<p>Warga mengambil bahan pokok makanan yang di gantung di sebuah gang jalan komplek warga di kawasan Jati Padang, Jakarta selatan, Jum&#8217;at 15 Mei 2020. Aksi solidaritas Covid 19 yang digagas warga RW.04 tersebut dengan mengumpulkan bahan pokok makanan seperti sayuran, lauk pauk, dan daging yang diperoleh dari sumbangan warga dan secara gotong royong dipersiapkan menjadi [&hellip;]</p>
Industri

Harga Pangan Termahal se-ASEAN, Ini Saran Bank Dunia untuk Indonesia

  • JAKARTA – Bank Dunia menyebut, harga pangan di Indonesia termasuk yang tertinggi di kawasan AEAN. Maka ke depan, tantangan akan berhubungan dengan peningkatan keterjangkauan dan ketahanan gizi, terutama bagi segmen masyarakat prasejahtera. Selain biaya produksi, harga pangan tinggi karena berbagai faktor di luar pertanian seperti pembatasan perdagangan domestik dan internasional serta tingginya biaya pemrosesan, distribusi […]

Industri

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Bank Dunia menyebut, harga pangan di Indonesia termasuk yang tertinggi di kawasan AEAN. Maka ke depan, tantangan akan berhubungan dengan peningkatan keterjangkauan dan ketahanan gizi, terutama bagi segmen masyarakat prasejahtera.

Selain biaya produksi, harga pangan tinggi karena berbagai faktor di luar pertanian seperti pembatasan perdagangan domestik dan internasional serta tingginya biaya pemrosesan, distribusi dan pemasaran.

“Dibandingkan dengan negara lain di kawasan, pola makan Indonesia menunjukkan diversifikasi yang terbatas dan ketersediaan mikronutrien yang terbatas,” kata Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Satu Kahkonen dalam Indonesia Economy Prospects-December 2020, Kamis, 17 Desember 2020.

Misalnya, Indonesia menempati peringkat rendah dunia dalam hal konsumsi sayur dan buah per kapita. Pola makan rendah gizi yang relatif tidak terdiversifikasi memiliki konsekuensi kesehatan, kematian, dan sosial ekonomi yang signifikan.

Anak-anak dan masyarakat prasejahtera secara tidak proporsional dipengaruhi oleh kondisi kesehatan terkait pola makan. Seperti masalah stunting dan kelebihan berat badan.

Indonesia juga menderita kerugian produktivitas yang tinggi karena penyakit yang ditularkan melalui makanan.

“Untuk itu, ada tiga perubahan yang direkomendasikan untuk mengatasi tantangan ketahanan pangan dan memodernisasi sistem pertanian pangan.”

Pertama, pendekatan ketahanan pangan perlu diperluas yang tertuang dalam Undang-Undang Pangan. Kedua, tujuan dan instrument kebijakan perlu disesuaikan kembali dan cakupan kebijakan didefinisikan kembali.

Ketiga, pengeluaran publik perlu dialokasikan kembali untuk mendapatkan dampak yang lebih besar dan produktif.

Satu juga menyarankan, pemerintah dapat memanfaatkan pembangunan sistem pertanian pangan untuk mendorong pertumbuhan inklusif. Modernisasi pertanian lebih lanjut dapat mendorong pertumbuhan, pendapatan sektor pertanian, pekerjaan, ekspor, dan kelestarian lingkungan.

Pada saat yang sama juga memberikan lebih banyak pilihan, nilai, keamanan. Terakhir, memberikan kenyamanan bagi konsumen dengan harga yang lebih stabil dan kompetitif.