Direktur Health, Safety and Environment (HSE) Harita Nickel Tonny H. Gultom menerima penghargaan TrenAsia ESG Award 2023 untuk kategori smelter.
Korporasi

Harita Nickel (NCKL) Menyongsong Private Placement dan Rights Issue, Potensi Cuan Rp20,9 Triliun

  • Harita Nickel yang beroperasi di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara ini berpotensi mengumpulkan dana sekitar Rp20,9 triliun dari aksi korporasi tersebut.
Korporasi
Alvin Pasza Bagaskara

Alvin Pasza Bagaskara

Author

JAKARTA – Emiten pertambangan nikel PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) berencana menerbitkan 6,3 miliar saham baru atau setara 10% melalui skema penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (non-HMETD) atau private placement.

Selain bersiap meluncurkan private placement, NCKL yang biasa disebut Harita Nickel ini juga akan menggelar penawaran umum terbatas (PUT) dengan skema rights issue sebanyak 18,92 miliar saham baru atau 30%.

Akan tetapi, manajemen Harita Nickel urung juga mengungkapkan harga pelaksanaan dari rencana dua aksi korporasi tersebut, lantaran baru akan mengadakan rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 15 Maret 2024 mendatang.

“Sesuai rencana, private placement dan rights issue akan berlangsung setelah dipenuhi seluruh persyaratan dan persetujuan RUPSLB serta persetujuan para pihak terkait transaksi,” demikian bunyi pernyataan resmi NCKL dikutip pada Jumat, 9 Februari 2024. 

Dengan mengambil asumsi harga saham NCKL pada penutupan perdagangan Rabu, 7 Februari 2024 yang berada di level Rp830 per saham, dua aksi korporasi emiten nikel yang beroperasi di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara berpotensi mengumpulkan dana sekitar Rp20,9 triliun.

Pelaksanaan private placement dan rights issue NCKL ini bertujuan tujuan untuk terus meningkatkan kinerja pada 2024, yang mencakup rangkaian inovasi pengembangan bisnis yang terintegrasi, mulai dari tahap hulu hingga hilir, yang akan dilakukan dalam satu kawasan industri.

Manajemen Harita Nickel memastikan bahwa pelaksanaan private placement akan mengakibatkan dilusi kepemilikan saham hingga 9,09%. Sementara itu, potensi dilusi dari rights issue, apabila pemegang saham tidak menggunakan haknya, dapat mencapai maksimum 23,08%.

Sebagai informasi, saat ini saham Harita Nickel mayoritas dikuasai oleh PT Harita Jayaraya dengan menggengam 86,48% saham, disusul PT Citra Duta Jaya Makmur yang mengempit 0,87% saham. Sedangkan, sisanya sebesar 12,65% saham dimiliki oleh publik.

Proyek Raksasa

Sebelumnya, NCKL mengumumkan tengah ngerjakan proyek megapabrik smelter nikel dengan teknologi high-pressure acid leach (HPAL) senilai Rp 17,9 triliun, bersama dengan smelter nikel berbasis rotary kiln electric furnace (RKEF). 

Direktur Utama Harita Nickel (NCKL) Roy Arman Arfandy menuturkan bahwa proyek ini terletak di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, dan diharapkan akan mulai beroperasi dalam kurun waktu dua tahun mendatang.

“Hingga saat ini, kami bermitra dengan Lygend Resources & Technology untuk PT Obi Nickel Cobalt (PT ONC) dan PT Karunia Permai Sentosa (KPS). Ke depan, kami tidak menutup kemungkinan untuk berkolaborasi dengan pihak lain yang berpotensi menjadi mitra strategis baru,” ujarnya melalui keterangan resmi belum lama ini.

Roy mengungkapkan, PT ONC merupakan anak usaha Harita Nickel yang akan menggarap proyek pembangunan smelter nikel HPAL di Pulau Obi. “Pabrik ini menjadi pabrik HPAL yang kedua bagi perusahaan dan Harita Nickel menginvestasikan dana sekitar US$ 1,1-1,2 miliar atau setara Rp 16,4-17,9 triliun,” jelas dia.

Roy menambahkan bahwa smelter nikel tersebut akan dioperasikan dengan tiga jalur produksi. Dengan kapasitas smelter sebesar 65.000 ton logam per tahun, diperkirakan produksi akan dimulai secara bertahap pada pertengahan tahun mendatang.

NCKL juga tengah membangun smelter nikel RKEF melalui perusahaan asosiasi, PT Karunia Permai Sentosa (KPS). Smelter nikel dengan 12 lini produksi ini dapat memproduksi 185.000 metal ton per tahun. Smelter nikel RKEF ketiga ini diperkirakan selesai dan siap beroperasi secara bertahap mulai pertengahan 2025.

“Sumber dana pembiayaan kedua proyek itu sebagian berasal dari dana perusahaan dan sisanya dari pinjaman sindikasi,” pungkas Roy.