterklas" pada Bitcoin merupakan pola historis yang menarik, di mana aset ini sering kali mencatatkan kenaikan harga menjelang dan setelah Natal. Berdasarkan data historis, rata-rata keuntungan Bitcoin sebelum Natal mencapai 1,32%, sementara setelah Natal mencapai 1,29%.

Namun, reli ini tidak selalu terjadi secara konsisten. Faktor-faktor seperti kondisi pasar, kebijakan makroekonomi global, dan sentimen investor memainkan peran penting dalam menentukan apakah reli ini akan terulang atau tidak. 

Dengan demikian, meskipun pola ini menawarkan harapan bagi investor, tetap diperlukan kewaspadaan dalam menghadapi ketidakpastian yang melekat pada pasar kripto.

Saran untuk Investor

Fyqieh Fachrur juga memberikan beberapa panduan penting bagi investor untuk menghadapi dinamika pasar yang volatil. Pertama, investor disarankan untuk memanfaatkan analisis data on-chain. Dengan mempelajari data blockchain, seperti arus masuk dan keluar Bitcoin dari bursa, investor dapat memperoleh wawasan penting mengenai tren pasar. 

Kedua, penting untuk memantau sentimen pasar serta kebijakan makroekonomi global, karena faktor-faktor ini secara langsung memengaruhi volatilitas harga kripto. 

Ketiga, volatilitas pasar yang tinggi sebaiknya dimanfaatkan sebagai peluang untuk masuk ke pasar pada harga yang lebih rendah, selama didukung oleh analisis yang matang. 

Terakhir, investor disarankan untuk menggunakan strategi investasi yang terukur dan matang, berdasarkan tren ekonomi serta data pasar yang komprehensif, untuk meminimalkan risiko dan memaksimalkan potensi keuntungan.