Minyak goreng kemasan dua liter seharga Rp28.000 di pasar ritel modern Transmasrt Pluit Village
Nasional

Harga Minyak Goreng Tak Kunjung Stabil, Negara Gagal Lawan Mafia?

  • JAKARTA - Berbagai langkah yang dilakukan pemerintah untuk menstabilkan harga minyak goreng tak kunjung berhasil. Pertanda negara gagal melawan mafia?

Nasional

Erwin C. Sihombing

JAKARTA - Berbagai langkah yang dilakukan pemerintah untuk menstabilkan harga minyak goreng tak kunjung berhasil. Kebijakan menetapkan harga eceran tertinggi (HET) hingga menyalurkan subsidi untuk minyak goreng curah belum mampu menjamin ketersediaan stok untuk dalam negeri.

Menteri Perdagangan (Mendag), M Lutfi, telah mengungkapkan pokok persoalan yang melatari yaitu,  kelangkaan minyak goreng disebabkan permainan mafia. Berkaca pada situasi kelangkaan yang masih terjadi, apakah hal ini menandakan negara gagal melawan mafia?

“Ini merupakan sesuatu yang kami serahkan ke Kepolisian. Semoga dalam waktu 1-2 hari akan diungkap siapa yang bermain sebagai mafia ini," kata Lutfi saat mengikuti rapat koordinasi Mendag dengan Komite II DPD, Senin (21/3/2022).

Pernyataan Mendag menyiratkan upaya menstabilkan harga minyak goreng masih berproses. Artinya masih membutuhkan waktu untuk menekan harga hingga mudah dijangkau masyarakat.

Pemerintah telah menetapkan HET, pajak ekspor hingga mendorong jatah untuk konsumsi dalam negeri sejak kelangkaan minyak goreng terjadi akhir 2021 yang lalu. Belakangan pemerintah memilih menyalurkan minyak goreng curah Rp14.000 namun ketersediaan di daerah-daerah masih belum tercukupi.

Mendag Lutfi menilai hal ini terjadi akibat banyaknya spekulan yang mengurangi produksi dalam negeri dan mengalihkannya dengan tujuan ekspor. Atas dasar ini pemberantasan mafia minyak goreng digalakkan.

Pemberantasan mafia dilakukan pemerintah secara keroyokan. Kejaksaan dan Kepolisian melakukan penyelidikan, pada sisi lain KPPU turut melakukan pengecekan adanya permainan kartel dalam usaha CPO. 

Ketua Komite II DPD, Yorrys Raweyai, menilai langkah-langkah yang telah dilakukan pemerintah seumpama angin sorga. Tak menjawab persoalan di lapangan dan gagap dalam memberi solusi, sementara masyarakat masih harus mengantre dan kelimpungan untuk membeli minyak goreng.

Senada dengannya, anggota Komite II DPD, Fahira Idris, menilai pemerintah belum mampu menjawab kebutuhan masyarakat untuk memberikan kebutuhan pokok warga dengan harga terjangkau. Malahan dia menilai tidak ada upaya revolusioner yang dilakukan negara untuk mengatasi persoalan ini.

“Pemerintah saat ini seperti tidak berdaya, harus ada kebijakan revolusioner agar persoalan minyak goreng dapat selesai sebelum Ramadan. Kemendag harus menyusun peta jalan stabilitas ketersediaan minyak goreng agar kedepan tidak terjadi lagi,” kata dia.

Senator dari Kalimantan Barat, Christiandy Sanjaya, mengaku khawatir persoalan minyak goreng di daerah merembet pada kebutuhan pokok lain. Dia menuntut Kemendag memperhatikan persoalan ini, terlebih menjelang momentum Ramadan.

Selain minyak goreng, ujar Christiandy, pemerintah harus menjamin ketersediaan komoditi gula, kedelai maupun bawang putih. Khususnya di daerah-daerah yang terpantau selalu mengalami kelangkaan komoditas jelang Hari Raya Idul Fitri.

“Upaya untuk komoditas lain apa? Terhadap gula, apa strategi kita? Terhadap kedelai, dan bawang putih. Karena secara khusus di Kalbar, menjelang hari raya dan Ramadan, gula itu meningkat signifikan,” bebernya.