Harga Minyak Mentah Diprediksi Merangkak Naik ke Level US$100 Per barel, Ini Sebabnya
- Tren harga minyak mentah cenderung mengalami penurunan sepanjang musim semi.
Dunia
WASHINGTON- Tren harga minyak mentah cenderung mengalami penurunan sepanjang musim semi. Namun, pada akhir tahun, harga minyak mentah diprediksi akan kembali mengalami kenaikan.
Dalam seuah catatan, JP Morgan memprediksi bahwa patokan minyak internasional akan mencapai US$101 per barel pada kuartal keempat dan US$98 per barel pada 2023.
"Meskipun ada kekhawatiran atas kekuatan ekonomi global, neraca kami terus menunjukkan bahwa surplus yang diamati selama musim panas akan berubah menjadi defisit mulai Oktober," tulis analis JPMorgan seperti dikutip TrenAsia.com dari Insider Senin, 26 September 2022.
Seperti diketahui, harga minyak telah turun selama berbulan-bulan setelah mencapai puncaknya sekitar US$122 per barel pada bulan Juni. Pada hari Jumat, Brent turun 5% menjadi tepat di bawah US$86.
Meski begitu, JPMorgan menuliskan empat alasan mengapa Brent dapat segera menguji ulang level US$100.
Alasan pertama, JP Morgan memproyeksikan permintaan global untuk minyak diperkirakan akan pulih sekitar 1,5 juta per barel pada kuartal keempat. Seperti yang telah terjadi, krisis gas di Eropa mendorong sejumlah negara kembali ke sumber energi berbahan dasar fosil termasuk di antaranya minyak mentah.
Kedua, JP Morgan melihat Rilis dari cadangan minyak strategis AS yang ditetapkan pada musim gugur ini, berpotensi dikurangi atau bahkan dibatalkan.
Ketiga, kebangkitan kembali kesepakatan nuklir Iran, yang diprediksi dapat menambah pasokan 1 juta barel per hari adalah hal yang mustahil. Pada Kamis lalu, seorang pejabat Departemen Luar Negeri mengatakan upaya untuk mengembalikan perjanjian telah mencapai jalan buntu.
Terakhir, sanksi akan membatasi pasokan, dan larangan Uni Eropa atas impor minyak Rusia melalui laut akan dimulai pada 5 Desember. Embargo parsial dapat membuat Rusia memiliki tambahan 4,1 juta barel per hari untuk diserahkan kepada pelanggan lain.
Rusia sendiri hanya memiliki kapasitas kapal tanker untuk mengirim ulang 3,2 juta barel per hari. Angka ini menciptakan kekurangan 900.000. Meski demikian, China dan India mampu menyerap sebagian besar volume tersebut.
Nilai tukar dolar ikut andil
Meski tak disinggung secara rinci, JP Morgan menyebut nilai tukar dolar ikut berpengaruh dalam penentuan harga minyaj mentah.
Karena harga minyak sebagian besar dalam dolar, kenaikan nilai greenback dapat merusak permintaan karena membuat komoditas lebih mahal untuk dibeli oleh pemegang mata uang asing.
Tetapi stabilitas dolar tampak jauh pada hari Jumat, ketika indeks dolar AS mencapai nilai tertinggi dalam 20 tahun terakhir. Ini memyebabkan mengirim harga minyak turun tajam batu-baru ini.
"Ancaman resesi global terus membebani harga minyak, dengan pengetatan moneter yang meluas selama beberapa hari terakhir memicu kekhawatiran pukulan signifikan terhadap pertumbuhan," kata analis pasar senior di Oanda, Craig Erlam dalam sebuah catatan.
"Bank-bank sentral sekarang tampaknya menerima bahwa resesi adalah harga yang harus dibayar untuk mengendalikan inflasi, yang dapat membebani permintaan tahun depan,"tambahnya