Harga Minyak Membaik, Penerimaan Negara Naik Hingga US$6,99 Miliar
JAKARTA – Naiknya rerata harga harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ ICP) menjadi US$42 per barel hingga September 2020, ikut mengerek pendapatan negara hingga US$6,99 miliar atau 119% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) US$5,86 miliar. Dengan adanya gelombang kedua COVID-19, rerata ICP per tahun diproyeksikan sebesar US$40 per barel, sehingga […]
Industri
JAKARTA – Naiknya rerata harga harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ ICP) menjadi US$42 per barel hingga September 2020, ikut mengerek pendapatan negara hingga US$6,99 miliar atau 119% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) US$5,86 miliar.
Dengan adanya gelombang kedua COVID-19, rerata ICP per tahun diproyeksikan sebesar US$40 per barel, sehingga outlook penerimaan negara dari sektor hulu migas di akhir 2020 akan mencapai US$7,21 miliar.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
“Rata-rata ICP pada APBN-P sendiri ditetapkan US$38 per barel,” kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi, dikutip dari laman resmi, Senin, 26 Oktober 2020.
Hingga September 2020, realisasi pengendalian cost recovery mencapai US$5,97 miliar, atau 73,5% dari target US$8,12 miliar. Sementara itu, realisasi investasi pada kuartal III-2020 ditopang oleh Pertamina E&P, CPI, Pertamina Hulu Mahakam, BP Berau dan Eni East Sepinggan.
Sejumlah investasi di hulu migas diharapkan mampu menciptakan multiplier effect bagi ekonomi sehingga dapat memulihkan perekonomian. Kendati begitu, COVID-19 tetap berimplikasi negatif terhadap pengelolaan sektor hulu migas.
“Akibat munculnya gelombang kedua pandemi COVID-19, kondisi permintaan minyak dunia masih belum stabil. Itu akan berdampak kepada gerakan harga minyak dunia,” ujarnya.
Tepatnya, pandemi berdampak pada penundaan beberapa proyek dan pengurangan investasi. Dengan harga jual yang turun, maka turut memengaruhi cashflow , dana akan lebih difokuskan pada Wilayah Kerja (WK) Migas yang produktif.
“Secara global, diperkirakan penurunan investasi di sektor migas sekitar 30 persen.”