HERO Masih Keok, Ritel Pakaian LPPF, MAPI Bakal Melejit
- JAKARTA – Emiten ritel berhasil melalui paruh pertama tahun ini dengan kinerja yang cukup solid. Dari sepuluh perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar di s
Industri
JAKARTA – Emiten ritel berhasil melalui paruh pertama tahun ini dengan kinerja yang cukup solid. Dari sepuluh perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar di sektor ini, tercatat PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) membukukan laba dan pendapatan yang melesat ratusan persen dibandingkan dengan semester I tahun lalu.
Meskipun demikian, sejumlah ritel lainnya masih mencatat kerugian, seperti PT Hero Supermarket Tbk (HERO) dan PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST). Baik laba maupun pendapatan, keduanya kompak menurun.
Berdasarkan laporan keuangan dari setiap perusahaan yang dirilis di Bursa Efek Indonesia (BEI), secara keseluruhan dapat dikatakan ritel pakaian bangkit dengan hasil yang gemilang. Perusahan tersebut mencetak pertumbuhan kinerja dan tetap ekspansi kendati situasi masih pandemi.
Ritel pakaian melejit
Emiten ritel milik Grup Lippo alias LPPF membukukan kinerja yang apik sepanjang semester I-2021. Perseroan berhasil meraup laba bersih sebesar Rp532 miliar. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, perseroan menelan rugi hingga Rp357 miliar.
- Gandeng BenQ Indonesia, Pintek Latih UKM Pendidikan Siapkan Pembelajaran Hybrid
- Tidak Mau Go Digital, 67 Persen Bank di Asia Pasifik Terancam Kehilangan Pasar
- Tawarkan Hidup Berkualitas, Lebih Dari 50% Hunian TOD Adhi Commuter Properti (ADCP) Terjual
Selain itu, pendapatan LPPF juga naik hingga 59% year-on-year (yoy) dari Rp2,2 triliun per Juni 2020 menjadi Rp3,5 triliun per Juni 2021.
Pendapatan ini berasal dari penjualan eceran sebesar Rp2,1 triliun atau meningkat dibandingkan Rp1,4 triliun per semester I-2020. Selain itu, penjualan konsinyasi juga menyumbang Rp1,3 triliun, serta pendapatan jasa sebesar Rp7 miliar.
Kemudian, kenaikan laba yang fantastis juga diraih oleh PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) yang berhasil mencatatkan sebesar Rp271,71 miliar. Catatan ini berbanding terbalik dengan semester I-2020 yang mencetak rugi Rp407,94 miliar.
Selain itu, pendapatan bersih MAPI tercatat melonjak 35,1% menjadi Rp9,13 triliun pada semester I-2021. Pada periode yang sama tahun lalu, pendapatan MAPI tercatat sebesar Rp6,82 triliun.
Pendapatan tersebut terdiri dari penjualan ritel dan grosir sebesar Rp8,67 triliun, meningkat 35,04% dari sebelumnya Rp6,42 triliun. Lalu, komisi penjualan konsinyasi tercatat Rp372,68 miliar, pendapatan sewa dan jasa pemeliharaan Rp40,64 miliar, dan lain-lain Rp48,4 miliar.
Masih dengan ritel pakaian, PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) ikut melaporkan kinerja ciamik sepanjang semester I-2021. Laba bersih RALS tercatat terbang 2.470,7% yoy menjadi Rp137,8 miliar, dari periode tahun lalu Rp5,4 miliar.
Berdasarkan paparan manajemen RALS dalam Public Expose 2021, Jumat 10 September 2021, laba bersih perseroan pada semester I-2021 setara dengan 5% dari total penjualan perseroan.
Melesatnya laba bersih perseroan ditopang oleh penjualan sebesar Rp2,73 triliun, naik 24,5% yoy dari penjualan pada periode yang sama tahun lalu senilai Rp2,19 triliun.
Penjualan tertinggi pada enam bulan pertama 2021, utamanya disebabkan oleh kenaikan penjualan yang signifikan pada kuartal II-2021. Perseroan membukukan penjualan sebesar Rp1,96 triliun, naik 134% yoy dibandingkan dengan penjualan di kuartal II-2021 Rp838,81 miliar.
Adapun pendapatan bersih RALS sendiri tercatat sebesar Rp1,7 triliun. Jumlah ini naik 21,4% yoy dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,4 triliun.
Ritel elektronik dan grosir susul pertumbuhan kinerja
Tak kalah, ritel yang menjual produk elektronik seperti PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) juga membukukan laba yang melejit hingga 395% yoy per semester I-2021. Laba periode ini tercatat Rp614 miliar, jauh lebih tinggi ketinbang per semester I-2020 yang sebesar Rp124 miliar.
Begitu pula pendapatan yang tumbuh 47,9% yoy dari Rp14,4 triliun per semester I-2020 menjadi Rp21,3 triliun pada periode ini.
