Bandung Berhasil Tekan Inflasi, Paling Rendah Dibanding 7 Kota Besar di Jabar
Nasional

Harga Komoditi Pangan Anjlok Lima Bulan Berturut-turut, Ada Apa dengan Ekonomi Indonesia?

  • Tak hanya terjadi dua bulan terakhir, fenomena deflasi di Indonesia sudah berlangsung selama lima bulan berturut-turut sejak bulan Mei 2024. Fenomena ini menarik perhatian, karena menandakan adanya tekanan ekonomi yang tidak biasa pada perekonomian nasional.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Indonesia mencatat rekor deflasi sebesar 0,12% pada bulan September 2024. Penurunan harga komoditi barang dan jasa tersebut menjadi yang terburuk sejak krisis moneter yang disusul kejatuhan orde baru 24 tahun lalu. Angka ini tergolong lebih besar dibandingkan deflasi Agustus yang hanya mencatat 0,03%. 

Tak hanya terjadi dua bulan terakhir, fenomena deflasi di Indonesia sudah berlangsung selama lima bulan berturut-turut sejak bulan Mei 2024. Fenomena ini menarik perhatian, karena menandakan adanya tekanan ekonomi yang tidak biasa pada perekonomian nasional.

"Kalau kita lihat fenomena deflasi 5 bulan berturut-turut tahun ini tentunya kita bisa mencermati secara jelas faktor yang mempengaruhi deflasi ataupun penurunan harga. Jadi kan deflasi dibentuk karena harga yang turun,"  papar Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti di Jakarta, Selasa, 2 Oktober 2024.

Menurut BPS, Indeks Harga Konsumen (IHK) turun dari yang tadinya berada di kisaran106,06 pada bulan Agustus menjadi 105,93 pada bulan September. Kondisi tersebut mengakibatkan inflasi tahunan menjadi 1,84% (yoy), sementara inflasi tahun kalender (ytd) hanya mencapai 0,74%. Penurunan ini tidak dapat dilepaskan dari kondisi global yang memengaruhi rantai pasokan serta permintaan dalam negeri.

"Terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,06 pada Agustus 2024 menjadi 105,93 pada September 2024," jelas Amalia

Deflasi beruntun seperti ini terakhir kali terjadi pada 1999, ketika Indonesia mengalami delapan bulan deflasi berturut-turut akibat krisis moneter 1998-1999. Saat itu, negara berada di titik nadir ekonominya. Meskipun situasi saat ini tidak setragis dua dekade lalu, tren penurunan harga secara terus-menerus tetap menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku ekonomi.

Makanan dan Minuman: Penyumbang Deflasi Terbesar

Kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang terbesar deflasi, penurunan komoditi ini mencapai 0,59%. Beberapa komoditas penting yang berperan dalam penurunan harga diantaranya cabai merah, cabai rawit, telur ayam ras, daging ayam, dan tomat. 

BPS juga mengungkap adanya kelebihan pasokan dan berkurangnya permintaan di pasar domestik, terutama pada sektor volatile food, yang turun hingga 1,34%.

"Andil deflasi tadi sudah saya jelaskan, utamanya disumbang oleh penurunan harga pangan seperti produk tanaman pangan, hortikultura terutama yang memberikan andil terhadap deflasi adalah cabai merah, cabai rawit, tomat," terang Amalia.

Komoditas pangan memang sering kali memberikan dampak signifikan terhadap inflasi ataupun deflasi, karena harga yang sangat rentan terhadap perubahan kondisi cuaca, distribusi, serta kebijakan pemerintah terkait pangan. Dalam hal ini, cuaca yang mendukung panen dan distribusi yang baik berkontribusi terhadap menurunnya harga komoditas tersebut.

“Inilah inflasi ataupun deflasi ini dicerminkan yang kita tangkap melalui indeks harga konsumen atau indeks yang diterima konsumen dan ini tentunya seiring juga dengan panen, masa panen cabai rawit dan cabai merah sehingga pasokan relatif berlimpah untuk komoditas-komoditas tersebut,” ujar Amalia.

Implikasi Ekonomi

Deflasi tidak selalu berarti kabar baik, terutama jika terjadi terus-menerus. Meskipun harga barang turun, hal ini dapat menandakan adanya perlambatan permintaan domestik, yang dapat berdampak buruk pada produksi dan lapangan kerja. 

Jika masyarakat menunda pembelian dengan harapan harga akan terus turun, perusahaan bisa terpaksa mengurangi produksi, yang pada gilirannya dapat menekan ekonomi lebih lanjut.

Fenomena deflasi juga berpotensi memengaruhi kebijakan pemerintah, terutama dalam merespons tekanan terhadap sektor pangan dan inflasi. Apakah pemerintah akan merespons dengan mengurangi impor atau menstimulasi konsumsi domestik masih menjadi pertanyaan besar.