Hei Bisnis Konvensional! Gandeng Startup Jika Tak Ingin Dilibas Pandemi
Saat ini perusahaan konvensional tengah melakukan transformasi besar-besaran menuju digital.
JAKARTA – Pandemi COVID-19 memaksa banyak lini bisnis perusahaan kakap beralih ke proses digital. Cara tercepat untuk menjalankan transformasi tersebut adalah melalui kolaborasi dengan perusahaan rintisan alias startup digital.
President Director Binar Academy sekaligus advisor Mandiri Capital Indonesia Alamanda Shantika mengatakan, awal mulanya banyak perusahaan yang enggan mengembangkan platform digital. Namun, saat ini mereka dipaksa menuju digitalisasi agar dapat bertahan di tengah pandemi.
Menurutnya proses transformasi bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Oleh karena itu, alternatif yang sangat memungkinkan adalah berkolaborasi dengan perusahaan rintisan yang berfokus pada pengembangan digital.
“Saat ini perusahaan konvensional tengah melakukan transformasi besar-besaran menuju digital. Contohnya saja rumah sakit dan groceries yang tengah mengembangkan platform digital,” ujarnya melalui keterangan resmi beberapa waktu lalu.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Bahkan, kata Alamanda saat ini banyak perusahaan besar, baik itu swasta nasional maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang melakukan investasi langsung ke perusahaan rintisan digital untuk mencari sinergi atau berkolaborasi.
Beberapa perusahaan swasta nasional yang sudah melakukan investasi langsung di perusahaan rintisan di antaranya adalah PT Bank Central Asia Tbk alias BCA melalui Central Capital Ventura (SYNRGY Accelerator), PT Astra Internasional Tbk, PT Bank OCBC NISP Tbk melalui OCBC NISP Ventura dan PT Bank CIMB Niaga Tbk bersama Genesis Alternatives Ventures.
Tak mau kalah, perusahaan BUMN juga telah melakukan investasi untuk bersinergi dengan perusahaan rintisan di antaranya adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk melalui BRI Ventura Investama, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk melalui Mandiri Capital Indonesia dan PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom melalui MDI Venture.
Untung-Buntung
Menurut dia, dari pengalamannya bersama Mandiri Capital banyak manfaat ketika memutuskan masuk dan berinvestasi di perusahaan rintisan digital. Selain untuk memperkuat lini bisnis yang selama ini sudah berjalan, keuntungan lainnya adalah mempercepat transformasi digital di bank BUMN tersebut.
“Mungkin bisnis konvensional sudah mulai sadar tidak seharusnya berkompetisi dengan perusahaan rintisan digital. Justru saat ini perusahaan rintisan harus bersinergi dan berkolaborasi dengan startup digital. Sebab antara perusahaan konvensional dan digital mempunyai value masing-masing,” papar Alamanda.
Ia menilai, transformasi digital tak sekadar membuat aplikasi, terlebih harus mengubah bisnis model, kapabilitas serta kapasitas sumber daya manusia (SDM). Dengan gambaran tersebut, perusahaan konvensional kelas kakap memiliki kesulitan untuk melakukan transformasi digital dengan cepat.
“Mereka membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat bertransformasi ke digital. Dengan berinvestasi dan berkolaborasi di perusahaan digital startup, maka akan mempermudah serta mempercepat digital transformasi di perusahaan tersebut,” imbuhnya.
Bank pelat merah itu beserta anak usahanya diketahui telah menjalin kerja sama dengan beberapa startup. Dan kolaborasi itu tampaknya dapat berjalan dengan baik dan saling menguntungkan.
“Misalnya, ketika Mandiri Sekuritas ingin menjual obligasi retail mereka bisa menggunakan startup KoinWorks untuk penjualan obligasi ritel, serta AXA Mandiri yang dapat menjual asuransi melalui Amartha,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, Alamanda bilang startup binaannya pun dapat memanfaatkan channel yang dimiliki Bank Mandiri. Dia menilai user base Bank Mandiri yang sangat besar menjadi nilai tambah tersendiri bagi perusahaan startup untuk berkembang.
“Yang kita rasakan kolaborasi antara Bank Mandiri dan startup itu saling menguntungkan satu sama lainnya. Ini lebih baik jika dibandingkan beberapa tahun yang lalu ketika perusahaan konvensional masih berkelahi dengan perusahaan startup,” tambahnya.
Kian Menjanjikan
Alamanda menilai pasca COVID19, industri startup sudah jauh lebih sehat. Jika dahulu perusahaan rintisan terkenal dengan ‘bakar uang’, namun saat ini sudah tidak lagi.
Dahulu, sambungnya, investor dan pemilik startup hanya memikirkan valuasi semata. Namun kini mereka sudah memikirkan rencana bisnis dan profitabilitas dari perusahaan yang dirintisnya tersebut.
“Memang itu yang saya inginkan di industri startup. Selain kolaborasi dan sinergi, diharapkan tidak ada lagi bakar uang. Sehingga membuat perusahaan startup digital menjadi lebih sehat dan menjanjikan keuntungan. Mindset itu yang saat ini ada di Mandiri Capital,” kata Alamanda.
Saat ini Mandiri Capital tengah fokus kepada perusahaan rintisan yang mengembangkan bisnisnya ke arah sustainability dan ramah lingkungan. Seperti startup yang mengembangkan solar panel dan home garden dinilai Alamanda memiliki potensi yang sangat bagus di masa mendatang.
Sedangkan untuk perusahaan yang dahulu masih startup namun kini sudah naik kelas hingga decacorn dinilai Alamanda juga sudah melihat profitabilitas dari bisnisnya. Dengan mereka sudah memikirkan profitabilitas, membuat perusahaan decacorn ini masih memiliki potensi untuk tumbuh. Perusahaan kelas decacorn sudah berpikir untuk exit di pasar bursa.
Saat ini Mandiri Capital hanya melihat perusahaan startup yang masih early stage dan series A, B, C. menurut Alamanda untuk investasi di perusahaan early stage tidak membutuhkan dana yang besar disebabkan valuasinya yang masih rendah. Kendati begitu, effort yang diperlukan untuk masuk di early stage juga besar dibandingkan dengan perusahaan decacorn.
“Untuk masuk ke early stage memang seperti gambling. Namun untuk Series B atau C risikonya sudah lebih kecil. Secara teoritis early stage hingga Series C memiliki potensi gain 10 kali lipat. Namun untuk investor yang ingin berinvestasi di perusahaan kelas decacorn, dana yang dibutuhkan sangat besar pengkaliannya lebih sedikit, namun risikonya jauh lebih dapat di-manage karena bisnisnya sudah jelas,” tutupnya. (SKO)