Adapun penyokong utamanya berasal dari penjualan telepon selular dan tablet yang mencapai Rp17,1 triliun. Kemudian diikuti oleh penjualan produk operator Rp1,7 triliun, aksesoris Rp1,4 triliun, serta komputer dan peralatan elektronik lainnya sebesar Rp938 miliar.
Selanjutnya, ritel eceran seperti PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET), PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), dan PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI) kompak menguat..
Induk usaha minimarket Indomaret alias DNET berhasil membukukan laba sebesar Rp278 miliar sepanjang semester I-2021. Laba tersebut melesat hingga 760% yoy dibandingkan dengan perolehan semester I-2020 sebesar Rp32,3 miliar.
Selain itu, pendapatan DNET juga tumbuh mencapai 57% yoy sepanjang enam bulan pertama 2021. Mengutip laporan keuangan perseroan di Bursa Efek Indonesia (BEI), pendapatan yang dibukukan sebesar Rp320 miliar. Jumlah ini naik lebih dari separuh dari semester I-2020 yang sebesar Rp203 miliar.
Pemicunya, seluruh pos dari pendapatan terkerek naik. Dari kontrak dengan pelanggan, tercatat jasa korporasi meningkat menjadi Rp145 miliar, ritel menjadi Rp131 miliar, dan pendapatan lainnya tercatat Rp37 miliar. Selain itu, pendapatan dari pihak berelasi juga naik menjadi Rp5,7 miliar dari sebelumnya Rp2,4 miliar per semester I-2020.
Sementara itu, Alfamart alias AMRT berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp853,28 miliar pada semester I-2021. Jumlah tersebut meningkat hingga 72,99% yoy dibandingkan dengan laba periode yang sama 2020 sebesar Rp493,25 miliar.
Selain itu, pendapatan perseroan juga naik 10,37% yoy menjadi sebesar Rp42,03 triliun. Pada periode yang sama tahun lalu, pendapatan AMRT tercatat sebesar Rp38,08 triliun.
Pendapatan yang diraup ini didukung pertumbuhan dari penjualan makanan menjadi Rp28 triliun, dari sebelumnya Rp24 triliun per semester I-2020. Kemudian, pendapatan dari bukan makanan juga naik dari Rp13,3 triliun menjadi Rp13,7 triliun.
Adapun PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI) juga mencatat peningkatan laba sebesar 26% yoy, dari Rp103 miliar per semester I-2020 menjadi Rp130 miliar.
Kemudian pendapatan juga ikut naik meski hanya 4,6% yoy dari Rp6,4 triliun menjadi Rp6,7 triliun sepanjang enam bulan pertama tahun ini. Baik dari sisi penjualan makanan maupun nonmakanan, masing-masing tercatat tumbuh menjadi Rp3,9 triliun dan Rp1,9 triliun. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan Rp3,7 triliun dan Rp1,8 triliun dari pos pendapatan semester I-2020.
Ritel makanan mulai pulih
Di sisi lain, untuk ritel dengan bisnis penjualan makanan, belum semuanya benar-benar bangkit. Ada yang menunjukkan pemulihan, tetapi juga ada yang masih mengalami pelemahan.
PZZA misalnya, laba perusahaan ini tercatat melejit hingga 202,8% yoy sepanjang semester I-2021 menjadi sebesar Rp31,5 miliar. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu masih tercatat Rp10,4 miliar.
Namun, meski laba sudah terkerek naik, penjualan PZZA masih lemah. Penurunan tercatat 7,1% yoy, dari Rp1,81 triliun per Juni 2020 menjadi Rp1,68 triliun per Juni 2021. Jumlah tersebut diperoleh dari hasil penjualan dikurangi oleh potongan penjualan Rp3 miliar.Adapun penjualan paling besar disumbang dari makanan yang mencapai Rp1,59 triliun, disusul oleh minuman sebesar Rp95,3 miliar.
Untuk ritel makanan selanjutnya, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) masih menelan pil pahit atas kinerja sepanjang semester I-2021. Rugi bersih yang dibukukan perseroan tercatat Rp76,9 miliar. Kendati demikian, rugi ini tercatat lebih rendah alias membaik dibandingkan dengan rugi sebelumnya yang mencapai Rp153,8 pada semester I-2020.
Pendapatan FAST juga masih lemah, terkoreksi 4% yoy dari Rp2,5 triliun per semester I-2020 menjadi Rp2,4 triliun pada paruh pertama tahun ini.
Masih bukukan kerugian
Berbeda nasib dengan ritel pakaian dan makanan, emiten ritel yang menjual barang kebutuhan rumah tangga, PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES) membukukan penjualan bersih sepanjang semester I-2021 sebesar Rp3,39 triliun.
Jumlah tersebut turun 7,12 yoy dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yakni Rp3,65 triliun. Adapun nominal penjualan bersih yang sebesar Rp3,39 triliun, didapatkan dari total penjualan untuk laporan segmen sebesar Rp3,57 triliun. Kemudian, dikurangi oleh biaya konsinyasi yang minus Rp180 miliar, serta eliminasi penjualan antarsegmen sebesar minus Rp932 juta.
