<p>Warga mengantre untuk melakukan pengisian bahan bakar di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Abdul Muis, Jakarta Pusat. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Harga Minyak Ambrol, Apa Dampak Positif dan Negatif Bagi RI?

  • Harga minyak mentah yang ambrol hingga ke zona negatif di Amerika Serikat (AS) berdampak positif dan negatif terhadap perekonomian Indonesia.

Industri
Sukirno

Sukirno

Author

Harga minyak mentah yang ambrol hingga ke zona negatif di Amerika Serikat (AS) berdampak positif dan negatif terhadap perekonomian Indonesia.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan harga minyak dunia yang anjlok akan membawa dampak positif kepada ekonomi dan moneter dalam negeri karena Indonesia merupakan negara pengimpor minyak.

“Penurunan harga minyak dunia secara keseluruhan bagi ekonomi Indonesia itu memang secara netto dampaknya positif,” kata Perry Warjiyo dalam jumpa pers daring di Jakarta, Rabu, 22 April 2020.

Gubernur bank sentral itu membeberkan dari sisi moneter dengan harga minyak dunia yang murah maka akan mengurangi defisit neraca perdagangan minyak.

“Jadi secara neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan itu akan memperbaiki,” kata Perry Warjiyo.

Selain itu dengan harga minyak dunia yang turun, lanjut dia, subsidi juga akan turun sehingga secara keseluruhan mendorong neraca pembayaran akan lebih positif.

Sementara itu, dari sisi fiskal meski bukan ranah BI, namun Perry Warjiyo memprediksi dengan anjloknya harga minyak dunia berimbas kepada penerimaan pajak yang bersumber dari minyak akan turun.

Sebelumnya harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni ditutup anjlok 24% menjadi US$19,33 per barel, terendah sejak Februari 2002.

Sedangkan harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk penyerahan Juni merosot US$8,86 per barel atau 43% menjadi US$11,57 per barel. Bahkan untuk kontrak Mei, harga minyak WTI anjlok hingga negatif US$37,63 per barel.

Anjloknya harga minyak dunia ini dipicu wabah virus corona jenis baru (COVID-19) sehingga permintaan minyak mentah menurun tajam.

Defisit APBN

Sementara itu, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan memperkirakan harga minyak dunia yang terus mengalami penurunan bisa menambah defisit anggaran hingga Rp12,2 triliun.

BKF dalam keterangan resmi menyatakan proyeksi itu terjadi apabila harga ICP (Indonesia Crude Price) minyak lebih rendah dari asumsi harga ICP minyak yang ditetapkan dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2020.

“Perubahan ICP akan berdampak terhadap APBN mengingat baseline asumsi harga ICP dalam Perpres 54/2020 adalah US$38 per barel untuk harga rata-rata sepanjang 2020,” sebut keterangan pers tersebut.

Dengan demikian, jika harga minyak dunia terus mengalami penurunan sehingga ICP menjadi US$30,9 per barel rata-rata setahun maka defisit diperkirakan bertambah Rp12,2 triliun.

Pemerintah terus melakukan pemantauan untuk melakukan kebijakan antisipatif termasuk pengendalian defisit, salah satunya melalui evaluasi atas belanja nonproduktif.

Selain itu, pemerintah juga akan mengambil langkah-langkah mitigasi untuk menjaga kesinambungan fiskal dan pertumbuhan ekonomi.

Dalam kesempatan ini, BKF menyatakan harga minyak mentah dunia menurun sejak awal tahun karena aktivitas ekonomi global terdampak wabah COVID-19 yang eskalatif.

Harga terus menurun sejak Senin, 13 April 2020, terutama jenis West Texas Intermediate (WTI), yang disebabkan oleh permintaan global yang semakin menurun dan sentimen negatif dari perekonomian global.

Saat ini, harga WTI kontrak Mei berada pada level negatif, sempat minus US$37 per barel, sehingga produsen harus segera menyerahkan stok kepada konsumen karena faktor penyimpanan terbatas.

Namun, kondisi ini diperkirakan berdampak secara jangka pendek, mengingat harga jual WTI kontrak pada Juni masih berkisar pada US$20 per barel. Sementara itu, harga ICP minyak Indonesia sekarang ini masih sedikit di atas harga minyak Brent. (SKO)