Harga Minyak Rusia Diskon Besar, Ini Penyebabnya Menurut Arcandra Tahar
- Rusia bersama Amerika Serikat dan Saudi Arabia setiap hari memproduksi sekitar 30%-35% dari total produksi minyak mentah dunia
Energi
JAKARTA – Konflik antara Rusia dan Ukraina telah berdampak meluas terhadap perekonomian di seluruh dunia.
Hal ini disebabkan salah satunya oleh lonjakan harga energi, di mana Rusia dikenal sebagai salah satu produser minyak mentah terbesar di dunia. Rusia bersama Amerika Serikat dan Saudi Arabia setiap hari memproduksi sekitar 30%-35% dari total produksi minyak mentah dunia yang mencapai sekitar 100 juta barel per day (bpd)
Menurut Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM periode 2016-2019, sebelum berkonflik dengan Ukraina, produksi minyak Rusia bisa mencapai 11 juta bpd atau 11% dari kebutuhan dunia. Akibat perang, Rusia mengalami embargo dari negara-negara barat, sehingga kesulitan untuk menjual minyak mentahnya.
Namun demikian, dua negara yaitu India dan China tetap membuka secara terbuka menyatakan tetap membeli minyak mentah dari Rusia. India dan China membeli minyak Rusia dengan harga khusus, jauh lebih rendah daripada harga pasar.
Arcandra mengatakan, berdasarkan data yang dia peroleh, diskon yang diberikan oleh Rusia bisa mencapai sekitar US$30 per barrel. Dengan asumsi harga minyak acuan brent diperdagangankan di harga US$90 per barrel, Rusia masih akan memiliki margin keuntubgan yang cukup dengan menjual harga US$60 per barrel.
“Inilah yang mendasari minyak Rusia kita namakan Sale oil. Biaya produksi Sale oil berada diantara Syeikh dan Shale oil. Dengan struktur biaya yang lebih murah dari shale oil, memberikan harga diskon kepada pembeli tentu lebih baik bagi Rusia dibandingkan dengan opsi menutup sumur,” kata Arcandra seperti dikutip tulisannya berjudul Syeikh Oil, Shale Oil dan Sale Oil dari laman instagramnya arcandra.tahar, Rabu 9 Agustus 2023.
- Daftar Pemain yang Dipanggil Shin Tae Yong untuk Persiapan Piala AFF U-23 Thailand
- Renovasi 4 Stadion Piala Dunia U-17 Telan Anggaran Rp100 M
- Makin Mudah! Pengguna iPhone Bisa Edit Teks Media di WhatsApp
Keberadaan Sale oil juga punya kepentingan untuk menjaga harga minyak dunia agar tidak dibawah biaya produksinya. Semakin tinggi harga, maka akan semakin baik bagi Sale oil. Kenapa? Margin keuntungan yang didapatkan setelah harga diskon dapat membantu perekonomian Rusia yang butuh dana untuk berperang dengan Ukraina.
Bagaimana harga BBM di dalam negeri Rusia jika harga crude tinggi sekali seperti keinginan Sale oil? Pemerintah Rusia memberikan subsidi, sehingga rakyatnya bisa membeli BBM dengan harga terjangkau.
Di Rusia, produksi minyak sebagian besar dikuasai oleh badan usaha yang dikontrol oleh pemerintah seperti Rosneft, Luke Oil, Surgutneftegas dan Gazprom. Dengan struktur seperti ini, Sale oil lebih bisa berpartisipasi bila ada permintaan dari pemerintah Rusia untuk menurunkan atau menaikkan produksi.
Shale Oil dan Syeikh Oil
Sebagai salah satu produser minyak mentah terbesar di dunia, Rusia tidak termasuk anggota OPEC. Namun demikian, dalam berbagai perundingan untuk menstabilkan harga crude dunia, Rusia sering diundang OPEC guna membuat kesepakatan. Itu sebabnya Rusia disebut sebagai anggota OPEC+ (OPEC plus).
