Ilustrasi fintech pinjaman online (pinjol) atau kredit online alias peer to peer (P2P) lending ilegal harus diwaspadai. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Fintech

Hati-Hati! Kini Pinjol Ilegal Mulai Menyasar Korban yang Tidak Ajukan Pinjaman

  • Ada modus operandi baru yang digunakan oleh para pelaku pinjol ilegal.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan bahwa kini ada tren modus pinjaman online (pinjol) ilegal yang menyasar korban-korban yang bahkan tidak mengajukan pinjaman sama sekali.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi saat menjawab pertanyaan wartawan dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner yang diselenggarakan Kamis, 3 Agustus 2023.

Disampaikan oleh Friderica, dari 4.712 pengaduan pinjol ilegal yang diiterima oleh Satgas Waspada Investasi (SWI) selama paruh pertama 2023, ditemukan adanya modus operandi baru yang digunakan oleh para pelaku pinjol ilegal.

Friderica mengatakan, sebenarnya tren pengaduan pinjol ilegal sendiri sudah semakin melandai, namun kini para pelaku mulai menyasar korban-korban yang bahkan tidak mengajukan pinjaman sama sekali.

"Korban itu tidak mengajukan pinjaman pada pinjol ilegal, tapi tiba-tiba ada uang masuk ke rekeningnya, dan tiba-tiba muncul tagihan dengan bunga yang tinggi," ujar Friderica dikutip Jumat, 4 Agustus 2023.

Menurut Friderica, baik untuk para pelaku pinjol maupun investasi ilegal, modus yang mereka gunakan selalu berubah dengan inovasi-inovasi yang terus bermunculan.

Dari sejumlah pengaduan yang diterima, OJK juga menemukan bahwa para pelaku bisa mereplikasi situs dari penyedia layanan yang sudah berizin dan menawarkan produk yang seolah-olah resmi dengan tingkat kemiripan yang cukup tinggi.

"Sangat mirip, makanya kita harus berhati-hati," tambah Friderica.

Friderica pun mengatakan bahwa jangkauan para pelaku semakin luas karena mereka bergerak dengan basis teknologi.

Dengan begitu, seiring dengan inklusi keuangan yang terus meningkat namun tidak diikuti oleh literasi keuangan yang diharapkan, maka para pelaku pun memiliki cakupan sasaran yang terus meningkat.

"Kalau kita lihat, inklusinya sudah di kisaran 86%, tapi ini tidak diikuti dengan tingkat literasinya. Maka dari itu, kita melakukan edukasi terus-menerus," papar Friderica.

Edukasi ini dikatakan Friderica terus digenjot, khususnya bagi generasi muda, melalui kanal-kanal media sosial dari OJK.

Tidak hanya terkait dengan upaya meningkatkan kewaspadaan terhadap pinjol ilegal, edukasi yang didorong pun berkaitan dengan imbauan kepada generasi muda agar bisa menggunakan produk-produk keuangan terbaru dengan bijak, misalnya paylater.

Pasalnya, kegagalan bayar dalam paylater itu nantinya bisa berdampak kepada kemampuan generasi muda untuk mengajukan pinjaman.

"Kalau mereka anak-anak muda ini menggunakan produk paylater dengan tidak bijak, akhirnya mereka malah tidak bisa memperoleh pinjaman yang lebih penting karena macet di paylater ini," pungkas Friderica.