Jerman Khawatir, Rusia Akan Setop Total Pasokan Gasnya
Dunia

Harga Energi Naik Bikin Pabrik di Jerman Mati Kutu

  • Dari awal tahun hingga Juli, listrik di Jerman meroket lebih dari 600%
Dunia
Rizky C. Septania

Rizky C. Septania

Author

BERLIN-  Jerman tampaknya sedang mati kutu karena krisis energi. Negara dengan Ekonomi terbesar di Eropa ini sekarang tengah berjuang melawan ketergantungannya pada energi dari Rusia.

Dari awal tahun hingga Juli, listrik di Jerman meroket lebih dari 600%. Hal ini dilatari oleh melonjaknya harga gas alam. Kondisi tersebut tentunya menambah tekanan pada bisnis dan konsumen.

Beban produsen untuk produk industri Jerman tercatat melonjak menjadi 37,2% selama setengah tahun terakhir. Mengutip Insider Kamis, 25 Agustus 2022, ini menjadi kenaikan paling tajam sejak pencatatan dimulai pada tahun 1949.

Situasi ini tentunya melumpuhkan ekonomi sekaligus mendorong negara tersebut menuju resesi.

Seperti dikutip TrenAsia. com, ekonomi Jerman saat ini  mengalami mengalami stagnasi pada kuartal kedua 2022. Kondisi ini membuat banyak analis memperkirakan resesi akan segera terjadi.

Kecanduan gas Rusia

Jerman telah lama mengimpor energi seperti gas dan minyak dari  Rusia. Hal itu terus dilakukan bahkan ketika  puncak Perang Dingin. Kala itu, Uni Soviet tetap  mengirimkan pasokan energi yang dapat diandalkan ke Jerman.

Pada 2019, Jerman diketahui mengimpor 71% energinya. Dari jumlah keseluruhan, setengah dari gas alamnya dan sepertiga minyaknya diimpor dari  Rusia.

Sayangnya, pada akhir Februari, Rusia menginvasi Ukraina. Terpaksa telan pil simalakama, Jerman Menjadi salah satu negara barat yang mengenakan sanksi ekonomi terhadap Moscow.

Inilah yang akhirnya membuat hubungan diplomatik antara Jerman dan Rusia memburuk. Buntutnya, Moskow memangkas pasokan gas alam melalui pipa Nord Stream 1 yang jadi nadi bagi pasokan energi  Jerman, menjadi hanya 20% dari kapasitas. Dampaknya, harga energi melonjak.

Pabrik di Jerman Tergagap

Lonjakan harga Energi di Jerman berakibat pada kenaikan harga energi. Alhasil, industri dan manufaktur di Jerman ikut terkena imbas.

Direktur Ekonomi dari Economic Capital,  Andrew Kenningham memgatakan Jerman memang menjadi negara yang paling kuat terkena dampak krisis energi.

"Jerman lebih rentan daripada kebanyakan negara Eropa terhadap harga gas yang lebih tinggi karena memiliki sektor industri yang cukup besar," ujar Kenningham.

Ia memberi contoh, sektor kimia dan logam besar di negara itu adalah konsumen energi gas alam. Kenaikan harga energi mengakibatkan biaya pada industri inimelonjak. Saat ini, biaya pembuatan pupuk di Jerman meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun ini.

Seolah belum cukup, gelombang panas di seluruh Eropa telah menurunkan permukaan air di sungai Rhine. Ini kemudia. mengganggu pengiriman pada arteri transportasi penting untuk pabrik-pabrik Jerman. 

Alhasil,  berdasarkan data survei dirilis oleh S&P Global pada hari Selasa, 23 Agustus 2022 lalu menunjukkan bahwa sektor manufaktur Jerman mengalami kontraksi pada bulan Juni dan Juli.

Sama halnya seperti semua ekonomi zona Euro, Jerman bergulat dengan kenaikan suku bunga karena Bank Sentral Eropa mencoba mengatasi inflasi yang melonjak.

"Kelemahan diperparah oleh perlambatan di sektor jasa, dengan bisnis yang disurvei melaporkan peningkatan tekanan pada permintaan dari inflasi yang tinggi dan kenaikan suku bunga," ujar Ekonom S&P Phil Smith yang dikutip TrenAsia. com.

Ancaman Resesi

Menilik pertumbuhan ekonomi Jerman pada Kuartal kedua yang stagnan, Ekonom memperkirakan kondisi Jerman akan lebih buruk.

Kenningham  menambahkan bahwa ia memperkirakan ekonomi Jerman akan berkontraksi pada kuartal keempat 2022 dan kuartal pertama 2023. 

Kami telah memperkirakan resesi untuk sementara waktu," kata Kenningham.

Beberapa waktu lalu, Bank Sentral Jerman  memperkirakan inflasi akan naik dari 8,5% pada Juli menjadi di atas 10% . Angka ini sekaligus  akan tercacat sebagai level tertinggi sejak awal 1950-an.

Perlambatan ekonomi Jerman bisa dibilang berita buruk bagi negara tetangganya di Eropa. Namun analis mengatakan peluang krisis ekonomi dan keuangan besar-besaran yang mengguncang zona Euro seperti awal 2010-an tetap tipis.

Kenningham menambahkan, Bank Central Eropa saat ini sangat terlatih dalam mengelola perlambatan ekonomi. Ini terlihat melalui tindakan darurat seperti pembelian obligasi.