Presiden Jokowi (Reuters/Ezra Acayan)
Nasional

Harimau Mati Meninggalkan Belang, Jokowi Pergi Tinggalkan Kontroversi

  • Masyarakat seakan terus dibuat kaget dengan ragam atraksi Jokowi menjelang lengsernya kepemimpinan 1 dekade terakhir.

Nasional

Debrinata Rizky

JAKARTA - Menjelang akhir kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) beragam kontroversi hingga menyebabkan demo masa kerap terjadi di Indonesia. Masyarakat seakan terus dibuat kaget dengan ragam atraksi Jokowi menjelang lengsernya kepemimpinan 1 dekade terakhir.

Hal ini yang membuatnya selalu menjadi topik hangat pemberitaan media dan seringkali trending di media sosial. Lalu apa saja kontroversi Jokowi di akhir Kepemimpinannya?

Gibran Rakabuming Jadi Wapres

Salah satu skandal yang menyeret Jokowi itu  soal cawe-cawe calon presiden (capres) anaknnya Gibran Rakabuming Raka hingga menjadi Wakil Presiden terpilih mendatang.

Jokowi memuluskan langkah Gibran menjadi cawapres melalui adik iparnya, Anwar Usman, yang saat itu menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Anwar menyetujui gugatan soal batasan usia capres-cawapres dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat Oktober 2023 lalu. Di mana seseorang yang berusia di bawah 40 tahun asal pernah menjadi kepala daerah bisa mendaftar.

Putusan tersebut lantas membuat Anwar diberhentikan dari jabatan Ketua MK karena melanggar kode etik. keluarga Jokowi pun terus-terusan menerima kritik tajam usai Gibran dideklarasi menjadi cawapres Prabowo.

Tapera

Otak atik kebijakan kembali dilakukan, Presiden Joko Widodo telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 yang mengatur Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera. Dengan peraturan ini, gaji pekerja dipotong oleh negara untuk membangun perumahan.

Dalam beleid ini menyatakan sebanyak 3% gaji atau upah pekerja akan ditarik tiap bulannya untuk simpanan Tapera. Untuk pekerja swasta, pemberi kerja membayar 0,5% dan pekerja membayar 2,5%.

Simpanan Tapera adalah penyimpanan rutin oleh Peserta dalam Rekening Dana di Bank Kustodian melalui Bank Penampung yang diinvestasikan melalui mekanisme KIK (Kontrak Investasi Kolektif) untuk pembiayaan perumahan atau dikembalikan dengan hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.

Keluarnya Aturan ini mengundang reaksi masyarakat termasuk partai buruh yang melakukan demo besar-besaran menolak Tapera.

RUU Pilkada

Tak hanya itu, baru baru ini tepatnya 22 Agustus 2024 aksi demo besar-besaran dilakukan oleh berbagai kalangan di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Jakarta. Usai Mahkamah Konstitusi membacakan dua putusan penting yang dapat mengubah arah politik dalam pilkada 2024.

Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 memuat pengusungan calon kepala daerah di pilkada disetarakan dengan besaran persentase persyaratan calon perseorangan, yaitu berbasis jumlah penduduk. Khusus di Jakarta, partai politik atau gabungan partai politik dapat mengusung pasangan calon kepala daerah jika memperoleh suara sah paling sedikit 7,5%, bukan lagi 20%.

Sementara itu, Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 menegaskan, syarat usia calon kepala daerah dihitung saat penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Putusan MK tersebut berbeda dengan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 24P/HUM.2024, yang menetapkan usia minimal dihitung saat pelantikan calon terpilih.

Dampaknya, Melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, beberapa partai politik, termasuk PDI-P, bisa mengajukan calonnya sendiri dalam Pilkada Jakarta 2024 tanpa berkoalisi. PDI-P diketahui memperoleh 850.174 suara sah atau 14,01% suara pada Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) DKI Jakarta 2024. Sementara, Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 dapat menghambat langkah putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, untuk maju dalam Pemilihan Gubernur 2024 yang mensyaratkan usia minimal 30 tahun.

Saat penetapan pasangan calon pada 22 September 2024, Kaesang belum genap berusia 30 tahun. Dia baru menyentuh kepala tiga pada 25 Desember 2024.

Sehari setelah putusan MK, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyepakati revisi UU Pilkada dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.

Tarif KRL Berbasis NIK

Pemerintah berencana mengubah subsidi KRL Jabodetabek dengan skema Nomor Induk Kependudukan (NIK). Rencana tersebut tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.

Wacana tersebut pun menuai pro dan kontra. Masyarakat mempertanyakan realisasi skema subsidi berbasis NIK ini. Rencana ini merupakan bagian dari upaya DJKA dalam melakukan penyesuaian tarif KRL Jabodetabek dengan subsidi yang lebih tepat sasaran. Dan diakuinya guna memastikan agar skema tarif ini betul-betul tepat sasaran.

Skema tersebut langsung menuai protes dari para pengguna KRL. Mereka menumpahkan aspirasinya melalui media sosial, dengan menyuarakan penolakan atas skema tarif tersebut.