Hari Kesehatan Mental Sedunia, Komnas Perempuan Minta Kemenkes, POLRI dan Kemenkumham Lakukan Ini
- Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia pada 10 Oktober 2023 Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengangkat tema Kesehatan Mental merupakan Hak Asasi Manusia yang Universal.
Nasional
JAKARTA - Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia pada 10 Oktober 2023 Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengangkat tema Kesehatan Mental merupakan Hak Asasi Manusia yang Universal.
Dikutip dari laman resminya, Komnas Perempuan mendorong Kementerian Kesehatan (Kemenkes), POLRI, dan Kemenkumham untuk melakukan sejumlah langkah nyata dalam penanganan masalah keseahatan mental diantaranya:
- Kementerian Kesehatan RI memperkuat layanan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dengan layanan kesehatan terpadu yang mencakup layanan psikologis bagi perempuan korban kekerasan berbasis gender termasuk kekerasan seksual.
- POLRI segera membentuk Direktorat Perempuan dan Anak dengan menyediakan SPPT-PKKTP bagi perempuan korban kekerasan berbasis gender untuk mencegah trauma berulang (secondary trauma) dan memenuhi hak korban kekerasan atas pemulihan.
- Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia memperkuat layanan kesehatan mental di lapas-lapas dan mendekatkan akses layanan terhadap tahanan khususnya perempuan termasuk perempuan dengan pidana tinggi (hukuman mati dan hukuman seumur hidup).
Sejauh pemantauan Komnas Perempuan, beberapa catatan mengenai pelayanan keseahtan mental di Indonesia masih perlu diperhatikan.
- Parawisata Bergeliat, Indonesia Targetkan 14 Juta Kunjungan Wisman pada 2024
- OJK: Risiko Kredit Tetap Terkendali di Tengah Tekanan Suku Bunga Tinggi
- Konflik Palestina-Israel Potensi Kerek Harga Bahan Pangan di Indonesia
Kekerasan berbasis gender, misalnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tak hanya mengakibatkan luka fisik melainkan juga luka psikis berupa kecemasan/ketakutan (anxiety), depresi, dan trauma berkepanjangan (post traumatic stress disorder), bahkan sampai bunuh diri.
Komisioner Rainy Hutabarat juga menambahkan bahwa “Meskipun sudah tersedia UU PKDRT, namun masih terdapat faktor sosial budaya yang menjadi hambatan dalam melaporkan kasus KDRT yang dialami perempuan korban,” ujarnya.
Komnas Perempuan juga mencatat, orang dengan gangguan jiwa termasuk perempuan korban kekerasan seksual, mengalami hambatan terkait aksesibilitas layanan kesehatan mental yang terjangkau dan layak.
Catatan lainnya adalah, tempat-tempat tahanan dan serupa tahanan seperti panti rehabilitasi bagi disabilitas psikososial, panti rehabilitasi narkoba, lokasi penampungan pengungsi dan lain-lain, juga membutuhkan tenaga psikolog atau psikiater.
Untuk diketahui prevalensi orang dengan gangguan jiwa di Indonesia sekitar 20% dari 250 juta. Layanan kesehatan jiwa hingga saat ini belum aksesibel hingga tingkat provinsi. Sementara data dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa jumlah psikiater sebagai tenaga profesional untuk pelayanan kesehatan jiwa hanya sejumlah 1.053 orang yang artinya satu psikiater melayani sekitar 250 ribu penduduk.