Perusahaan tambang batu bara milik Grup Sinarmas PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS) / Dok. Golden Energy
Korporasi

Harga Sedang Membara, Emiten Batu Bara Rambah Tambang Berbeda

  • Saat harga komoditas batu bara tengah terbang 120,5% sejak awal tahun hingga menembus level tertinggi US$180 per ton, emiten seperti Indika Energy, Bumi Resources, Indo Tambangraya Megah, dan United Tractors, justru merambah mineral lain.
Korporasi
Reza Pahlevi

Reza Pahlevi

Author

JAKARTA – Harga komoditas batu bara tengah terbang 120,5% sejak awal tahun hingga 21 September 2021. Bahkan, harga emas hitam itu sempat menembus level tertinggi di atas US$180 per ton.

Untuk kuartal IV-2021, Goldman Sachs Ltd bahkan memperkirakan rata-rata harga batu bara Newcastle dapat mencapai US$190 per ton. Proyeksi harga rata-rata ini meningkat dari proyeksi Goldman Sachs sebelumnya yang hanya sebesar US$100 per ton.

Selain itu, Goldman Sachs juga meningkatkan prediksi harga 2022 ke angka US$120 per ton dari sebelumnya US$85 per ton. Tingginya harga ini untuk memenuhi permintaan negara-negara di utara yang mengalami musim dingin dan juga mempertimbangkan rally global untuk gas alam.

Akan tetapi, sejumlah emiten tambang batu bara justru tengah berancang-ancang merambah bisnis pertambangan berbeda. Hal itu dilakukan demi menyiapkan diversifikasi bisnis sekaligus menjawab kebutuhan dunia yang mulai beralih ke energi baru terbarukan dalam 5-10 tahun ke depan. 

Salah satu perusahaan yang serius mengembangkan bisnis non batu baranya adalah PT Indika Energy Tbk (INDY). Perusahaan milik konglomerat Sudwikatmono ini bahkan menargetkan pendapatan non batu bara dapat mencapai 50% dari total pendapatan pada 2025.

Vice President Director and Group CEO INDY Azis Armand menceritakan keputusan untuk menyasar target 50% ini datang ketika industri batu bara mengalami fluktuasi harga pada tahun lalu. Fluktuasi ini pun mempengaruhi naik turunnya operasional dan keuangan perusahaan.

“Indika berinisiatif stabilisasi kinerja operasi dan keuangan. Namun, saat masuk ke inisiatif stabilisasi itu sampailah kita pada satu titik di mana stabil saja tidak cukup, tetapi juga harus berkelanjutan,” ujar Azis dalam sebuah webinar, 26 Agustus 2021.

Salah satu langkah Indika untuk mencapai komposisi pendapatan 50:50 itu adalah investasi ke sektor non batu bara. Pada Juli lalu, INDY menandatangani perjanjian pengambilalihan perusahaan tambang emas Nusantara Resources Limited melalui mekanisme scheme of arrangement.

INDY berencana mengambil alih 100% saham di Nusantara pada Oktober mendatang. Dengan memiliki 100% saham Nusantara, INDY pun juga akan memiliki 100% saham PT Masmindo Dwi Area  pada Oktober mendatang. Dengan memiliki 100% saham Nusantara, INDY pun juga akan memiliki 100% saham PT Masmindo Dwi Area yang memiliki konsesi tambang emas Awak Mas.

Tambang Awak Mas berlokasi di Sulawesi Selatan dan memiliki sumber daya potensial sebesar 2,29 juta ons emas dengan sumber daya cadangan potensial sebesar 1,46 juta ons. Studi kelayakan untuk proyek ini juga sudah diselesaikan pada 2018.

BUMI Andalkan BRMS

Ilustrasi pertambangan batu bara. / Pixabay

Perusahaan tambang batu bara milik Grup Bakrie, PT Bumi Resources Tbk (BUMI), sebenarnya sudah lama berkecimpung dalam pertambangan mineral. Untuk itu, BUMI mengandalkan anak usahanya PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS).

“BRMS memiliki proyek atraktif di bidang mineral untuk emas, seng, tembaga, dan timbal. Semua ini memiliki prospek menjanjikan,” ujar Direktur dan Sekretaris Perusahaan BUMI Dileep Srivastava kepada TrenAsia.com, Rabu, 22 September 2021.

Dileep menambahkan prospek menjanjikan dari proyek-proyek BRMS tersebut bertepatan dengan fase commodities boom yang mulai terlihat dari akhir 2020 hingga saat ini. Diperkirakan, masa ini bahkan dapat berlanjut hingga 2022.

