<p>Nampak seorang petani tengah melakukan panen tanaman kelapa sawit di kawasan Bogor Jawa Barat, Kamis 28 Mei 2021. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia</p>
Pasar Modal

Harga CPO Masih Tinggi, Analis Jagokan Saham Duo Triputra DSNG dan TAPG

  • Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang masih tinggi membuat emiten-emiten sawit di Indonesia layak dilirik.
Pasar Modal
Reza Pahlevi

Reza Pahlevi

Author

JAKARTA – Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang masih tinggi membuat emiten-emiten sawit Tanah Air dapat mulai dilirik. Dalam perdagangan Senin, 11 Oktober 2021, harga CPO mencapai 4.895 Ringgit Malaysia per ton.

Harga ini sebenarnya turun 0,22% dari harga penutupan perdagangan minggu lalu yang mencapai 4.966 Ringgit Malaysia per ton. Harga tersebut bahkan menjadi harga tertinggi CPO sepanjang masa. 

Meski sempat turun, harga CPO masih tercatat meroket 1.291 Ringgit Malaysia per ton atau 35,86% (year-to-date/ytd) dalam perdagangan hari ini, pukul 13:52. Dalam sebulan terakhir, harga CPO meningkat 13,39% secara point-to-point. 

Head of Investment PT Reswara Gian Investa Kiswoyo Adi Joe menjelaskan peningkatan harga CPO ini disebabkan karena tidak adanya pemupukan tanaman kelapa sawit tahun lalu hingga tidak ada peningkatan panen yang tinggi tahun ini.

“Panen yang tidak bisa naik tinggi ini lah yang membuat harga naik, sementara konsumsinya terus naik,” ujar Kiswoyo kepada TrenAsia.com, Selasa, 12 Oktober 2021.

Menurutnya, siklus CPO memang lebih lama dari komoditas tambang. Misalnya, jika tahun ini ada pemupukan, hasilnya baru dapat dituai tahun depannya lagi.

Saat ini, Kiswoyo juga melihat ada usaha pemerintah untuk melakukan penanaman kembali kelapa sawit yang umurnya sudah 25 tahun. Sayangnya, dengan adanya kenaikan harga ini, banyak petani sawit yang mengelola 40% lahan sawit di Indonesia enggan melakukan itu.

Replanting (penanaman kembali) ini memakan waktu lama, mereka butuh lima tahun sampai sawit menghasilkan rugi. BEP (break even point) nunggu lagi 7 tahun, kalau begitu petani rugi,” katanya.

Penanaman kembali ini paling mungkin dilakukan ketika panen sudah mulai normal tahun depan dan harga mulai stabil. Meski begitu, nanti ketika penanaman kembali berjalan, Kiswoyo memprediksi harga akan naik lagi karena pasokan CPO akan terganggu akibat hal tersebut.

Rekomendasi Saham

Kiswoyo menjagokan duo saham sawit Grup Triputra milik konglomerat TP Rachmat, yaitu PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) dan PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG). Menurutnya, kedua emiten ini memiliki umur kelapa sawit yang cukup muda hingga produksinya masih bagus.

Kiswoyo memperkirakan DSNG setidaknya dapat mencapai level tertingginya dalam setahun terakhir, yaitu Rp720 per saham. Sejak awal tahun, DSNG sendiri terkoreksi 6,25% (ytd) dari Rp640 per saham menjadi Rp600 per saham dalam perdagangan Selasa, 12 Oktober 2021 pukul 14:20.

Selain itu, DSNG juga sudah mematuhi persyaratan enviromental, social, and governance (ESG) dari Eropa. Ini pula yang membuat produk sawit DSNG dilirik oleh perusahaan Eropa seperti misalnya Unilever.

Untuk TAPG, Kiswoyo memperkirakan emiten yang baru melakukan IPO tahun ini tersebut dapat menyentuh harga Rp1.000 per saham. Sejak dibuka di harga penawaran Rp200 per saham, harga TAPG sudah naik 168.52% menjadi Rp725 per saham dalam perdagangan Selasa, 12 Oktober 2021 pukul 14:20.

Di sisi lain, Kiswoyo tidak menyarankan membeli saham sawit yang memproduksi minyak goreng seperti PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) dan PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR). Ini karena margin keuntungan dari produksi minyak goreng ini tipis.

“Minyak sawit (mentah) itu bisa ditahan sampai lima tahun di suhu tertentu, tapi kalau sudah diolah jadi minyak goreng itu ada expired-nya,” jelasnya. 

Menurutnya, produksi minyak goreng ini membutuhkan pabrik dengan efisiensi tinggi hingga memproduksi dengan jumlah besar. Ketika produksi minyak goreng melebihi permintaan maka perusahaan harus menjual rugi produk-produknya.