<p>Ilustrasi cukai rokok dan cukai hasil tembakau (CHT) / Shutterstock</p>
Nasional

Harga Rokok Masih Murah, Pengendalian Tembakau Makin Sulit

  • JAKARTA – Ketetapan harga rokok di Indonesia dinilai belum efektif dalam mengubah kebiasaan merokok masyarakat. Peneliti dan Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (UI) Krisna Puji Rahmayanti mengungkapkan sebagian besar harga rokok masah sama walaupun cukai hasil tembakau (CHT) naik 12,5%. “Dengan harga yang lebih murah saja, perilaku merokok belum berubah. Ini artinya, kebijakan tersebut […]

Nasional

Aprilia Ciptaning

JAKARTA – Ketetapan harga rokok di Indonesia dinilai belum efektif dalam mengubah kebiasaan merokok masyarakat. Peneliti dan Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (UI) Krisna Puji Rahmayanti mengungkapkan sebagian besar harga rokok masah sama walaupun cukai hasil tembakau (CHT) naik 12,5%.

“Dengan harga yang lebih murah saja, perilaku merokok belum berubah. Ini artinya, kebijakan tersebut belum efektif,” ujar Krisna, dalam Diskusi Publik Komnas Pengendalian Tembakau secara virtual, Selasa, 16 Februari 2021.

Di samping itu, murahnya harga rokok juga memudahkan anak-anak untuk menjangkau. Hal ini dinilai sebagai pemicu tingginya tingkat prevalensi perokok anak di Indonesia.

Seperti diketahui, dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 198 Tahun 2020, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menetapkan tarif cukai tahun ini terkait harga rokok di pasar atau harga transaksi pasar (HTP) minimal 85% dari harga banderol di bungkus rokok.

Namun, fakta di lapangan memperlihatkan masih banyak rokok yang dijual dengan harga yang tidak sesuai, bahkan lebih murah dari pita cukai.

Ketua Pusat Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Putu Ayu Swandewi Astuti juga mengatakan pengendalian tembakau belum optimal.

“Memang cukai baru saja dinaikkan sebesar 12,5 persen. Tetapi kenaikan tersebut kalau dilihat dari harga jual memang belum optimal,” ujarnya saat dihubungi TrenAsia.com, beberapa waktu lalu.

Pasalnya, lanjut Ayu, kenaikan harga rokok saat ini belum membuat masyarakat enggan atau mengurungkan keinginan membeli rokok. “Tentu saja dengan konsumsi rokok yang murah, akan membuat aksesibilitas rokok itu makin tinggi, baik untuk remaja maupun orang dewasa,” ujarnya.

Ini tak terkecuali bagi masyarakat yang pendapatannya sangat terbatas atau kekurangan. Mereka dinilai masih bisa menyisihkan anggaran untuk membeli rokok. Dalam hal ini, apabila pengendalian konsumsi tembakau tidak dilakukan secara optimal, Ayu memprediksi bonus demografi tidak akan tercapai.

“Perilaku berisiko seperti merokok akan berdampak pada Sumber Daya Manusia (SDM) dan akan mempengaruhi optimalisasi bonus demografi,” tuturnya.