Penurunan ini terjadi seiring dengan laba ACES yang terkoreksi 23,7% yoy menjadi Rp276 miliar. Padahal, pada periode yang sama 2020, laba perseroan tercatat sebesar Rp362 miliar.
Di sisi lain, perseroan terus melakukan ekspansi melalui pembukaan sejumlah gerai baru. Mutakhir, gerai ketujuh yang dibuka berada di lokasi Grand Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Dengan demikian, total gerai ACES sampai saat ini berjumlah 214 gerai.
Adapun emiten PT Hero Supermarket Tbk (HERO) yang termasuk ke dalam 10 kapitalisasi pasar terbesar, pada semester ini mengalami kinerja paling terpuruk.
Ritel grosir ini mengalami rugi bersih sebesar Rp550,89 miliar, membengkak 172,2% yoy dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp202,08 miliar.
Pendapatan dari perusahaan yang baru menutup seluruh gerai Giant Supermarket ini juga tergerus sebesar 26% yoy menjadi Rp3,67 triliun. Padahal, per semester I-2020, pendapatan HERO sebesar Rp4,95 triliun.
Diketahui, penutupan seluruh gerai Giant ini juga berdampak terhadap liabilitas perusahaan dalam laporan keuangannya. Akibat penutupan Giant, utang lain-lain perseroan meningkat 59% atau sebesar Rp181 miliar pada semester I-2021.
Manajemen HERO menyebut pembengkakan ini akibat biaya bangunan dan pemeliharaan terkait dengan penutupan toko.
Lalu, provisi jangka pendek juga tercatat mengalami peningkatan 398% atau sebesar Rp423 miliar pada semester I-2021. Ini karena adanya tambahan provisi untuk penutupan toko.
Di sisi lain, kewajiban imbalan kerja jangka pendek dan jangka panjang mengalami penurunan sebesar Rp110 miliar atau 40%. Penurunan imbalan kerja jangka pendek terkait dengan penyelesaian bonus yang dibayarkan pada Maret 2021.
Kebangkitan ritel
Pengamat ritel sekaligus Staf Ahli dari Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Yongky Susilo pun memprediksi, industri retail baru akan turn on pada kuartal IV-2021.
Menurutnya, hal ini terjadi setelah ada penurunan angka pasien COVID-19 sekaligus kelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang berangsur-angsur. Situasi tersebut diprediksi akan mulai terlihat pada akhir 2021.
“Setelah kasus pandemi turun dan relaksasi PPKM ke akhir tahun, kelas atas akan lebih banyak yang membelanjakan uang untuk keperluan Natal dan tahun baru,” ujarnya saat dihubungi TrenAsia beberapa waktu lalu.
Kalangan kelas menengah ke atas tersebut dinilai akan nekat dan mengupayakan shopping ke luar rumah.
Hal ini juga diakui oleh Christine Natasya, Analis dari PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia yang menyebut, ritel MAPI dan LPPF akan mencetak kinerja yang moncer ke depan. Hal ini tak lepas dari sentimen positif dari reopening economy.
“Sentimen positif lainnya juga didukung oleh vaksinasi yang lebih kuat sehingga mendorong ekonomi untuk bangkit,” ujarnya.
Adapun ritel seperti ACE Hardware yang tengah berekspansi, Yongky menilai akan mengalami rebound kendati belum membaik sepenuhnya. “Perusahaan ini terus ekspansi dengan membuka cabang baru berturut-turut,” tambahnya. Diketahui, hingga Agustus 2021, same store sales growth (SSSG) ACE Hardware masih minus sebesar 30%.
Ke depan, kemampuan sektor ritel untuk pulih juga diuji dengan berbagai inovasi dan keberanian untuk masuk ke ranah online. Christine menilai, ritel yang memperluas penjualannya ke e-commerce akan lebih kuat dibandingkan dengan yang hanya berjualan offline.
Adapun salah satu emiten yang diprediksi akan membaik adalah PT Supra Boga Lestari Tbk (RANC). Salah satu pengelola swalayan Ranch Market ini diklaim akan tumbuh seiring dengan rencana akuisisi yang dilakukan oleh PT Global Digital Niaga alias Blibli.com.
Seperti diketahui, Blibli.com telah menandatangi perjanjian untuk mencaplok sekitar 51% atau setara 797,88 juta saham milik RANC. Jumlah ini mewakili 50% dari total modal ditempatkan dan modal disetor perseroan.
Dengan begitu, e-commerce milik konglomerat Hartono bersaudara ini akan menjadi pemegang saham pengendali di emiten yang mengoperasikan Ranch Market di Indonesia.
Pengambilalihan saham mayoritas ini dilakukan Blibli dari 7 entitas pemegang saham RANC, yakni PT Wijaya Sumber Sejahtera, PT Prima Rasa Inti, PT Gunaprima Karyaperkasa, PT Ekaputri Mandiri, David Kusumodjojo, Suhamo Kusumodjojo, dan Harman Siswanto.
Adapun rencana pengambilalihan tersebut ditujukan untuk pengembangan usaha dan perluasan ekosistem RANC di Indonesia.