Ada setidaknya 3 proyek tambang mineral yang saat ini digarap BRMS. Pertama, ada PT Citra Palu Minerals yang mengelola tambang emas di Palu. CPM memiliki kontrak kerja menggarap konsesi tambang seluas 85.180 hektare. 

Di konsesi tambang tersebut, BRMS memperkirakan ada 7,94 juta ton emas dengan cadangan 3,94 juta ton. Izin konstruksi dan produksi CPM sudah dikantongi sejak November 2017 dengan masa konstruksi 3 tahun dan masa produksi 30 tahun (sampai 2050).

Kedua, BRMS juga memiliki PT Gorontalo Minerals yang memiliki konsesi tambang emas dan tembaga di Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo seluas 24.995 hektare. BRMS memiliki 80% kepemilikan saham di GM dengan 20% sisanya dimiliki BUMN PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).

Ketiga, BRMS juga berencana menggarap tambang seng dan timah hitam di Dairi, Sumatra Utara lewat PT Dairi Prima Mineral (DPM). Dalam perusahaan ini, BRMS memiliki 49% saham dan 51%-nya dipegang oleh China Nonferrous Metal Industry’s Foreign Engineering & Construction Co Ltd. (NFC China).

Beberapa waktu lalu, Direktur BRMS Herwin Hidayat memaparkan penggarapan tambang ini dapat menghabiskan dana  US$350 juta atau setara Rp5,04 triliun (dengan kurs Rp14.356 per dolar AS). 80% dari dana tersebut akan didapat dari fasilitas pinjaman dan 20%-nya dari equity financing.

ITMG Masih Menimbang-nimbang

Emiten tambang batu bara PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) / Istimewa

PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) yang utamanya bergerak di pertambangan batu bara tidak menutup kemungkinan melakukan diversifikasi ke pertambangan mineral seperti pertamban emas atau nikel.

Direktur Utama ITMG Mulianto mengaku selalu melihat apa yang menjadi titik kuat perusahaannya, yaitu pertambangan. Menurutnya, ITMG tidak bisa menghindari perubahan yang terjadi untuk dapat sustain ke depannya.

“Salah satu perubahan yang terjadi adalah tech mineral. Kita dalam posisi yang selalu melihat opportunity itu, semoga kita bisa mendapatkan konsesi-konsesi tersebut untuk bisa make sure ITM lebih sustain ke depan,” ujar Mulianto dalam paparan publik, Selasa, 7 September 2021.

Meski begitu, Mulianto menekankan ITMG tetap akan melakukan pertambangan batu bara sebagai inti perusahaan. Dirinya memastikan ITMG tetap akan melakukan pertambangan batu bara setidaknya dalam 5-10 tahun ke depan.

“Kita masih melihat batu bara masih on demand karena power plant masih ada, belum di-scrap dan bahkan masih dalam pipeline di area-area terutama Asia Tenggara,” tambahnya.

Sudah Punya Martabe, UNTR Masih Lirik Mineral Lain

Tambang emas Martabe milik PT Agincourt Resources, anak usaha PT United Tractors Tbk (UNTR) dari Grup Astra / Agincourtresources.com

PT United Tractors Tbk (UNTR), anak usaha Astra di bidang alat berat dan pertambangan, juga tidak menutup kemungkinan melakukan akuisisi tambang-tambang mineral selain batu bara termal. 

Sebenarnya, UNTR sudah punya tambang emas yang dikelola oleh anak usahanya PT Agincourt Resources. Agincourt mengelola tambang emas Martabe di Sumatra Utara. 

Meski begitu, Presiden Direktur UNTR Frans Kesuma mengatakan pihaknya berencana akan menambah pertambangan mineral lain. Frans mengatakan pihaknya saat ini sedang dalam proses review untuk akuisisi beberapa tambang yang ditargetnya.

“Terdapat beberapa tambang yang masih dalam proses review karena Perseroan harus melihatnya secara komprehensif. Sesuai srategi diversifikasi usaha, Perseroan menjajaki untuk mengakusisi aset tambang mineral lain selain batu bara termal, seperti emas, metalurgical coal dan copper,” ujar Frans dalam paparan publik, 8 September 2021.

Hingga semester I-2021, produksi emas dari tambang Martabe tercatat sebesar 204.000 ons. Jumlah ini tercatat turun 4% dari produksi semester I-2020 sebesar 212.000 ons.

Dari 2018, produksi emas Martabe memang tercatat turun terus. Sempat memproduksi 453.000 ons emas pada 2018, angka tersebut turun 10% menjadi 410.000 ons pada 2019. Pada 2020, produksi turun lagi 22% menjadi 320.000 ons.