Selain Rusia, anggota OPEC+ diantaranya adalah Mexico, Kazakhstan, Oman, Azerbaijan dan Malaysia. OPEC+ menguasai sekitar 45% dari produksi minyak dunia.
Dalam tulisan sebelumnya Arcandra juga menjelaskan, selain Sale oil, juga dikenal Shale Oil dan Syeikh oil. Shale oil merupakan sebutan bagi minyak produksi Amerika Serikat. Sebutan ini muncul sejalan dengan lonjakan produksi minyak AS berkat penemuan teknologi shale oil yang sangat fenomenal.
“Sebelum ada shale oil produksi minyak AS hanya sekitar 7 juta bpd. Tapi berkat implementasi teknologi unconventional, pada tahun 2023 produksi minyak AS diperkirakan bisa mencapai 13 juta bpd. Beberapa sifat yang melekat pada shale oil diantaranya bisa diproduksi dalam waktu cepat, tapi juga cepat habis (declining rate yang tinggi). Jadi sangat fleksibel dalam merespon supply dan demand yang berfluktuasi,” jelasnya.
Salah satu kunci keberhasilan dari eksplorasi dan eksploitasi shale oil di AS adalah kecepatan dalam mengambil keputusan yang didukung oleh bisnis proses yang singkat. Kadang-kadang hanya dalam hitungan minggu pengeboran sudah bisa dilakukan. Sesuatu yang sulit terjadi di negara berkembang.
Karena produksi shale oil yang habis secara cepat, maka pengeboran sumur baru mutlak dilakukan secara terus menerus sampai semua oil yang ada sudah tidak bisa diproduksi secara ekonomis. Oleh karenanya wilayah kerja shale oil bisa disewa kepada pemilik mineral right dalam waktu yang singkat.
“Biaya produksi shale oil termasuk yang tertinggi dunia. Di tahun tahun awal penemuan shale oil ini, biaya produksi per barrel bisa mencapai diatas $60. Tapi dengan semakin baiknya pemahaman tentang teknologi unconventional, saat ini biaya produksi bisa ditekan dibawah US$50 per barrel,” ungkap Arcandra dalam tulisannya yang berseri tersebut.
Selain Sale dan Shale Oil, Arcandra juga menjelaskan Syeikh oil yang merepresentasikan minyak produksi Saudi Arabia. Istilah Syeikh Oil pertama kali dipopulerkan oleh majalah The Economist pada bulan Desember 2014.
Booming minyak di Arab Saudi dimulai sekitar tahun 1933 dengan masuknya SOCAL (the Standard Oil Company of California dan sekarang bernama Chevron) untuk melakukan eksplorasi migas. Lima tahun kemudian minyak ditemukan pertama kali di Arab Saudi.
Dibandingkan dengan Shale Oil dan Sale Oil, biaya produksi Syeikh Oil jauh lebih murah dengan resiko produksi yang juga rendah. Dengan karakteristik seperti ini, Syeikh Oil mampu menghadapi gejolak harga rendah. Andaikan harga minyak jauh di bawah US$50 per barrel pun Syeikh Oil tetap mampu bertahan.
Kepentingan dari Arab Saudi menjaga harga minyak tetap tinggi lebih didasari oleh kebutuhan dana untuk menopang APBN mereka, bukan pada kekhawatiran terhadap Saudi Aramco akan bangkrut.
“Saudi Aramco dikontrol penuh oleh pemerintah dan harga BBM tidak diserahkan kepada mekanisme pasar. Itu sebabnya ketika harga minyak dunia tinggi (di atas US$ 100 per barrel misalnya), pengaruh terhadap inflasi sangat kecil atau bahkan tidak ada. Harga BBM di SPBU tetap rendah dengan adanya subsidi dari pemerintah,” kata Arcandra.