Harvey Moeis dan Sandra Dewi. (instagram.com/sandradewi88)
Nasional

Harvey Moeis Akui Minta Rp23 Miliar dari 4 Smelter Swasta

  • Menurut Harvey, dana yang ia tagih digunakan sebagai kontribusi tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR). Akan tetapi, pihak smelter yang memberikan dana tidak diberitahu mengenai alokasi dana tersebut, sehingga transparansi penggunaannya dipertanyakan dalam persidangan.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA – Kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah yang melibatkan Harvey Moeis kini memasuki babak anyar. Dalam persidangan terbaru, Harvey mengakui di hadapan pengadilan bahwa dirinya mengumpulkan dana sebesar US$1,5 juta atau sekitar Rp23,6 miliar (kurs Rp15.750) dari empat perusahaan smelter swasta, yaitu CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa. 

Harvey, bersama sejumlah terdakwa lainnya, didakwa mengumpulkan dana dari berbagai smelter swasta yang digunakan untuk kepentingan pribadi, sehingga mengakibatkan kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp300 triliun.

Dana tersebut, menurut Harvey, diklaim sebagai kontribusi tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR). Selain itu, ia juga menerima tambahan dana sebesar SGD25 ribu atau sekitar Rp298 juta (kurs Rp111.940) dalam tiga kali transaksi, Harvey menyebut jumlah itu hanya sebagian kecil dari total penerimaan yang ia terima.

"Selain itu juga ada 25 ribu dolar Singapura tiga kali, sebagian kecil saja," papar Harvey saat kala menjalani sidang pemeriksaan kasus dugaan korupsi timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, dilansir Selasa, 5 November 2024.

Pasal yang Dilanggar

Dalam pengakuannya, Harvey menyatakan bahwa dana tersebut digunakan untuk membeli alat kesehatan yang kemudian disalurkan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) dalam rangka penanganan COVID-19. 

Akan tetapi, pihak smelter yang memberikan dana tidak diberitahu mengenai alokasi tersebut, sehingga transparansi penggunaannya dipertanyakan dalam persidangan.

"Belum sempat dikasih tahu kepada pihak smelter, tapi itu untuk bantuan alat kesehatan di RSCM dan RSPAD," ujar Harvey.

Berdasarkan dakwaan jaksa, tindakan Harvey bersama tiga petinggi smelter lainnya, yakni Tamron (Pemilik Manfaat CV VIP dan PT MCM), Achmad Albani (General Manager CV VIP dan PT MCM), serta Hasan Tjhie (Direktur Utama CV VIP), telah menyebabkan kerugian keuangan negara yang sangat besar, yaitu sekitar Rp300 triliun. Selain mereka, seorang pengepul bijih timah bernama Kwan Yung alias Buyung turut didakwa terlibat dalam kasus ini.

Harvey dan ketiga terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah melalui UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Khusus untuk Tamron, ia juga dikenakan dakwaan tambahan berdasarkan Pasal 3 atau Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Kasus ini mendapat perhatian publik yang besar karena besarnya kerugian negara yang terjadi. Pemerintah dan aparat penegak hukum diharapkan dapat mengusut tuntas kasus ini, menegakkan aturan hukum, dan mengembalikan kerugian yang telah ditimbulkan. 

Selain itu, kasus ini juga menjadi pengingat akan pentingnya transparansi dalam pengelolaan dana CSR serta pengawasan ketat terhadap tata niaga komoditas strategis seperti timah.