Harga Minyak Dunia Turun, Intip Dampaknya bagi Saham MEDC, ENRG, dan ELSA
- Harga minyak mentah berjangka Brent mengalami penurunan sebesar 3,69% dan kini berada di level US$69,19 per barel pada Selasa, 11 September 2024. Di sisi lain, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga merosot, dengan penurunan sebesar 4,31% menjadi US$65,75 per barel.
Bursa Saham
JAKARTA - Harga minyak mentah berjangka Brent mengalami penurunan sebesar 3,69% dan kini berada di level US$69,19 per barel pada Selasa, 11 September 2024. Di sisi lain, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga merosot, dengan penurunan sebesar 4,31% menjadi US$65,75 per barel.
Penurunan tersebut mengakibatkan harga minyak mencapai level terendah sejak Desember 2021, sementara harga WTI merosot lebih dari 5% pada hari Selasa, mencatatkan level terendah sejak Mei 2023.
Penyebab utama dari penurunan ini adalah revisi yang dilakukan oleh OPEC+, yaitu Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Plus yang terdiri dari anggota OPEC dan negara-negara penghasil minyak non-OPEC, terhadap proyeksi permintaan minyak untuk tahun ini dan 2025.
- Jadi Menteri 40 Hari, Berikut Profil Gus Ipul
- Dekarbonisasi Buka Peluang Bisnis Baru Pertamina
- Banjir Hadiah dan Diskon di Hari Properti Nasional Festival 2024
Kekhawatiran mengenai gangguan pasokan akibat Badai Tropis Francine semakin memperburuk situasi ini. Investment Analyst dari Stockbit Sekuritas, Hendriko Gani, menyatakan bahwa penurunan harga minyak dapat memberikan sentimen negatif terhadap emiten yang bergerak di sektor produksi dan penunjang migas.
Saham-saham yang diperkirakan akan menerima sentimen negatif, menurut Hendriko, meliputi PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), dan PT Elnusa Tbk (ELSA).
Sementara itu, pada perdagangan berjalan hari ini, Rabu, 11 September 2024, saham MEDC terpantau melemah 1,24% ke level Rp1.190 per saham, saham ENRG melemah 1,50% ke level Rp197 per saham, dan saham ELSA melemah 0,85% ke level Rp468 per saham.
Analisis Harga Minyak
Secara terpisah, Administrasi Informasi Energi (EIA) Amerika Serikat pada hari Selasa melaporkan bahwa permintaan minyak global diperkirakan akan mencapai rekor tertinggi tahun ini, meskipun pertumbuhan output diprediksi lebih rendah dari sebelumnya.
"Permintaan minyak global diperkirakan rata-rata sekitar 103,1 juta barel per hari tahun ini, meningkat sekitar 200.000 barel per hari dari perkiraan sebelumnya sebesar 102,9 juta barel per hari," ujar EIA seperti dikutip dari Reuters.
Namun, harga minyak tetap tertekan setelah rilis perkiraan tersebut, terutama akibat kekhawatiran terkait China. Data terbaru menunjukkan bahwa meskipun ekspor China meningkat pada bulan Agustus dengan pertumbuhan tercepat dalam hampir setahun, pasar impor menunjukkan permintaan domestik yang lemah.
Di sisi lain, margin kilang di Asia merosot ke level terendah musiman sejak 2020 minggu lalu, disebabkan oleh meningkatnya pasokan solar dan bensin. "Hampir tidak ada pertumbuhan permintaan minyak di negara maju tahun ini.
Stimulus fiskal di China belum mampu meningkatkan sektor konstruksi, yang menjadi salah satu penyebab utama menyusutnya permintaan diesel di negara tersebut," kata Clay Seigle, seorang ahli strategi pasar minyak.
Sementara itu, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memperkirakan bahwa permintaan minyak dunia akan meningkat sebesar 2,03 juta barel per hari (bpd) pada tahun 2024. Namun, angka ini lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya yang mencapai 2,11 juta bpd.
Selain itu, OPEC juga menurunkan proyeksi pertumbuhan permintaan global untuk tahun 2025 menjadi 1,74 juta bpd dari sebelumnya 1,78 juta bpd. Penyesuaian ini menambah tekanan pada harga minyak, mengingat prospek permintaan global yang melemah dan ekspektasi kelebihan pasokan.