<p>Suasana bangunan apartemen di kawasan Jakarta Pusat/ Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Hati-hati, Saham Properti Melesat Tinggi Hanya Ilusi

  • Hans mengatakan, kenaikan saham properti untuk pekan lalu hanya merupakan sentimen semu. Sebab sebetulnya, kata dia, performa sektor properti di masa pandemi ini masih berat dan belum menunjukkan tren peningkatan penjualan. Saham properti, menurutnya, hanya baik untuk investasi jangka panjang.

Industri
Fajar Yusuf Rasdianto

Fajar Yusuf Rasdianto

Author

JAKARTA – Dalam sepekan terakhir pergerakan harga saham di sektor properti menunjukkan performa cukup gemilang. Pada perdagangan 17 September 2020, lini properti bahkan sempat bertengger sebagai sektor pengungkit utama pasar modal dengan kenaikan 2,55%.

Sentimen positif dari pemerintah pusat soal wacana pengalokasian dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada Kredit Pemilikan Rumah (KPR) disinyalir sebagai penyebabnya. Ditambah lagi dengan adanya wacana pemangkasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sektor properti.

Namun rupanya, performa positif ini tidak bertahan lama. Berdasarkan data Bloomberg pada 21 September 2020 pukul 14.30 WIB, pergerakan saham para pelaku properti mulai berbondong-bondong lari ke zona merah.

Saham PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) tercatat turun ke level Rp124 dari sebelumnya Rp124 per lembar. Saham PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) juga turun dari Rp105 menjadi hanya Rp101 per lembar.

Selanjutnya, ada saham PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) yang turun 20 poin ke level Rp550 dari sebelumnya Rp570 per lembar. Lalu PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) yang turun dari Rp384 ke level Rp372 per lembar. Disusul saham PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) yang menukik 6,57% dari Rp131 per lembar menjadi Rp122.

Dari seluruh emiten properti yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), hanya saham PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) saja yang masih tumbuh. Naik 35 basis poin ke level Rp805 per lembar dari sebelumnya Rp770 per lembar.

Karyawan melintas didepan monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin, 3 Agustus 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

Sentimen Semu

Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee menjelaskan, kenaikan saham di sektor properti pekan lalu sebetulnya lebih dipengaruhi oleh sentimen jangka panjang. Termasuk soal penetapan suku bunga rendah oleh Federal Reserve (The Fed) dan tren penjualan properti di China yang tumbuh pasca-pandemi.

“Sekarang memang penjualan rumah belum membaik, tapi ekspektasi orang bisa membuat harga sahamnya juga bisa menguat tinggi,” terang Hans saat berbincang dengan TrenAsia.com, Minggu 20 September 2020.

Hans mengatakan, kenaikan saham properti untuk pekan lalu hanya merupakan sentimen semu. Sebab sebetulnya, kata dia, performa sektor properti di masa pandemi ini masih berat dan belum menunjukkan tren peningkatan penjualan. Saham properti, menurutnya, hanya baik untuk investasi jangka panjang.

Penyebabnya, tidak lain karena perubahan pola hidup masyarakat yang kini cenderung lebih banyak di rumah. Hal ini akan menyebabkan permintaan terhadap tempat tinggal akan tumbuh dalam jangka waktu beberapa tahun ke depan.

Sementara untuk investasi jangka pendek, investor disarankan untuk membeli saham di sektor-sektor consumer goods.

“Tapi kalau punya dana investasi jangka panjang, nanti mungkin kalau saham-saham properti turun bisa dibeli,” pungkas dia. (SKO)